Deretan Pimpinan KPK Era Firli Bahuri Terjerat Kasus Etik
Hasil proses etik bahkan menyatakan mereka terbukti melanggar etik. Namun ada juga yang berhasil lolos saat sidang etik yang digelar oleh Dewas.
Terbaru, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron yang saat ini harus berurusan dengan Dewas
Deretan Pimpinan KPK Era Firli Bahuri Terjerat Kasus Etik
Jajaran Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menjadi sorotan. Khususnya di bawah kepimpinan Firli Bahuri.
Beberapa di antara mereka ada yang harus berurusan dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK lantaran diduga telah melanggar etik.
Hasil proses etik bahkan menyatakan mereka terbukti melanggar etik. Namun ada juga yang berhasil lolos saat sidang etik yang digelar oleh Dewas.
- IM57 Minta Pansel Diskualifikasi Nurul Ghufron dari Seleksi Capim KPK Usai Disanksi Etik
- VIDEO: Dewas KPK Emosi, Nurul Ghufron Terbukti Salah Tapi Tak Mau Dijatuhi Sanksi
- KPK soal Nurul Ghufron Laporkan Dewas ke Mabes Polri: Putusan Pribadi
- Begini Persiapan Pimpinan KPK Jalani Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik di Dewas
Nurul Ghufron
Teranyar, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron yang saat ini harus berurusan dengan Dewas. Dia diduga melakukan penyalahgunaan jabatannya.
Ghufron dilaporkan ke Dewas karena dianggap telah membantu salah seorang kenalannya yang merupakan ASN di Kementrian Pertanian (Kementan) agar di mutasikan dari pusat ke daerah.
Dalam laporan yang sama, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga turut dilaporkan juga.
"Ada dua, NG (Nurul Ghufron) sama AM (Alexander Marwata). Tapi ini baru pengaduan, baru, diklarifikasi belum tentu juga benar," ujar anggota Dewas KPK, Albertina Ho.
Hanya saja, dalam dugaan pelanggaran etik itu, hanya Ghufron saja yang disidangkan.
"Yang disidangkan Pak NG," ujar dia.
Albertina berharap publik tidak langsung mengambil kesimpulan soal pengaduan yang dilayangkan, karena aduan tersebut masih harus diklarifikasi terlebih dulu.
Meski tidak menjelaskan secara rinci, Albertina mengungkapkan bahwa pengaduan tersebut dibuat atas dugaan menggunakan pengaruh pada jabatannya.
Firli Bahuri
Kasus pimpinan KPK dilaporkan ke Dewas yang satu ini membuat heboh sejarah lembaga antirasuah. Bagaimana tidak, eks Ketua KPK Firli Bahuri tebrukti telah melanggar etik karena telah Melaka pertemuan dengan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Pertemuan itu semulanya viral di media dimana SYL dengan Firli yang tengah asyik mengobrol di di Gelanggang Olahraga (GOR) Tangki, Jakarta Barat, sekitar Maret 2022.
Padahal saat itu, penyidik KPK tengah menyelidiki dugaan kasus korupsi di lingkungan Kementan.
Atas kasus itu, purnawirawan jenderal polisi bintang tiga itu dilaporkan ke Dewas atas dugaan pelanggaran etik.
Hasil dari sidang etik itu pun memutuskan, Firli Bahuri dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku bertemu dengan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo yang pada saat itu sedang berperkara di KPK.
"Menyatakan Terperiksa saudara Firli Bahuri telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yaitu melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK," kata ketua Dewas KPK
Selain itu, Firli juga tidak melaporkan kepada pimpinan KPK lainnya perihal pertemuan dengan SYL kala itu. Pertemuan itu pun dianggap oleh Tumpak adanya kepentingan tertentu.
Atas tindakannya, Firli dijatuhkan sanksi untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada Terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," tegas Tumpak.
"Mengumumkan putusan ini pada media jaringan milik Komisi yang hanya dapat diakses oleh Insan Komisi dan/atau lainnya sesuai peraturan Dewan Pengawas tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku," tambahnya
Alexander Dilaporkan Atas Polemik Kasus Kepala Basarnas
Wakil ketua KPK selanjutnya yakni, Alexander Marwata yang sempat dilaporkan hal serupa dengan jajarannya terkait membantu memutasi ASN Kementan. Namun ada juga kasus lainnya yakni pada saat penanganan kasus korupsi Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi.
Alex dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) buntut polemik dalam penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Salah satu tindakan di luar prosedur dilakukan Alexander Marwata lantaran dalam mengumumkan Henri Alfiandi sebagai tersangka tanpa adanya surat perintah penyidikan (sprindik) terlebih dahulu.
"Jadi seseorang bisa ditetapkan sebagai tersangka itu apabila tahap penanganan perkara sudah tahap penyidikan, tidak bisa dilakukan tanpa adanya sprindik itu, karena itu melanggar hak asasi manusia," kata kuasa hukum MAKI Kurniawa Adi.
Alexander Marwata Tidak Koordinasi dengan Puspom TNI Terkait Penetapan Tersangka Kepala Basarnas
Pelanggaran lain diduga dilakukan Alexander Marwata, menurut Adi, tidak ada koordinasi yang baik dengan Puspom TNI dalam menangani kasus ini.
Menurut Adi, seharusnya sejak awal KPK membuat tim koneksitas dengan Puspom TNI saat mengetahui adanya prajurit TNI aktif yang terlibat.
"Kemudian kedua, kita melihat bahwa seharusnya KPK berkoordinasi dan membentuk tim koneksitas sebelum Marsda HA ditetapkan sebagai tersangka. Itu poin utama yang kami laporkan ke Dewas terhadap bapak Alexander Marwata" kata dia.
Johanis Tanak Dilaporkan Oleh ICW
Wakil Ketua KPK, juga sempat dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Dewan Pengawas KPK lantaran berkomunikasi dengan Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Idris Froyoto Sihite.
Hanya saja, pada saat sidang etik digelar oleh Dewas KPK, Tanak berhasil lolos dari sanksi yang menunggunya.
Ketua Majelis Etik Harjono menyatakan Johanis Tanak tak terbukti melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf j dan Pasal 4 ayat (2) huruf a dan b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku
КРК.
"Menyatakan Terperiksa Sudara Johanis Tanak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku," ujar Harjono dalam sidang putusan etik.
"Memulihkan hak terperiksa Johanis Tanak dalam kemampuan serta harkat dan martabatnya dalam keadaan semula," lanjut Harjono.
Meski demikian semoat dinyatakan lolos, Dewas KPK menemukan dugaan pelanggaran etik lainnya berkaitan dengan hal tersebut. Dewas pun menyatakan akan melanjutkannya ke sidang etik.
Dugaan pelanggaran etik Johanis Tanak lantaran diduga menghapus isi chat antara dirinya dengan Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Idris Froyoto Sihite.
Dalam komunikasi terselip kalimat 'bisalah kita cari duit'. Terkait dengan komunikasi tersebut, Johanis tak menampik percakapan tersebut terjadi pada Oktober 2022.
Johanis menyebut dirinya bersahabat dengan Idris Sihite dan pernah sama-sama bekerja di Kejaksaan Agung (Kejagung).
Johanis mengklaim, tidak ada konteks pembicaraan negatif dengan Idris, yang saat ini juga sempat menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM.
Lili Pintauli Atas Kasus Gratifikasi Nonton MotoGp Di Mandalika
Pimpinan KPK yang satu ini sempat membuat geger setelah kedapatan nonton ajang balap motor MotoGP di Mandalika. Dia adalah mantan wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar.
Dia dilaporkan ke Dewas karena dianggap melanggar kode etik insan KPK lantaran diduga menerima gratifikasi saat menonton ajang MotoGP Mandalika. Lili diduga menerima gratifikasi dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Ya benar ada pengaduan terhadap Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar)," ujar anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).
Haris mengatakan pihaknya saat ini tengah mempelajari pengaduan tersebut sesuai prosedur operasional yang berlaku di Dewas KPK. Namun Haris belum bersedia menjelaskan lebih lanjut soal substansi laporan tersebut.