Sejarah Kedatangan Orang-Orang Hakka di Surabaya, Jadi Buruh Belanda hingga Ikut Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia
Orang-orang Hakka datang dari dataran Cina ke Surabaya pada abad ke-19 dan banyak dari mereka yang menjadi buruh-buruh pabrik milik orang Belanda.
Pak Tegoeh mengenang kembali saat nenek moyangnya datang ke Indonesia. Ia bercerita, saat datang ke Indonesia, orang Hakka merupakan seorang pekerja keras.
“Berakangkat paling awal, pulang paling akhir,” kata Pak Teguh.
-
Apa yang menjadi ciri khas oleh-oleh dari Surabaya? Sambal Bu Rudy menjadi salah satu ikon oleh-oleh khas Surabaya.
-
Siapa yang berjuang melawan penjajah di Surabaya? Mereka gugur dengan mulia sebagai pahlawan yang ingin mempertahankan tanah air.
-
Mengapa Bakakak Hayam dianggap sakral oleh orang Sunda? Sejak turun temurun, bakakak hayam selalu dianggap istimewa dan sakral oleh masyarakat Sunda. Tak sekedar penambah unsur dan variasi dalam tradisi ritual, rupanya bakakak hayam memiliki simbol sebagai tolak bala.
-
Siapa yang menjadi tokoh utama dalam pertempuran di Surabaya? Tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan, terutama orang-orang yang terlibat dalam peristiwa Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
-
Kapan pertempuran hebat di Surabaya terjadi? Pada hari ini tepat 78 tahun yang lalu terjadi pertempuran besar di Surabaya yang menewaskan sekitar 20.000 rakyat setempat.
-
Kenapa Pemkab Purwakarta menyebar burung hantu di sawah? Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, punya cara tak biasa untuk menghentikan hama tikus yang merugikan petani. Mereka menyebar pasukan burung hantu itu di area persawahan sebagai predator alami tikus.
Pak Tegoeh merupakan salah satu orang Hakka di Surabaya. Sebagai orang Tionghoa, Pak Tegoeh masih ingat saat peristiwa kerusuhan 1998 di Kota Surabaya. Saat itu ia berani keluar rumah dan memberikan bantuan pada aparat keamanan, terutama logistik makanan dan minuman.
Namun bantuan itu bukan datang dari ia seorang diri, melainkan juga dari sebuah organisasi Hakka di Surabaya bernama Hwie Tiaw Ka.
Sejarah Kedatangan Orang Hakka
Dikutip dari kanal YouTube Bina Budaya, orang-orang Hakka mengungsi dari Tiongkok karena ada gejolak politik di negerinya. Salah satu tujuan pelarian itu adalah Kota Surabaya. Pada abad ke-19, Surabaya merupakan salah satu kota terbesar di Hindia Belanda dan menjadi pusat industri.
Orang-orang Hakka yang datang di zaman itu datang ke Surabaya dan banyak dari mereka yang menjadi buruh-buruh pabrik milik orang Belanda.
Saat tiba di pelabuhan Surabaya, orang-orang Hakka ini menyusuri Sungai Kalimas. Kemudian membentuk sebuah perkampungan di sebelah kampung orang-orang Arab dan orang Eropa. Dan di sanalah mereka mendirikan sebuah organisasi bernama Hwie Tiaw Ka.
- Mengukir Sejarah, Kirab Bendera Pusaka dari Jakarta ke IKN
- Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial
- Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, Ini Sejarah dan Para Tokoh Penggagasnya
- Jejak Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia, Berawal dari Perusahaan Besar Milik Belanda di Pantai Timur Sumatra
Tidak Berhubungan dengan Agama Apapun
Setiap anggota Hwie Tiaw Ka diberi kebebasan untuk menganut agama dan keyakinannya masing-masing. Organisasi itu berdiri pada tahun 1820. Namun pada saat berdirinya, organisasi itu sempat kesulitan uang.
“Dari zaman dulu sampai Orde Baru, perkumpulan ini semuanya mengurus orang meninggal. Dari perkumpulan ini bantu membantu mereka yang perlu peti mati, perlu lainnya, kita bantu. Nggak pernah kita berkecimpung di bidang politik,” kata Alie Handojo, Ketua Hwie Tiaw Ka Surabaya.
Alie menjelaskan, perkumpulan Hwie Tiaw Ka juga tidak berhubungan dengan agama manapun. Tulisan besar yang ada di kantor pusat organisasi itu adalah nama-nama leluhur mereka orang-orang Hakka. Ia ingin anak-anak muda dari keluarga Hakka yang datang ke tempat itu senantiasa ingat akan leluhur mereka.
Ikut Berjuang Demi Kemerdekaan
Walaupun secara organisasi bergerak di bidang sosial, bukan berarti para anggota Hwie Tiaw Ka tidak boleh berkecimpung di bidang politik. Dulu salah satu anggota mereka ada yang ikut berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Dia bernama Leo Wenas. Saat pertempuran 10 November 1945 di Surabaya ia ikut terjun ke medan pertempuran.
“Leo Wenas itu dulu adalah salah satu anggota Hwie Tiaw Ka. Dia sangat berani. Saat Hwie Tiaw Ka ada acara, dia selalu datang bersama anaknya. Sampai naik kursi roda, dia tetap datang ke sini,” ujar Alie.
Mengabdi pada Negara
Sampai saat ini, organisasi Hwie Tiaw Ka tetap konsisten bergerak di bidang sosial. Secara rutin mereka mengadakan bakti sosial memberikan bantuan pada warga sekitar yang kurang mampu.
Warga sekitar pun begitu antusias mengikuti acara bakti sosial itu. Mereka dengan tertib menerima bantuan sembako yang dibagikan para pengurus Hwie Tiaw Ka. Sebelum acara dimulai, pengurus organisasi itu selalu berkoordinasi terlebih dahulu dengan aparat setempat sehingga kegiatan pembagian sembako itu selalu berjalan kondusif.
Menurut Alie Handojo, kegiatan itu merupakan bentuk partisipasi para anggota Hwie Tiaw Ka sebagai warga Tionghoa di Surabaya dalam membangun Indonesia. Harapannya kegiatan seperti itu bisa diteruskan oleh para generasi muda mereka.
“Kita harus mencintai negara kita, harus mengabdi pada negara kita. Kita sudah bukan lagi orang Tiongkok. Kita sudah jadi warga negara Indonesia. Jadi NKRI ini harus kita jaga, sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi,” ujar Alie dikutip dari kanal YouTube Bina Budaya.