Balita bertarung melawan gizi buruk
Tangerang belum lepas dari persoalan gizi buruk balita. Ibarat jamur yang tumbuh di musim hujan. Selama kemiskinan dan minimnya pemahaman warga tentang kesehatan masih ada, maka persoalan tersebut masih akan terus muncul.
M. Ilham Febriansyah (2) semakin lincah, tubuhnya yang kecil tak mau diam. Dia aktif berlarian ke sana ke mari di dalam rumah sederhana milik neneknya di Jalan Bakti Jaya 5, kecamatan Setu, Tangerang Selatan.
Ilham memang baru dinyatakan sehat, atau naik ke kategori kurus (gizi kurang) setelah 3 bulan sebelumnya menyandang predikat kurus sekali (gizi buruk), karena berat badan tak sesuai dengan umurnya yang kala itu menginjak usia 22 bulan per Desember 2017.
-
Apa manfaat pelukan bagi kesehatan fisik anak? Dalam konteks ini, Dr. Bruce D. Perry, seorang ahli neurosains anak, mengungkapkan, "Ketika anak merasa nyaman dan aman melalui kontak fisik seperti pelukan, produksi kortisol dalam tubuhnya akan berkurang, sehingga ia lebih mampu mengatasi stres dan mengembangkan kepercayaan diri yang kuat."
-
Apa masalah kesehatan serius yang banyak dihadapi anak-anak Indonesia? Dokter spesialis anak divisi endokronologi dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K), mengungkapkan bahwa diabetes tipe 1 merupakan masalah serius yang paling umum dihadapi anak-anak Indonesia.
-
Mengapa menjaga kesehatan rambut penting untuk anak? Bagi anak-anak, rambut yang sehat sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kenyamanan dalam beraktivitas sehari-hari.
-
Mengapa penting menjaga kesehatan saluran cerna anak? Sederhananya, sistem saluran cerna ini memiliki peran untuk menjaga daya tahan si kecil. Yup, sekitar 70% sistem imun manusia sebenarnya berasal dari organ pencernaan, seperti usus.
-
Bagaimana cara ibu hamil anak kembar menjaga kesehatan? Dokter KSM Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. Med. Damar Prasmusinto, SpOG, Subsp.K.Fm, memberikan beberapa kiat penting untuk ibu yang mengandung anak kembar agar tetap sehat selama masa kehamilan.
-
Apa masalah kesehatan yang sering dialami oleh anak kuliah? Masalah utama yang sering dialami oleh anak kuliahan adalah pola makan yang tidak seimbang. Jadwal kuliah yang padat serta uang saku terbatas seringkali membuat mereka mengabaikan waktu makan atau memilih makanan cepat saji yang kurang sehat.
Padahal bayi pertama pasangan Wita Yulianti (18) dan Sahrul (20) ini, semenjak lahir tak menunjukkan gejala tak sehat.
Lahir secara normal dengan berat badan 2,7 kg dan panjang 47 cm pada 26 Februari 2016, Ilham terlihat sehat. Namun saja, Wita, Ibunya yang kala itu terbilang masih di bawah umur, mengaku tak mampu memberi banyak ASI sebagai satu-satunya sumber asupan sang buah hati.
Wita mengaku tak punya pilihan lain, memberikan asupan susu formula sebagai asupan pokok sang bayi.
"Susu ASI campur susu formula, memang dari awal ASI saya sedikit, enggak mau keluar. Tapi lebih banyak susu formula," bilangnya.
Selang beberapa bulan setelahnya, Wita pun memberi aneka macam makanan sesuai tahapan usia bayi yang dia tahu dari arahan orang tua dan mertua yang tinggal bersama. Mulai dari bubur nasi dan nasi dengan lauk seadanya coba disajikan buat si buah hati. Harapannya agar anak lelakinya itu kuat dan sehat.
Namun Ilham nampaknya tak terlalu lahap menyantap makanan yang Wita olah. Hampir bisa dibilang Ilham tak memiliki selera makan yang kuat. Lambat laut, menyusutkan tubuhnya hingga terlihat sangat kurus.
Sesekali, wanita tamatan SMP ini, hanya bisa pulang ke rumah orang tuanya, di Gunung Sindur, Bogor. Itupun tak banyak membawa perubahan fisik Ilham agar terlihat lebih berisi.
Tahu anaknya kurus, Wita dan sang suami yang sehari-hari berprofesi sebagai penjual sayur keliling, pasrah. Karena keluguannya, Wita menganggap kurusnya Ilham sebagai hal biasa, yang tak akan berdampak serius pada tumbuh kembangnya.
"Kalau kemampuannya waktu bayi normal, dari mulai bisa tengkurap, merangkak, duduk itu sesuai usia Dia (Ilham). Tapi memang jalannya agak lambat, sekarang lagi belajar ngoceh," kata Wita.
Untungnya ada kader kesehatan dari Posyandu setempat, yang melaporkan temuan tersebut, ke Puskesmas Bakti Jaya. Tepatnya di bulan Desember 2017, waktu itu, Ilham baru berusia 22 Bulan. Diketahui kader Posyandu, bahwa berat badannya tak sesuai dengan usianya.
Setelah dibujuk rayu dan diberikan pemahaman mengenai kesehatan Balita. Wita akhirnya mengerti dan mau menuruti nasihat kader kesehatan dari Puskesmas Bakti Jaya.
Dari pemahaman itu, perlahan dia mencoba mengaplikasikan untuk pola asuh dan pola asupan terhadap Ilham, dengan mengenalkan aneka makanan sehat dan sederhana yang coba dia buat sendiri.
"Rumah saya akhirnya didatangi orang dari puskesmas, dibilang anak saya gizi buruk, lalu saya diajarkan macam-macam. Intinya agar anak saya tak terlalu kurus, harus begini, dikasih makan ini, jangan kasih yang ini, Tadinya saya kira wajar saja, karena Ibunya juga kurus," terang Wita.
Istri dari Sahrul ini mengaku tak mengerti banyak soal cara yang benar mengasuh dan memberi makan anak Balitanya. Setiap harinya, Wita hanya berpikir untuk memberikan Ilham susu formula yang cukup dan masakan sebisa mertuanya mengolah masakan yang ada.
Lain cerita dengan Siti Fatihah, balita berusia 27 bulan ini pun mengalami kondisi serupa, namun karena tak ada yang mengasuhnya secara intensif, Siti Fatihah terpaksa mengikuti kegiatan harian sang Bunda yang setiap hari berjualan kue keliling kampung.
Jerat kemiskinan dan persoalan rumah tangga yang mendera Turinah (38), membuatnya semakin kuat. Dia berjuang seorang diri membesarkan ketiga anaknya, Aris Saputra (12), Suci Silviani (8) dan Siti Fatihah (2).
"Bapaknya sudah 2 tahun enggak pulang, saya dengar sudah menikah lagi," ucap dia ikhlas.
Demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, Turinah terpaksa berjualan kue keliling setiap pagi. Dari pukul 05.30 sampai pukul 11.00 WIB, dia lakoni.
Usahanya sebagai penjaja makanan pengganti sarapan sangat pas-pasan, baru sekedar mencukupi biaya sewa rumah dan kebutuhan hidup bersama tiga orang anaknya.
"Sehari paling ngantongin Rp 50 sampai Rp 60 ribu, sisanya setoran buat yang punya kue, itu saya ambil dari bos. Bayar kontrakan Rp 550 ribu sebulan, belum listrik dan lain-lain," kata dia.
Mirisnya jerat kemiskinan Ibu asal Brebes, Jawa Tengah ini membuat putri sulungnya terlantar, kalau bahasa halusnya disebut, kurang kasih sayang dan salah asuh.
Betapa tidak, Siti Fatihah, balita berusia 27 bulan itu sudah sejak berusia 4 bulan merasakan perihnya berjualan keliling kampung dengan sepeda yang dikayuh ibunya.
Panas hujan, bukan halangan buat Siti menemani sang Ibu berjualan. Hal ini dilakukan karena Turinah tak lagi memiliki pilihan, selain mengajak si Bungsu berjibaku di tengah terik dan guyuran hujan mengais rupiah.
"Keluarga saya harus makan, kakak-kakaknya juga harus sekolah. Saya tidak punya pilihan, kalau balik ke kampung mau ngapain juga. Jadi terpaksa Ini (Siti Fatihah) saya ajak berjualan," ucap dia.
Setiap hari, Siti yang baru genap berusia 27 bulan itu, tak lepas dari kain bercorak yang digunakan Turinah untuk menggendongnya.
Saat bayi-bayi lain masih terlelap, selepas Subuh, Siti di samping pundak Turina bergegas ke rumah pemilik kue untuk mengambil kue yang akan dipasarkan ke para pelanggan.
Selanjutnya, Turina bersama Siti keliling kampung, menjajakan makanan kecil yang dia bawa. "Macam-macam, ada lontong, gorengan, kue-kue kecil buat sarapan," katanya.
Saking sibuknya mememuhi harapan keluarganya, Turinah seakan lupa bahwa anak ketiganya yang masih balita juga perlu dicukupi asupan dan pengasuhannya dengan baik.
"Saya bukan sengaja biar orang-orang iba, karena enggak ada yang asuh. Mau enggak mau anak ini saya ajak berjualan," katanya.
Turina bukan tak mengetahui ada gangguan kesehatan serius yang dialami Siti, namun karena kemiskinan dan tuntutan hidup, dia seolah hanya bisa pasrah menghadapi sakit yang kerap menimpa Siti.
Sejak usia 6 bulan, Siti kala itu, harus mendapat pengobatan serius di rumah sakit. Akibat diare akut.
Sembuh dari sakit, pun tak ada pilihan bagi Turina, untuk bisa fokus hanya mengasuh Siti. Sampai usia 12 bulan Siti kembali masuk rumah sakit, kali itu, lantaran Siti mengalami demam tinggi dan penyakit campak yang dia derita.
Sampai petugas rumah sakit meminta Turina memeriksakan rutin Siti ke Posyandu. Tapi karena tak ada waktu dan sibuk dengan rutinitas jualannya, Turina seolah dipaksa tak punya kesempatan untuk memberi perhatian lebih terhadap kondisi si bungsu.
Sampai kemudian ada kewajiban vaksinasi Difteri, karena kader kesehatan Posyandu saat itu berkeliling dari rumah ke rumah. Sehingga terpaksa Turina mengajak anaknya periksa kesehatan setelah dirayu petugas.
"Sampai sekarang sudah 3 bulan Siti Fatihah diawasi petugas dari puskesmas, biasanya kalau saya lupa periksa, orang puskesmas yang datang ke rumah," ucap dia.
Selain makanan tambahan (PMT) yang diberikan rutin setiap bulan, pemeriksaan kesehatan dan berat badan Siti, Turina juga kerap mendapat wejangan dari pihak Puskesmas untuk mengatur kesehatan anak-anak terutama sang Bayi.
Kini Siti Fatihah, pun menunjukkan perkembangan fisiknya lebih baik, dari sebelumnya hanya seberat 5 kg pada usia 22 bulan kini menjadi 8,9 Kg di usianya ke-27 bulan.
Usaha Kader Kesehatan Puskesmas
Lia Leviyanti, ahli gizi yang mendamping Ilham dari Puskesmas Bhakti Jaya mengaku terus berusaha memotivasi sang orang tua dalam pengasuhan terhadap balitanya.
Dia berusaha terus menerus mengingatkan sang orang tua, untuk mencukupi makanan yang sehat dan bergizi bagi Ilham yang kini berusia 25 bulan.
Menurut dia, pasangan nikah muda ini, masih perlu pendampingan dan pemahaman yang mumpuni tentang tata cara pengasuhan anak.
"Perlu kesabaran, perlu motivasi. Kami tetap melihat pola asuh dan pola asupan. Karena orang tuanya masih sangat muda ada banyak faktor sehingga anak balitanya kurus seperti ini," kata dia.
Namun bersyukur, setelah 3 bulan dalam pantauan, Ilham bisa kembali ceria. Hingga saat ini sejak Desember 2017 lalu, Ilham mengaku mendapat PMT berupa biskuit, susu, vitamin A untuk memenuhi standar gizi seimbang bagi bayi.
Ilham, merupakan gambaran bagi pasangan yang baru menikah, untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi sang bayi. Patokanya bukan saja anak itu, terlihat rewel atau tidak rewel, tapi sebisa mungkin anak dikenalkan makanan sehat dan lengkap agar kelak dia menyukai makanan sehat.
"Semua unsur harus dikenalkan, justru di usia balita ini. Proteinnya lengkap, sayur, buah yang bervitamin. Hindari jajanan, atau instan seperti nugget, sosis, dan penggunaan penyedap rasa, sebisa mungkin masakan rumah yang bergizi," tutupnya.
Terpisah, Kristy dari Puskesmas Situ Gintung di Serua Ciputat, yang menangani Balita Siti Fatihah, pun berupaya mengarahkan Turina, sebagai orang tua tunggal dari tiga anaknya itu, untuk tetap mempedulikan kesehatan sang anak dengan pola asuh dan pemberian asupan yang sehat dan bergizi.
Minimal satu bulan sekali, Kristy ditemani petugas kesehatan yang ada mengecek langsung kesehatan bayi Siti Fatihah, yang menurutnya saat ini sudah menunjukkan adanya perbaikan, ditandai dengan adanya kenaikan berat badan sang bayi.
Dari intervensinya selama 3 bulan ini, Puskesmas menyatakan, kalau Siti Fatihah, mengalami gizi kurang karena pola asuh yang keliru. Dia memastikan, Siti Fatihah juga tak memiliki riwayat penyakit serius sehingga badannya tak berkembang baik.
"Bukan penyakit keturunan, karena memang orang tua tunggal, Ibunya harus mengurus tiga anaknya sambil mencari nafkah sendiri. Memang punya dua sisi, kalau Bayinya di tinggal di rumah, juga tidak ada yang mengasuh. Namun kalau diajak berjualan, ya seperti itulah kondisinya," bilang dia.
Perhatian lebih orang tua, keluarga dan lingkungan sekitar sangat diharapkan untuk membantu kemajuan tumbuh kembang anak-anak penerus generasi bangsa ini, di tangan merekalah kelak, Indonesia akan ditentukan nasibnya.
Semoga potret kemiskinan dan rendahnya pemahaman cara mengasuh dan mendidik anak, tak terus berulang dan menjadi cerita kelam bangsa ini.
Baca juga:
Presiden Jokowi akan deklarasi program nasional antistunting
Tahun ini, pemerintah janji tangani stunting di 100 kabupaten
Buka ratas, Jokowi minta dibuatkan rencana aksi turunkan stunting
Wapres JK ajak Ustaz Somad dan tokoh agama ikut bicara soal stunting
Aryo Djojohadikusumo: Dengan segala hormat pemerintah, keluhan rakyat itu soal gizi
Wapres JK sebut perlu ada terobosan baru untuk putus mata rantai stunting