Seni Bantengan, Gabungkan Tari dan Olah Kanuragan yang Eksis Sejak Zaman Singasari
Kesenian tradisional Bantengan merupakan sebuah seni pertunjukan budaya tradisi Jawa Timur yang menggabungkan unsur sendratari, olah kanuragan, musik, dan syair/mantra yang kental dengan nuansa magis.
Kesenian tradisional Bantengan merupakan sebuah seni pertunjukan budaya tradisi Jawa Timur yang menggabungkan unsur sendratari, olah kanuragan, musik, dan syair/mantra yang kental dengan nuansa magis. Kesenian ini semakin menarik saat memasuki tahap trans, yaitu tahap pemain pemegang kepala Bantengan kesurupan arwah leluhur Banteng (Dhanyangan).
Kesenian Bantengan sudah ada sejak zaman Kerajaan Singasari. Saat itu, kesenian Bantengan berbentuk kesenian tari di mana penarinya menggunakan topeng kepala Bantengan.
-
Apa itu Tradisi Ujungan? Warga di kampung adat Cibadak, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak memiliki sebuah tradisi unik bernama Ujungan.
-
Di mana Tari Tradisional dapat dipentaskan? Mendukung dan mengapresiasi pertunjukan tari tradisional yang diselenggarakan di tempat terbuka, panggung, pura, atau tempat lainnya.
-
Bagaimana cara melestarikan tari tradisional di Indonesia? Mendidik dan melatih generasi muda untuk mempelajari dan menguasai tari tradisional dari daerah asalnya. Hal ini dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah, sanggar tari, komunitas tari, atau media daring.
-
Kapan Tradisi Mantu Kucing dimulai? Tradisi Mantu Kucing dilakukan oleh masyarakat di Dusun Njati, Pacitan, Jawa Timur sejak 1960-an.
-
Apa definisi dari tari tradisional yang diwariskan secara turun temurun di suatu daerah? Tari tradisional adalah tarian yang berkembang dan dilestarikan secara turun temurun di suatu daerah tertentu. Tari tradisional merupakan bagian dari kebudayaan suatu daerah.
-
Apa yang dimaksud dengan tradisi Tabot? Di Bengkulu terdapat sebuah tradisi dalam setiap menyambut tahun baru Islam yang bernama Tabot.
Pada masa kolonialisme Belanda, ada seorang tokoh bernama Mbah Siran yang membuat topeng Bantengan dari tanduk banteng di Desa Claket Kecamaten Pacet Kabupaten Mojokerto. Kemudian, pada masa Orde Lama kesenian tradisional Bantengan muncul di berbagai daerah pegunungan di Jawa Timur.
Kini, kesenian tradisional Bantengan sudah berkembang di beberapa daerah di Jawa Timur. Antara lain, Kabupaten Mojokerto, Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Pasuruan.
Data Dinas Pariwisata Kota Batu per tahun 2018 mencatat terdapat sekitar 200 grup kesenian Bantengan. Sedangkan data Dinas Pariwisata Kabupaten Pasuruan mencatat ada 12 paguyuban yang tercatat di Nomor Induk Kesenian.
Di masing-masing kabupaten/kota, banyak paguyuban yang mengelola dan mengembangkan kesenian tradisional bantengan dalam bentuk pertunjukan maupunn festival. Dikutip dari laman resmi Kemdikbud RI, Pemerintah Kabupaten Mojokerto sudah menerbitkan Buku Teks Kesenian Bantengan untuk Sekolah Dasar Kelas IV, V, dan VI dengan tujuan mengembangkan dan melestarikan Kesenian Tradisional Bantengan.
Pementasan
Dalam sebuah pementasan kesenian tradisional Bantengan diperlukan penyajian yang lengkap meliputi gerakan mirip banteng, busana, iringan musik, properti, lapangan sebagai tempat pementasan, pawang, dan sesaji.
Kesenian ini dimainkan oleh empat orang. Orang pertama berperan sebagai kaki depan sekaligus pemegang kepala Bantengan, sementara orang kedua berperan sebagai pengontrol tari Bantengan dan kaki belakang sekaligus ekor Bantengan. Kostum bantengan terbuat dari kain hitam, sementara topeng berbentuk kepala kepala banteng terbuat dari kayu dan tanduk asli banteng. Adapun dua orang lain menjadi pemegang tali kekang yang berguna untuk mengendalikan pemain Bantengan yang kesurupan.
Saat ini, kepala hewan banteng semakin sulit ditemukan di Pulau Jawa. Maka, topeng yang digunakan dalam kesenian tradisional Bantengan biasanya menggunakan tanduk sapi atau kerbau yang sudah mati.
Libatkan Banyak Orang
Kesenian tradisional Bantengan merupakan kesenian komunal yang melibatkan banyak orang dalam setiap pertunjukannya, sebagaimana banteng yang biasa hidup berkoloni.
Kesenian Bantengan membentuk perilaku masyarakat yang menggelutinya agar senantiasa hidup dalam keguyuban, gotong royong, serta menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan.
Ruri Darma Desprianto dalam karya tulisnya yang berjudul Kesenian Bantengan Mojokerto Kajian Simbolik dan Nilai Moral (2013) mengungkapkan, banyak nilai yang terkandung dalam Kesenian Tradisional Bantengan. Di antaranya nilai kebersamaan atau gotong royong, keindahan, kebenaran, kebaikan, tanggung jawab, religius, kepercayaan, serta keburukan dan kejahatan.
Kesenian tradisional Bantengan Jawa Timur biasanya dipentaskan dengan tujuan sakral, tolak balak, melestarikan seni budaya tradisional, dan menghormati leluhur nenek moyang. Pementasan tradisional Bantengan diadakan pada saat-saat tertentu, misalnya pada peringatan Tahun Baru Islam, HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, Bersih Desa/Selamatan Desa, diundang masyarakat yang memiliki hajat, dan lain-lain.
Saat pementasan Bantengan terdapat larangan bagi penonton, yaitu dilarang bersiul karena dianggap mengejek arwah roh yang memasuki tubuh pemain.