DPR ingin pemenuhan hak korban diatur dalam UU Terorisme
DPR ingin pemenuhan hak korban diatur dalam UU Terorisme. Ketua Pansus M Syafii mengatakan pemenuhan hak korban merupakan upaya mencegah reproduksi terorisme. Dengan poin ini pansus mendorong pemerintah ikut bertanggungjawab membantu korban teroris baik dari sisi medis, psikologis hingga kompensasi.
Panitia khusus revisi Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menggelar rapat membahas pemenuhan hak-hak korban teroris. Ketua Pansus M Syafii mengatakan pemenuhan hak korban merupakan upaya mencegah reproduksi terorisme.
Pemenuhan hak korban merupakan poin dan terobosan baru yang tidak ada di UU Terorisme sebelumnya atau dalam rancangan UU yang diajukan pemerintah. Poin ini merupakan inisiatif pansus.
-
Kapan trem di Jakarta dihentikan? Operasional trem kemudian dihentikan pada 1959.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kapan UTBK dilakukan? Setiap pelajar yang yang mendaftar jalur SNBT harus mengikuti UTBK untuk menentukan lolos atau tidak di PTN pilihannya.
-
Kapan Kota Tua Jakarta didirikan? Sejarah Kota Tua Jakarta berawal pada 1526, ketika Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak, menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan milik dari Kerajaan Pajajaran.
-
Bagaimana prajurit Mataram akhirnya berjualan di Jakarta? Meskipun kalah perang, para prajurit yang kalah justru mulai berjualan di Jakarta dengan dua menu yaitu telur asin dan orek tempe.
-
Di mana UNU Yogyakarta dibangun? Kampus UNU berdiri di lahan 7.478 meter persegi, dan mampu menampung 3.774 mahasiswa dan 151 dosen.
"Kami masih serius membahas hak-hak korban karena terkait pelaku sudah selesai. Untuk mencegah reproduksi teroris, pemerintah harus hadir terhadap korban-korban," kata Syafii di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/9).
Dengan poin ini pansus mendorong pemerintah ikut bertanggungjawab membantu korban teroris baik dari sisi medis, psikologis hingga kompensasi.
"Lalu definisi korban mengalami perkembangan yaitu korban tidak langsung dan langsung. Korban langsung adalah korban di lokasi kejadian dan korban tidak langsung adalah keluarga yang menjadi tanggungan korban," terangnya.
Pemberian kompensasi dilakukan dengan beberapa cara. Misalnya, jika pelaku masih hidup maka dimintai restitusi. Pelaku yang tidak mampu membayar restitusi maka selain menjalankan hukuman pokok, juga ditambah dari restitusi agar memberikan efek jera.
"Ketika tidak membayar restitusi maka negara harus bayar kompensasi sebesar yang diderita korban. Kompensasi itu diajukan korban untuk ahli warisnya," jelasnya.
Sedangkan untuk kompensasi yang didapat korban teroris, bisa secara langsung ataupun diwakili pihak keluarganya. Pihaknya juga membahas mekanisme pemberian kompensasi kepada korban terorisme. Pertama, jika pelaku teror tewas, maka usulan pemberian kompensasi kepada korban akan dibawa ke pengadilan untuk langsung diputuskan.
Kedua, apabila pelaku teroris masih hidup dan perkaranya disidangkan di pengadilan, maka pemberian hak korban harus menunggu kasus tersebut sampai berkekuatan hukum tetap.
Lebih lanjut, status seorang sebagai korban diajukan oleh lembaga negara yang bertugas melindungi korban seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).
(mdk/noe)