Ali Fauzi bersumpah aksi teror di Surabaya bukan rekayasa & pengalihan isu
Ali Fauzi bersumpah aksi teror di Surabaya bukan rekayasa polisi. Ali menegaskan peristiwa teror yang terjadi dalam beberapa hari terakhir bukanlah operasi intelijen atau rekayasa. Tapi aksi ini benar dilakukan orang-orang yang ingin membuat Indonesia gaduh.
Dalam sepekan terakhir, aksi teror terjadi di Surabaya dan Pekanbaru. Pada akhir pekan, Minggu (13/5), aksi bom bunuh diri terjadi di tiga gereja di Surabaya dan menewaskan 14 orang. Kemudian menyusul pada Senin (14/5), aksi bom bunuh diri kembali terjadi di Mapolrestabes Surabaya.
Pada Rabu (16/5), Mapolda Riau di Pekanbaru diserang sekelompok teroris. Aksi yang terjadi ini disebut berkaitan dengan kerusuhan narapidana teroris di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok pekan lalu.
-
Kapan Pertempuran Surabaya terjadi? Tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan, terutama orang-orang yang terlibat dalam peristiwa Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
-
Kapan Prabowo tiba di Sumatera Barat? Calon Presiden (Capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto tiba di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman pada Sabtu (9/12) pagi.
-
Apa yang menjadi ciri khas oleh-oleh dari Surabaya? Sambal Bu Rudy menjadi salah satu ikon oleh-oleh khas Surabaya.
-
Kapan pertempuran hebat di Surabaya terjadi? Pada hari ini tepat 78 tahun yang lalu terjadi pertempuran besar di Surabaya yang menewaskan sekitar 20.000 rakyat setempat.
-
Bagaimana Islam masuk ke Sidoarjo? Mengutip situs resmi Pemkab Sidoarjo, masuknya Islam ke Sidoarjo diperkirakan setelah kedatangan Sunan Ampel ke Ampel Denta Surabaya.
-
Kenapa Soetomo berpesan untuk dimakamkan di Surabaya? Ia ingin dimakamkan di Surabaya agar senantiasa dekat dengan masyarakat kota itu.
Menanggapi serangkaian aksi teror ini, beragam tanggapan muncul di tengah masyarakat. Masyarakat ramai mengutuk aksi tersebut dan berempati kepada para korban. Namun tak sedikit pula yang menganggap serangkaian teror ini merupakan rekayasa, pengalihan isu, operasi intelijen, dan lainnya.
Pola pikir demikian menjadi salah satu kendala memberantas terorisme. Sebagaimana disampaikan pendiri Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP), Ali Fauzi Manzi. Ali Fauzi sempat terlibat dalam teror bom Bali. Dia adalah adik Amrozi dan merupakan mantan anggota Jamaah Islamiah (JI).
Ali menegaskan peristiwa teror yang terjadi dalam beberapa hari terakhir bukanlah operasi intelijen atau rekayasa. Tapi aksi ini benar dilakukan orang-orang yang ingin membuat Indonesia gaduh.
"Demi Allah, saya bisa bersumpah itu bukan rekayasa polisi, bukan pengalihan isu, bukan operasi intelijen dan ini kelakuan orang-orang yang tidak suka NKRI, kelakuan orang-orang yang ingin kita gaduh, dan kelakuan orang-orang yang ingin negara kita cerai berai," jelasnya dalam diskusi "Memutus Mata Rantai Terorisme; Mungkinkah?" di Gedung LIPI, Jakarta Selatan, Kamis (17/5).
Dia mengatakan masyarakat harus diberikan pemahaman bahwa aksi ini bukanlah rekayasa. Hal ini bagi Ali merupakan tantangan besar yang harus dilakukan bersama-sama. Seharusnya perspektif atau pola pikir masyarakat atas kejahatan luar biasa (extraordinary crime) terorisme sama atau seragam.
"Tantangan terbesar penanganan terorisme ialah adanya perspektif beragam dari masyarakat Indonesia. Masih ada yang mengatakan ini pengalihan isu, rekayasa, konspirasi, dan lain sebagainya," jelasnya.
"Mindset terhadap extraordinary crime terorisme ini menyedihkan. Bahkan para profesor, doktor, ada yang masih terkungkung pola pikir mereka bahwa apa yang terjadi di Indonesia adalah rekayasa, ada kepentingan politik dan lain-lain," sambungnya.
Perbedaan perspektif ini juga menjadi penghalang program deradikalisasi terhadap para napi teroris. Deradikalisasi berfungsi mengubah pola pikir radikal menjadi lebih moderat. Akar masalah terorisme tidak tunggal dan saling berkaitan dan penanganannya tak boleh tunggal dilihat dari faktor ideologi dan ekonomi. Tapi melibatkan faktor-faktor lain.
Deradikalisasi penting dilakukan bukan hanya kepada warga yang terpapar paham radikalisme dan mantan napi teroris, tapi juga orang-orang yang sudah terpapar paham radikalisme maupun ekstremisme.
"Bagi yang belum terpapar harus diberi pengetahuan bahwa terorisme itu berbahaya, bahwa terorisme ada. Bagi yang sudah (terpapar), tentu harus ada produk-produk dari pemerintah yang berbasis afirmasi diri. Mengubah mindset mereka, mengubah ideologi mereka dan yang terpenting bagaimana bisa menciptakan orang-orang ini yang dulu benci dengan polisi jadi cinta. Yang dulu menganggap polisi lawan, sekarang kawan," paparnya.
Ali Fauzi juga meminta kepada masyarakat di luar Islam agar jangan menggeneralisir semua muslim memiliki pemahaman agama yang sama dengan para teroris.
"Islam adalah agama toleran. Kelompok-kelompok toleran jauh lebih banyak dari kelompok-kelompok teroris. Terpenting ke depan bagaimana memahamkan masyarakat banyak bahwa aksi-aksi teroris bukan buatan polisi," jelasnya.
Baca juga:
Terduga teroris di Tangerang dikenal sebutan 'Mas Ganteng'
Ini pesan dan doa terakhir Ipda Auzar korban Teroris di Riau
Geledah rumah terduga teroris di Surabaya, Densus 88 amankan sebuah tas kertas
Jelang Asian Games, pemerintah minta bantuan masyarakat hapus kekhawatiran teror
Data Polda Jatim: 23 Terduga teroris ditangkap, empat di antaranya ditembak mati
Terobos TKP teroris dibekuk di Tangerang, perempuan misterius ambil 2 jaket