Gus Dur, Rhoma, MUI, dan goyang 'ngebor' Inul
"Masyarakat sebaiknya memberi peluang, penilaian secara jujur dan apa adanya sebelum menjatuhkan vonis," kata Gus Dur.
Anda tentu ingat dengan kasus perseteruan antara Inul Daratista Vs Rhoma Irama pada 2003 silam. Aksi goyang "ngebor" yang menjadi ciri khas Inul menuai pro dan kontra, ada yang tetap memuji, ada pula yang menghujat habis-habisan. Rhoma, termasuk yang menghujat, dan menyerukan kepada televisi untuk memboikot Inul.
Saat itu Rhoma, yang kini menjadi capres PKB (partai yang didirikan Gus Dur) menghimpun sejumlah artis yang tergabung dalam Paguyuban Artis Musik Melayu Indonesia (PAMMI) menyerukan agar stasiun televisi memboikot Inul. Dia menilai goyang "ngebor" telah melanggar batas kewajaran serta dianggap merusak moral bangsa.
Bukan hanya Rhoma, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga turut mendesak stasiun televisi untuk mencekal Inul. KH Ma’ruf Amin, yang ketika itu ketua Komisi Fatwa MUI berkomentar, "kalau goyang biasa yang berpengaruh (syahwat) saja haram, apalagi goyang semacam itu. Bukan hanya haram, tapi juga berbahaya."
Nah, di tengah kisruh kasus goyang "ngebor" itulah Gus Dur tampil membela Inul. Dia membela penyanyi yang mengawali karir dari panggung ke panggung itu tanpa menghiraukan hujatan dan kritikan dari berbagai pihak.
Seperti yang dituturkan oleh Imanulhaq dalam bukunya: "Fatwa Dan Canda Gusdur", waktu itu Kang Maman, demikian dia akrab disapa, bertanya kepada Gus Dur tentang alasan membela Inul. Gus Dur menjawab, "masyarakat sebaiknya memberikan peluang dan penilaian secara jujur dan apa adanya sebelum menjatuhkan vonis," katanya.
Penilaian jujur yang dimaksud Gus Dur adalah melepaskan dari berbagai tendensi kepentingan, baik kepentingan politik, ekonomi, agama, dan sebagainya. Dengan kata lain, Gus Dur menyerahkan "vonis" pencekalan Inul kepada masyarakat.
Topik pilihan: PKB | PBNU
"Jika suka, silakan lanjutkan dan jika tak suka, silakan pindahkan channel televisi kita, dan Inul akan tamat dengan sendirinya tanpa dicekal," kata Gus Dur kepada Maman.
-
Siapa yang disebut Gus Dur sebagai wali? Di mata Gus Dur sendiri, Kiai Faqih adalah seorang wali. “Namun, kewalian beliau bukan lewat thariqat atau tasawuf, justru karena kedalaman ilmu fiqhnya,” kata Gus Dur
-
Bagaimana Gus Dur mengubah namanya? Nama asli beliau, Abdurrahman Ad-Dakhil, diberikan oleh ayahnya, KH. Wahid Hasyim, dengan harapan agar Gus Dur kelak memiliki keberanian seperti Abdurrahman Ad-Dakhil, pemimpin pertama dinasti Umayyah di Andalusia. Namun, nama Ad-Dakhil kemudian diganti dengan "Wahid," yang diambil dari nama ayahnya.
-
Mengapa Gus Dur disebut sebagai Bapak Pluralisme? Kedekatan Gus Dur dengan masyarakat minoritas dan orang-orang terpinggirkan, membuatnya dikenal sebagai sosok yang plural dan menghargai semua perbedaan. Hal ini yang kemudian Gus Dur dijuluki sebagai Bapak Pluralisme Indonesia.
-
Apa saja yang dilakukan Gus Dur untuk menunjukkan toleransi dalam kehidupan berbangsa? Pasalnya beliau selama hidup selalu menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa.
-
Bagaimana Gus Dur menanamkan nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa? Pasalnya beliau selama hidup selalu menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa.
-
Di mana Gua Suran berada? Di Kecamatan Jatinom, Klaten, terdapat sebuah gua yang oleh penduduk setempat dinamakan Gua Suran.
Namun demikian, Gus Dur bukannya tidak menceramahi Inul. Seperti dikutip dari laman situs www.gusdur.net, dalam suatu kesempatan, Gus Dur pernah menasihati Inul agar menabung uang hasil menyanyi dan menyisihkan hartanya bagi kemanfaatan orang lain.
Selain itu, Gus Dur juga meminta Inul yang bernama asli Ainur Rokhimah, itu sekali-kali menyanyikan lagu kasidah. "Jangan Dangdut saja."
Ketika Gus Dur meninggal, Inul menjadi salah satu artis paling sedih. Dia menyesal karena belum sempat menjenguk almarhum, hingga ajal menjemputnya. Inul menganggap Gus Dur bukan hanya ulama, melainkan sudah dia anggap sebagai ayahnya sendiri.
"Bagi saya beliau sosok ulama bukan presiden, beliau bagi saya kiai. Aku melihat beliau saya anggap bapak sendiri, dia melindungi saya di Jakarta saat saya jadi fenomena dulu, dia bilang 'jangan takut selagi kamu benar.' Itu sampai saat ini saya bisa berdiri tegar menghadapi apapun juga," ujarnya.
Baca juga:
'Jug ijag ijug', humor Gus Dur naik kereta
Isu dan kasus-kasus ini pernah goyang pemerintahan Gus Dur
5 Kiai 'Khos' di sekeliling Gus Dur
Gus Dur jadi presiden ketika NKRI nyaris pecah
Humor Gus Dur: Menteri tak berpengalaman