5 Pesan tokoh Muslim redam insiden Tolikara melebar
Apa saja pesan tokoh Muslim itu?
Sejumlah tokoh Muslim angkat bicara soal insiden pembakaran puluhan kios hingga merembet ke musala saat jemaah tengah melantunkan takbir Salat Idul Idul Fitri, Jumat (17/7) sekitar pukul 07.00 WIT itu. Para tokoh itu meminta kedua umat saling menahan diri terkait insiden yang merenggut satu korban jiwa tersebut.
Seperti diketahui, tragedi itu diduga bermula dari selebaran surat pada 11 Juli 2015 mengatasnamakan Jemaat GIDI Wilayah Tolikara agar pada Tanggal 13 sampai 19 Juli 2015 jangan ada kegiatan Lebaran. Sebab, pada 13 sampai 19 Juli GIDI Wilayah Tolikara akan menyelenggarakan Seminar dan KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) Pemuda tingkat internasional.
Dalam surat edaran itu disebutkan, boleh merayakan Lebaran tetapi di luar kota dan melarang muslimah memakai jilbab. Jemaat GIDI di Tolikara ini juga melarang gereja Denominasi lain mendirikan tempat-tempat ibadah di wilayah Kabupaten Tolikara. Mereka juga melarang gereja adven di distrik Paido. Surat tersebut ditandatangani Ketua Wilayah GDI Tolikara Nayus dan Sekretarisnya Marthen.
Presiden Gereja Injil di Indonesia (GIDI) mengakui adanya surat edaran berisi larangan adanya kegiatan Lebaran bagi umat Islam. Namun dia menegaskan, isi surat tersebut keliru dan sudah diklarifikasi sebelum peristiwa pembakaran musala terjadi.
"Sudah saya klarifikasi bahwa isi surat itu tidak benar dan salah. Karena tidak ada yang boleh melarang umat Islam beribadah di hari raya," kata Presiden GIDI Dorman Wandikbo kepada merdeka.com, Jumat (17/07).
Kejadian ini mengundang keprihatinan mulai dari pejabat negara sampai politisi hingga tokoh Muslim nasional. Mereka kompak mengirimkan gelombang seruan damai sekaligus meminta masyarakat menanggapi dengan kepala dingin dan tak terpancing emosi.
Berikut seruan damai tokoh Muslim redam insiden Tolikara melebar yang dirangkum merdeka.com:
-
Kapan Masjid Raya Sumatra Barat diresmikan? Awal pembangunan masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007 silam.
-
Kapan Masjid Jami' Jayapura dibangun? Jika Masjid Baiturrahman berdiri pada tahun 1974, Masjid Jami’ sudah berdiri pada tahun 1943.
-
Kapan Masjid Cipto Mulyo dibangun? Masjid itu dibangun oleh Raja Keraton Surakarta, Pakubuwono X, sekitar tahun 1905 Masehi.
-
Kapan Masjid Cheng Ho di Palembang diresmikan? Masjid ini berdiri di atas tanah hibah dari Pemerintah Daerah dan baru diresmikan pada tahun 2006 silam.
-
Kapan Masjid Baitul Makmur diresmikan? Bentuk dari kepala kubah masjid yang diresmikan tahun 1999 ini memiliki bentuk yang sama persis, sehingga menimbulkan kesan gaya arsitektur Timur Tengah yang begitu kental.
-
Kapan Masjid Quwwatul Islam diresmikan? Pada Selasa (10/10), Gubernur DIY Sri Sultan HB X meresmikan berdirinya Masjid Quwwatul Islam di Jalan Mataram No. 1, Suryatmajan, Danurejan, Kota Yogyakarta.
Soal pembakaran musala di Papua, MUI serukan tak perlu membalas
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menyerukan seluruh umat Islam di Kabupaten Tolikara, Papua, menahan diri atas kekerasan massa yang bertepatan dengan Idul Fitri 1 Syawal 1436 H di lokasi konflik.
Din meminta semua pihak menyikapi insiden di Karubaga, Tolikara, Papua dengan kepala dingin. "Tidak perlu membalas, tunjukkan bahwa kita adalah umat yang toleran," katanya di Jakarta, Jumat (17/7).
Ketua Umum MUI meminta Kepolisian RI untuk mengusut dan menindak para pelakunya sesuai hukum. Din menyatakan sungguh sangat disesalkan karena di tengah upaya membangun toleransi antarumat beragama, ternyata masih ada kelompok yang intoleran bahkan dengan menebar benci dan aksi kekerasan pada hari suci umat agama lain.
Aktivis Dakwah: Pemuda Kristen Papua banyak ikut amankan Lebaran
Terkait dengan peristiwa pembakaran musala di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, pada Jumat pagi kemarin, Aktivis Dakwah Papua Ustaz Abdul Wahab mengatakan daerah Tolikara memang rawan konflik. Misalnya, konflik antar suku sama-sama kristen, konflik karena pilkada dan sebagainya.
"Apalagi di Tolikara pemberontak Organisasi Papua Merdeka juga eksis," kata Abdul Wahab via telepon, Sabtu (18/07).
Abdul Wahab menjelaskan, konflik yang terjadi di Tolikara menjadi berita nasional karena kebetulan melibatkan antara muslim dan kristen. Padahal untuk daerah selain Tolikara di Papua cukup aman. "Bahkan pemuda-pemuda kristen juga banyak yang ikut berpartisipasi mengamankan Hari Raya Idul Fitri."
Tokoh-tokoh agama, dia melanjutkan, baik Islam maupun Kristen juga menyayangkan terjadinya insiden Tolikara tersebut dan meminta agar kedua belah pihak tidak terprovokasi dengan berita-berita yang beredar di media-media.
"Tokoh-tokoh agama baik Islam maupun Kristen menyerahkan persoalan tersebut kepada pihak yang berwajib untuk mengusut masalah tersebut," ujarnya.
Di Papua, Abdul Wahab mengimbuhkan, memang ada kelompok radikal Kristen (Gereja Injil di Indonesia) yang menyebarkan brosur provokatif terkait kasus Tolikara ini. "Jangankan masjid atau musala, gereja yang tidak sepaham dengan kristen aliran GIDI ini juga akan dirobohkan."
"Bahkan mereka memaksa Kristen aliran lain untuk ikut gabung dengan mereka," kata Abdul Wahab menegaskan.
Redam konflik, tokoh Kristen se-Jawa Timur sowan ke KH Hasyim Muzadi
Delapan tokoh Kristen yang tergabung dalam Forum Bersama Tokoh Kristen Se-Jawa Timur mendatangi kediaman KH Hasyim Muzadi di Komplek Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Kota Malang, Sabtu (18/7).
Kedatangan mereka menyikapi sekaligus meredam insiden di Tolikara, Papua agar tidak meluas. Pertemuan berlangsung tertutup dengan pokok pembahasan seputar insiden di bumi cenderawasih.
"Kami mengunjungi KH Hasyim Muzadi karena beliau anggota Wantipres, sekaligus Presiden agama-agama se-dunia," kata Ketua Umum Majelis Umat Kristen Jawa Timur Stefanus Hadi Prayitno.
Mewakili Forum Bersama Tokoh Kristen Se-Jawa Timur, Stefanus berharap insiden di Papua tidak melunturkan semangat kerukunan umat agama di Jawa Timur.
Pertemuan tersebut menghasilkan empat buah kesepakatan yang ditandatangani oleh sepuluh perwakilan umat Kristen di Jawa Timur. Salah satu isinya mendukung penegak hukum mengusut tuntas kasus tersebut.
"Konflik yang berlangsung di Papua saat Lebaran lalu bukan hal yang lazim dilakukan penganut Kristen. Kami sangat mengecam tindakan ini," tegas Stefanus, yang juga Ketua Umum Majelis Umat Kristen se-Malang Raya.
Usai bertemu Hasyim Muzadi, para tokoh Kristen menemui Kapolresta Malang. Kedatangan mereka menyampaikan poin pernyataan sikap bersama.
Kapolresta Malang AKBP Singgamata memberi jaminan pelaksanaan ibadah di seluruh gereja di Kota Malang tidak akan terganggu. Pihak kepolisian bakal mencegah upaya-upaya yang berpotensi mencederai kerukunan umat beragama, seperti yang terjadi di Tolikara.
"Kami memetakan personel yang bertugas nanti. Polisi akan mengawal prosesi ibadah umat Kristen mulai besok. Kami akan menempatkan dua hingga tiga personel setiap gereja," katanya.
Polisi juga mengidentifikasi kelompok mahasiswa dan masyarakat Papua di Malang. Pihaknya ingin masyarakat Papua yang tinggal di Kota Malang tetap terjamin keamanan dan kenyamanannya.
Jimly Asshiddiqie yakin insiden di Tolikara bukan konflik Agama
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidqie ikut menanggapi soal pembakaran musala di Kabupaten Tolikara, Papua, oleh sejumlah oknum yang tak dikenal. Jimly meminta publik tidak menyimpulkan perbuatan itu dilakukan oleh umat kristiani.
"Menurut saya bukan (umat kristiani). Tidak mencerminkan agama Kristen, ini kelompok garis keras di semua agama. Tidak boleh dipukul rata," kata Jimly di kediamannya, Jakarta, Sabtu (19/7).
Jimly juga mengimbau agar peristiwa ini tidak dipandang sebagai konflik agama. Sebab, jika hal ini dianggap sebagai konflik agama, menurut dia hanya akan memperkeruh keadaan.
"Bukan konflik Agama," tegasnya.
Ketua PBNU berharap insiden Tolikara jadi yang terakhir
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj mengaku kecewa dan menyayangkan insiden pembakaran rumah, kios, hingga merembet ke musala di Karubaga, Tolikara, Papua. Dia berharap jangan ada lagi konflik suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
"Saya berharap kejadian ini adalah yang terakhir dan tidak terulang kembali di masa yang akan datang," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu, terkait insiden antarkelompok warga di Karubaga yang bertepatan dengan Idul Fitri 1 Syawal 1436 H pada Jumat (17/7) pagi lalu.
Said Aqil mengingatkan jangan sampai ada lagi kerusuhan hanya karena perbedaan agama atau suku. Dia pun menegaskan bahwa bangsa ini membutuhkan kesatuan yang kokoh di era globalisasi.
Bangsa Indonesia, apapun agamanya, apapun sukunya, apapun partai politiknya, apapun alirannya, menurut Said harus bersatu memasuki era globalisasi ini supaya bangsa ini tidak tergerus dengan era yang sangat menantang ini. "Hal ini sangat membutuhkan persatuan dan kesatuan yang kokoh," katanya.
Ia berharap kejadian di Tolikara adalah yang terakhir dan tidak terulang kembali di masa yang akan datang.
Mengenai kemungkinan adanya aktor intelektual yang "memancing di air keruh", Siradj menegaskan kalau sampai ada aktor intelektual di balik kejadian ini maka siapapun orang itu jahat sekali. "Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya," ujarnya.