DPR Didorong Bentuk Pansus Selesaikan Skandal Impor Beras Bulog Rp2,7 Triliun
DPR didesak untuk membuat pansus untuk menyelesaikan skandal impor beras bulog
- DPR Bakal Panggil Direksi Perum Bulog soal Dugaan Mark Up Impor Beras
- DPR Diminta Bentuk Pansus Impor Beras Agar Tata Kelola Pangan Berpihak ke Rakyat
- Anggota Komisi IV DPR soal Dorongan Pansus Skandal Impor Beras Bulog: Bisa Perbaiki Tata Kelola Pangan
- DPD Bentuk Pansus Pemilu Dinilai Langgar UU MD3
DPR Didorong Bentuk Pansus Selesaikan Skandal Impor Beras Bulog Rp2,7 Triliun
Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas mendorong Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait dengan skandal mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
“Saya mendukung dibentuknya Pansus oleh DPR untuk melakukan pendalaman terkait dengan proses dan penetapan kuota impor beras Bulog,” jelas Fernando, Jumat,(5/7/2024).
Fernando menegaskan, pembentukan Pansus di DPR terkait dengan skandal impor beras juga diperlukan untuk memperbaiki tata kelola sektor pertanian RI. Fernando ingin agar negara ke depan dapat lebih berpihak pada petani.
“Jangan sampai negara hanya mengandalkan impor dan tidak melibatkan petani difasilitasi untuk menjaga ketersediaan pangan dalam negeri,” ujar Fernando.
Fernando mengaku tidak ingin ada segelintir pihak yang dengan sengaja menikmati kebijakan impor beras tersebut. Sehingga, kata dia, wajar bila Pansus diperlukan guna mengorek dan mendalami skandal impor beras tersebut.
“Jangan-jangan ada pihak tertentu yang memang sangat menikmati kebijakan impor beras,” tandas Fernando.
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pelaporan ini buntut dari keterlambatan bongkar muat impor beras seberat 2,2 juta ton sehingga menyebabkan denda atau demurage di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal itu, Bayu Krisnamurthi mengatakan dalam kondisi tertentu, demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan sebagai bagian dari risiko handling komoditas impor.
"Jadi misalnya dijadwalkan 5 hari, menjadi 7 hari. Mungkin karena hujan, arus pelabuhan penuh, buruhnya tidak ada karena hari libur, dan sebagainya," ujar Bayu.
Bayu menilai dalam mitigasi risiko importasi, demurrage merupakan biaya yang sudah harus diperhitungkan sekaligus bagian dari konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor.
"Kami selalu berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari biaya yang masuk dalam perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengeskpor," jelas Bayu.