Divonis 1,5 tahun bui, terdakwa penodaan agama di Tanjung Balai menangis
Meiliana (44) tak berhenti menangis setelah dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Dia dihukum setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama yang memicu kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai, Sumut, dua tahun lalu.
Meiliana (44) tak berhenti menangis setelah dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Dia dihukum setelah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama yang memicu kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai, Sumut, dua tahun lalu.
Hukuman terhadap Meiliana dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (21/8). Majelis menyatakan perempuan itu telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 156A KUHPidana.
-
Kenapa Diana Nasution pindah agama? Menikah beda anggama hingga tahun 1999, akhirnya Diana memutuskan untuk pindah agama mengikuti kepercayaan sang suami.
-
Kapan Pondok Pesantren Langitan didirikan? Jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1852, Kiai Muhammad Nur mendirikan pondok pesantren di Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban.
-
Mengapa Stupa Sumberawan penting? Stupa melambangkan nirbana (kebebasan) yang merupakan dasar utama dari seluruh rasa dharma yang diajarkan Guru Agung Buddha Gautama. Nirbana juga menjadi tujuan setiap umat Buddha.
-
Kapan Ganjar Pranowo mengunjungi Pondok Pesantren di Tegal? Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Ma'Hadut Tholabah, Tegal, Jawa Tengah, Kamis (11/1/2024).
-
Apa pesan penting dari Pendiri Masjid Agung Sumenep terkait pelestarian masjid? Pendiri masjid itu meminta sekretaris kerajaan membuat prasasti yang berisi kewajiban bagi penguasa dan pengurusmasjid menjaga kelestarian masjid, dan tidak merusak serta menjual masjid tersebut.
-
Di mana letak Masjid Agung Banten? Masjid Agung Banten menjadi destinasi religi utama yang ada di provinsi tersebut.
"Menyatakan terdakwa Meliana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Menjatuhkan kepada terdakwa pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan," kata Wahyu.
Mendengar putusan majelis hakim, Meiliana menangis. Dia berulang kali menyeka air matanya dengan sapu tangan merah jambu.
Menyikapi putusan majelis hakim, Meiliana dan pengacaranya menyatakan akan menempuh upaya banding. Di sisi lain, JPU masih pikir-pikir. “Kami akan menggunakan waktu 7 hari untuk pikir-pikir,” ucap JPU Anggia Sinaga.
Putusan majelis hakim sama dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Tanjung Balai juga meminta agar Meiliana dihukum 1 tahun 6 bulan penjara.
Dalam perkara ini, Meiliana terbukti telah melakukan penodaan terhadap agama Islam yang kemudian memicu peristiwa kerusuhan SARA di Tanjung Balai sekitar 2 tahun lalu. Perkara ini bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjung Balai, Jumat (22/7/2016) pagi. Dia berkata kepada tetangganya,
"Kak tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid itu kak, sakit kupingku, ribut” sambil menggerakkan tangan kanannya ke kuping kanan.
Permintaan Meiliana disampaikan ke BKM Al Makhsum. Jumat (29/7/2016) sekitar 19.00 Wib, pengurus masjid mendatangi kediamannya dan mempertanyakan permintaan perempuan itu.
"Ya lah, kecilkanlah suara masjid itu ya, bising telinga saya, pekak mendengar itu," jawab Meiliana.
Sempat juga terjadi adu argumen ketika itu. Setelah pengurus masjid kembali untuk melaksanakan salat isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf.
Namun kejadian itu terlanjur menjadi perbincangan warga. Masyarakat menjadi ramai.
Sekitar pukul 21.00 Wib, kepala lingkungan membawa Meiliana ke kantor kelurahan setempat. Sekitar pukul 23.00 Wib, warga semakin ramai dan berteriak.
Bukan hanya itu, warga mulai melempari rumah Meiliana. Kejadian itu pun meluas. Massa mengamuk membakar serta merusak sejumlah vihara dan klenteng serta sejumlah kendaraan di kota itu.
Peristiwa itu pun masuk ke ranah hukum. Meiliana dilaporkan ke polisi. Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana.
Penyidik kemudian menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Sekitar 2 tahun berselang, JPU menahan perempuan itu di Rutan Tanjung Gusta Medan sejak 30 Mei 2018.
(mdk/noe)