Edward Tannur Bakal Diperiksa Terkait Kasus Suap Hakim PN Surabaya
Kejagung memberikan kesempatan untuk menyelidiki Edward Tannur, ayah dari Gregorius Ronald Tannur, terkait dugaan suap.
Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan kesempatan untuk memeriksa Edward Tannur, ayah dari Gregorius Ronald Tannur, terkait kasus dugaan suap yang berhubungan dengan vonis bebas atas kasus penganiayaan berat yang menimpa anaknya.
Ronald Tannur merupakan terdakwa dalam kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti (29 tahun). Dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Ronald dinyatakan bebas oleh majelis hakim.
- Kasus Ronald Tannur Berujung OTT Kejagung Terhadap Tiga Hakim PN Surabaya
- Rekam Jejak 3 Hakim yang Vonis Bebas Anak Eks Anggota DPR, Gregorius Ronald Tannur
- Keluarga Dini Kecewa Ronald Tannur Divonis Bebas: Tuhan akan Membalas yang Dilakukan Hakim PN Surabaya
- Sidang Perdana Perkara Pembunuhan Dini Sera Afriyanti, Anak Eks Anggota DPR Dijerat Pasal Berlapis
Menyusul itu, tim penyidik mempertanyakan apakah Edward Tannur akan diperiksa setelah ibunda Ronald, Meirizka Widjaja (MW), ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap hakim untuk membebaskan anaknya.
"Jadi, MW sudah ditetapkan menjadi tersangka. Kemudian, nanti akan didalami lagi apakah ada pihak lain yang terlibat. Saya sampaikan sekali lagi, siapa pun yang terkait dengan perkara korupsi ini nanti akan dimintai keterangan," ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, pada Senin malam (4/11).
Qohar menekankan bahwa dalam proses penyelidikan tersebut, pihaknya akan menyelidiki sejauh mana keterlibatan pihak-pihak yang diduga terlibat, termasuk Edward Tannur.
Qohar menambahkan bahwa tidak menutup kemungkinan dalam kasus ini, jika ada cukup bukti, orang-orang yang terbukti melakukan tindakan pidana akan dimintai pertanggungjawaban.
"Berdasarkan informasi yang ada, Edward Tannur, yang merupakan anggota DPR nonaktif, mengetahui tentang tindakan suap yang dilakukan oleh istrinya, Meirizka Widjaja, bersama pengacara Ronald Tannur yang dikenal dengan inisial LR," terang Qohar.
Namun, Edward Tannur tidak mengetahui jumlah uang yang diserahkan istrinya kepada LR.
"Dia tidak mengetahui jumlahnya karena tampaknya yang bersangkutan adalah seorang pengusaha dan jarang berada di Surabaya," pungkas Qohar.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah resmi menetapkan Meirizka Widjaja (MW), yang merupakan ibu dari Ronald Tannur, sebagai tersangka dan menahannya. Ia diduga telah mengeluarkan dana sebesar Rp3,5 miliar untuk menyuap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya agar anaknya dibebaskan dari vonis dalam kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Meirizka memiliki hubungan lama dengan kuasa hukum Ronald Tannur, yaitu Lisa Rahmat (LS).
Qohar menjelaskan, "Selama persidangan di PN Surabaya, MW telah memberikan uang sebesar Rp1,5 miliar kepada LR secara bertahap. LR juga menanggung sebagian dari biaya pengurusan perkara hingga mencapai total Rp2 miliar."
Dengan demikian, total uang yang diserahkan oleh Meirizka Widjaja mencapai Rp3,5 miliar. Menurut Qohar, terdapat kesepakatan antara Meirizka dan Lisa Rahmat untuk memanipulasi putusan hakim di PN Surabaya, di mana ibu Ronald Tannur itu berkomitmen untuk menyiapkan semua biaya yang diperlukan.
Qohar menambahkan, "Setiap kali LR meminta dana untuk pengurusan perkara, selalu ada persetujuan dari MW." Untuk kepentingan penyidikan, Meirizka Widjaja langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Klas I Surabaya Cabang Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. "Penahanan ini dilakukan untuk memudahkan proses penyidikan," tegas Qohar.
Sebelumnya, pihaknya telah melakukan pemeriksaan intensif terhadap Meirizka di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) terkait kasus suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur.
Qohar juga menyatakan, "Setelah memeriksa saksi MW, penyidik menemukan cukup bukti adanya tindak pidana korupsi berupa suap dan/atau gratifikasi yang dilakukan oleh MW, sehingga statusnya ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka."
Hal ini menunjukkan betapa seriusnya kasus ini dan komitmen Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti setiap indikasi korupsi yang terjadi.