Aktivitas Klinis Dekan FK Dihentikan Sementara Buntut Kematian Dokter PPDS, Begini Reaksi Undip
Undip menyayangkan penghentian sementara praktik Dekan FK Undip tersebut.
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang menghentikan sementara praktik Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip Yan Wisnu Prajoko buntut dari kasus meninggalnya mahasiswi Program Studi Dokter Spesialis (PPDS) Undip Aulia Risma Lestari (ARL).
Keputusan itu tertuang dalam surat Nomor KP.04.06/D.X/7465/2024 perihal Penghentian Sementara Aktivitas Klinis. Surat ini dikeluarkan RSUP dr Kariadi pada 28 Agustus 2024. Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro (Undip), Wijayanto menyayangkan penghentian sementara praktik Dekan FK Undip tersebut.
- Dekan FK Undip Diberhentikan Terkait Kasus Meninggalnya Dokter Risma, Ini 4 Fakta di Baliknya
- Reaksi Dekan FK Undip Usai Aktivitas Klinisnya di RSUP Kariadi Disetop Sementara Buntut Kematian dr Aulia
- Undip Sebut Dirut RS Kariadi Dapat Tekanan dari Kemenkes soal Aktivitas Klinis Dekan FK
- Kemenkes Blak-blakan Alasan Aktivitas Klinis Dekan FK Undip di RS Kariadi Dihentikan Sementara
"Di dalam kasus PPDS, Undip sudah melakukan investigasi internal," kata Wijayanto, Sabtu (31/8).
Menurut dia, Undip sudah menegaskan bahwa kampus terbuka dengan hasil investigasi dari pihak luar, baik kepolisian maupun Kementerian Kesehatan. Bahkan, kata dia, jika memang terbukti ada perundungan maka hukuman untuk pelaku jelas dan tegas, yakni drop out alias dikeluarkan.
Namun, dia mengatakan bahwa faktanya saat investigasi itu masih jauh dari kata selesai ternyata penghakiman, bahkan hukuman sudah dilakukan berkali-kali terhadap FK Undip.
Hukuman pertama, berupa penutupan PPDS Undip yang dilakukan Kemenkes pada 14 Agustus 2024, kata dia, jauh sebelum penyidikan atas kasus itu rampung dan ada keputusan dari polisi, apalagi pengadilan.
Penutupan program studi itu, dia menilai, tidak hanya merugikan 80-an mahasiswa PPDS lainnya, namun juga masyarakat yang mesti panjang mengantre karena kelangkaan dokter di RSUP dr Kariadi.
Hukuman kedua, kata dia, baru saja diberikan kepada dokter Yan Wisnu Prajoko selaku Dekan FK Undip yang ditangguhkan praktiknya di RSUP dr Kariadi, bahkan sebelum hasil investigasi keluar.
"Yang melakukan pemberhentian itu adalah direktur rumah sakit (RSUP dr Kariadi). Kami mendengar Pak Dirut mendapat tekanan luar biasa dari Kementerian Kesehatan sehingga mengeluarkan keputusan itu," katanya.
Dia menilai penangguhan praktik dokter spesialis bedah onkologi itu merupakan hukuman kedua yang diberikan oleh Kemenkes atas kasus yang sebenarnya masih dalam tahap investigasi, dan hukuman kemungkinan akan berlanjut.
"Di sini, kita segera teringat kasus yang menimpa Dekan Fakultas Kedokteran Unair (Universitas Airlangga) yang diberhentikan oleh menteri karena berani kritis pada kebijakan pemerintah," katanya.
Mengenai kasus meninggalnya mahasiswi PPDS Anestesi Undip Dokter Aulia Risma Lestari, dia mengatakan bahwa semua pihak seolah tertuju pada Undip.
"Bahkan, meskipun pada kenyataannya, seperti jelas dalam berbagai dialog, jam kerja yang 'overload' itu adalah kebijakan rumah sakit, dan ini adalah ranah kebijakan Kementerian Kesehatan," katanya.
Secara pribadi, Wijayanto mengaku mengenal dokter Yan Wisnu sebagai pria bersuara lirih, selalu ramah, tidak pernah meledak-ledak dan hati-hati serta terukur dalam berkata-kata.
"Dapat dimengerti, dia adalah seorang dokter spesialis onkologi. Saat saya periksa wikipedia, itu adalah cabang ilmu yang berurusan dengan studi, perawatan, diagnosa dan pencegahan kanker," katanya.
Dia menceritakan akhir-akhir ini beberapa kali bertemu dengan dokter Yan Wisnu dengan wajah yang lelah dan tampak kurang tidur.
"Kepada saya, dia mengaku mengalami banyak sekali 'doxing' dan perisakan di berbagai akun media sosial yang dia miliki. Hari-hari ini dia merasa didera rasa cemas dan panik, stres, dan 'burn out'," katanya.
Di dalam ekosistem informasi yang penuh dengan kabar bohong, ujaran kebencian, dan hasrat untuk menghakimi, kata dia, korban pertama yang segera jatuh adalah kebenaran.
"Di mata saya, dia adalah sosok yang penuh integritas. Sulit saya membayangkan dia rela untuk melindungi pelaku perundungan dan mengorbankan nama baiknya sendiri. Mengorbankan puluhan mahasiswa yang lain, dan terutama almamater Undip yang teramat dicintainya. Apalagi, ditambah semua perisakan yang dialaminya," kata Wijayanto.