Cerita Guntur Soekarno di Balik Penulisan Buku Bung Karno Bapakku, Kawanku, Guruku
Putra pertama Presiden Soekarno, Guntur Soekarno kembali meluncurkan buku bertajuk 'Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku'. Buku ini kembali dicetak untuk ketiga kalinya demi menjawab kegelisahan Guntur Soekarno terhadap gerakan desoekarnoisasi di era reformasi.
Putra pertama Presiden Soekarno, Guntur Soekarno kembali meluncurkan buku bertajuk 'Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku'. Buku ini kembali dicetak untuk ketiga kalinya demi menjawab kegelisahan Guntur Soekarno terhadap gerakan desoekarnoisasi di era reformasi.
Guntur yang akrab disapa Mas To menilai, saat ini ada kalangan yang masih terus berupaya melakukan desoekarnoisasi. Sehingga, Guntur mengungkapkan, perlu pengingat agar rakyat dan juga generasi muda tidak melupakan siapa itu Soekarno.
-
Kenapa Soekarno dipenjara di Jalan Banceuy? Di tahun 1929, orator ulung itu sempat ditawan Belanda karena gerakan pemberontakannya terhadap kolonialisme di Partai Nasional Indonesia (PNI).
-
Dimana Soekarno diasingkan? Penganan Pelite rupanya juga menjadi kue favorit Bung Karno saat berada dipengasingan di Kota Muntok sekitar tahun 1949.
-
Bagaimana reaksi Soekarno saat bertemu Kartika? Bung Karno yang mengetahui kedatangan istri dan putrinya, seketika mengulurkan tangan dan seolah-olah ingin mencapai tangan Kartika.
-
Kapan Soekarno diasingkan di Bengkulu? Masa pengasingan Soekarno mulai tahun 1938 sampai 1942 ini telah muncul jalinan asmara dengan Fatmawati setelah sang presiden aktif dalam kegiatan kepemudaan Bengkulu.
-
Apa yang dilakukan Soekarno untuk menyerap aspirasi warga Bandung? Menyandang gelar baru sebagai pemimpin partai dia mulai bergerilya, menjadwalkan mencari aspirasi dari kampung ke kampung.
-
Siapa saja yang dipenjara bersama Soekarno di Jalan Banceuy? Ia diculik pasukan kolonial dan dijebloskan ke sebuah penjara kuno di Jalan Banceuy, bersama tiga tokoh lain, yakni R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II PNI Bandung), dan Soepriadinata (Anggota PNI Bandung).
"Sekarang ini ada sebagian kalangan ingin melakukan desoekarnoisasi. Sehingga anak muda sekarang enggak jelas mengenai identitas politiknya, nasionalisme juga melempem, untuk itu, saya pikir perlu ada bacaan yang bisa menimbulkan itu," kata Guntur dalam diskusi virtual, Minggu (6/6).
Menurutnya, Indonesia saat ini sangat memerlukan adanya indoktrinasi untuk pembinaan watak dan jiwa bangsa. Indoktrinasi ini telah dihapuskan pada era orde baru. Dan seharusnya di era reformasi, pembinaan watak dan jiwa bangsa diselenggarakan.
"Jadi jiwa dulu yang dibangun. Watak yang dibangun. Dengan begitu, secara otomatis rasa patriotisme, nasionalisme, pengenalan pada pahlawan akan timbul, jadi inget lagi. Siapa Pangeran Diponegoro? Siapa Gatot Soebroto," ujarnya.
Dalam buku ini, dia mencoba mengenalkan sosok Soekarno dengan cara paling sederhana. Guntur menuliskan semua pengalaman dirinya dengan Soekarno, sebagai seorang anak, kawan dan murid.
"Saya itu menulis artikel enggak pakai referensi, hanya dengan ingatan saja. Apa yang diingat saja, berdasarkan pengalaman, jadi bentuk artikelnya semacam, Bung Karno ngomong apa saya jawab apa. Jadi tanya jawab," terangnya.
Mencegah Diberedel di Orde Baru
Dia menceritakan, buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1977. Kala itu, orde baru terus melakukan desoekarnoisasi secara masif kepada rakyat dan generasi muda. Dan untuk mencegah hal tersebut terjadi, Guntur menilai, menulis adalah salah satu cara agar ingatan rakyat terhadap sosok Soekarno tidak hilang.
"Kemudian saya berpikir bagaimana ya caranya? Satu satunya jalan, kan saya bukan orang partai, satu satunya jalan tulisan. Kalau tulisan kan pertanyaannya mau dimuat di mana? Nah kebetulan ada koran minggu namanya Simponi, mereka berani muat tulisan tentang Bung Karno," katanya.
Agar pemerintahan orde baru tidak mengetahuinya, Guntur memutuskan menulis artikel tentang Soekarno dari sisi human interest. Sebab Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soeharto kerap melakukan pemberedelan terhadap karya sastra, salah satunya milik Pramoedya Ananta Toer.
Setelah terbit secara berkala di koran mingguan, tulisan tersebut akan dirangkum untuk menjadi buku. Untuk lebih amannya, Guntur mengajukan izin kepada pihak kepolisian. Harapannya pemerintahan orde baru tidak memberedel buku tersebut.
"Saya minta ke Polda, saya minta izin menerbitkan kumpulan dari artikel yang udah diterbitkan Simponi, kalau dikumpulkan harusnya tidak ada masalah, jadi saya minta izin dan diberikan. Dan akhirnya buku itu terbit dan laris terjual," jelasnya.
Dalam buku yang sudah dicetak sebanyak tiga kali, pertama pada tahun 1970, cetakan kedua pada 2012 ini banyak menceritakan sudut pandang Bung Karno yang humanis. Mas To selaku penulis mampu merakam sosok Bung Karno bagaimana menjadi seorang bapak, kawan, hingga guru yang membimbing anak-anaknya.
Baca juga:
Cerita Ahok Selama Ditahan di Mako Brimob Ditemani Buku Karangan Guntur
Melihat Patung Bung Karno Menunggangi Kuda di Kementerian Pertahanan
Resmikan Patung Bung Karno, Megawati Sebut Prabowo Sebagai Sahabat
Prabowo Ungkap Alasan Pembuatan Patung Bung Karno Menunggang Kuda di Kompleks Kemhan
Ditemani Prananda, Megawati Resmikan Patung Bung Karno di Kemhan Bareng Prabowo
Pagi Ini, Megawati dan Prabowo Resmikan Patung Bung Karno di Gedung Kemhan