60 Ribu Pekerja Kena PHK Sejak Awal 2024, DPR Minta Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan Dijalankan
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti 60 ribu pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak awal tahun 2024.
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti 60 ribu pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak awal tahun 2024. Cucun menekankan perlu adanya regulasi yang win-win Solution untuk semua pihak.
"60 ribu bukan angka yang sedikit. Ini betul-betul memprihatinkan. Jadi saya kira yang perlu diperbaiki adalah sistemnya atau regulasinya. Harus jelas, dan saling menguntungkan bagi semua pihak. Apalagi kita di tengah-tengah gelombang badai PHK, harus betul-betul win-win solution," kata Cucun, Selasa (5/11).
- Pekerja Kena PHK Berhak Terima 60 Persen Gaji Selama 6 Bulan dan Tunjangan Rp2,4 Juta Mulai 1 Januari 2025
- Ketua Banggar DPR Minta Pemerintah Waspadai Lonjakan Jumlah Pengangguran
- PHK Hingga KDRT jadi Pemicu Utama Kasus Perceraian
- Tak Perlu Khawatir, Pekerja Korban PHK Bisa Dapat Gaji dari Pemerintah Selama 6 Bulan, Begini Caranya
Menurutnya, situasi badai PHK yang dialami Indonesia harus menjadi peringatan bagi semua pemangku kebijakan untuk mengevaluasi dan segera melakukan lagkah perbaikan.
Cucun mengatakan, Kementerian Ketenagakerjaan harus mendorong setiap daerah untuk membangun sistem peringatan dini (early warning system) terhadap potensi PHK di perusahaan-perusahaan.
“Dan ini perlu dibarengi dengan pembuatan kebijakan yang efektif. Termasuk UMP (Upah Minimum Provinsi) harus dirumuskan secara adil untuk meminimalisir badai PHK,” sebutnya.
Cucun mengingatkan, penting pula agar sistem regulasi yang tidak berat sebelah. Artinya semua harus berdasarkan pada prinsip keadilan bagi semua stakeholder.
"Kalau misalnya angka pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi atau apa itu harus betul-betul komponennya berpihak kepada masyarakat. Dan tetap perhatikan bagaimana pengusaha maju, buruhnya juga sejahtera," jelas Cucun.
“Jadi harus happy semua ketika pembuat regulasi membuat revisi di saat upah naik ya harus beririsan juga dengan produktivitas tinggi,” imbuh Legislator dari Dapil Jawa Barat II ini.
Cucun yang juga pernah menjadi pimpinan badan anggaran (Banggar) DPR itu memberi ilustrasi bagaimana pengusaha sebenarnya tidak masalah jika ada kebijakan kenaikan UMP bagi buruh. Selama regulasi yang dibuat oleh Pemerintah juga mendukung kemajuan usaha.
"Para pengusaha juga seneng asal semua itu berdasarkan regulasi dan dihitung betul. Jadi negara bisa hadir juga di sana, bagaimana menjadi pengawas dan regulator yang adil,” terang Cucun.
“Kan kalau upah naik, tenaga kerja termotivasi dan etos kerja meningkat, jadi semua beriringan. Tinggal seperti apa cara duduk barengnya, musyawarah diikuti oleh semua stakeholder di bidang ketenagakerjaan,” tambahnya.
Data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, angka PHK di Indonesia mencapai 59.796 orang terhitung sejak Januari hingga Oktober 2024. Untuk bulan Oktober saja, terdapat tambahan 6.800 pekerja yang di-PHK mengingat total ada 52.993 orang yang terkena PHK pada bulan September.
Provinsi yang paling banyak melakukan PHK yaitu di DKI Jakarta mencapai 14.501 orang, di mana angkanya naik 94% dibandingkan bulan September. Sementara itu, tenaga kerja yang ter-PHK di Jawa Tengah tercatat menurun 23,8% secara bulanan menjadi 11.252 orang. Dan peringkat ketiga, provinsi yang mengalami PHK ialah Banten dengan kenaikan 15,47% secara bulanan menjadi 10.524 orang.
"Kalau misalkan sekarang itu UMP-nya tidak seimbang pada setiap wilayah, para pekerja pasti melakukan pembandingan dengan daerah lainya. Kalau ada kenaikan di salah satu daerah pasti akan turun ke jalan, seperti itu yang harusnya kita hindari. Bangun sistem yang baik,” terang Cucun.
Meskipun sistem peringatan dini yang disampaikan Pemerintah merupakan langkah yang baik, namun Cucun menekankan hal tersebut dapat efektif jika dirancang dengan data yang akurat, pemantauan berkelanjutan, dan diintegrasikan dengan respons kebijakan yang cepat dan adaptif.
"Sistem ini tidak dapat berdiri sendiri. Harus ada koordinasi dengan kebijakan lain, seperti dukungan finansial dan pelatihan ulang, untuk benar-benar menekan angka PHK," ungkapnya.
Cucun menilai, pada dasarnya masalah PHK ini dapat diselesaikan jika dalam pengembalian keputusan dilandaskan pada asas keadilan. Implementasinya pun harus menguntungkan semua pihak.
"Harus arif dalam pengambilan keputusannya karena ini menyangkut nasib jutaan buruh kita,” ucap Cucun.
Putusan MK soal UU Ketenagakerjaan
Pimpinan DPR koordinator bidang kesejahteraan masyarakat (Kesra) itu pun berharap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru terkait UU Cipta Kerja (Ciptaker) dapat membuat iklim ketenagakerjaan dan usaha semakin sehat.
Cucun menilai, pengusaha pada dasarnya siap bekerjasama dengan Negara selama kebijakan tetap mendukung perkembangan industri.
“Harus ada sistem yang semua itu automatically bisa diterima oleh semua pihak. Buruh oke, pengusaha juga tidak keberatan karena merasa terproteksi,” tuturnya.
“Kalau regulasinya jelas, pengusaha juga aman. Saat industri berjalan bagus, pekerjaan buruh tidak terancam dan pertumbuhan ekonomi ikut naik,” lanjut Cucun.
Cucun juga mengingatkan setiap kementerian/lembaga untuk membuat kebijakan yang tidak menyalahi aturan atau melanggar undang-undang.
“Jangan membuat satu keputusan yang dibikin norma baru, harus tetap berpijak pada undang-undang,” ujarnya.
Di sisi lain, Pemerintah juga diminta untuk melakukan perbaikan kebijakan perlindungan sosial. Hal ini untuk menjadi dukungan bagi pekerja yang terkena PHK.
“Pastikan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berjalan efektif dan dapat diakses dengan mudah oleh pekerja yang kehilangan pekerjaan. Dan harus ada penguatan jaringan sosial seperti memberikan akses yang lebih baik ke layanan kesehatan, pendidikan, dan dukungan psikologi bagi keluarga pekerja yang terdampak PHK,” tutup Cucun.