Ketua Majelis Hakim Dirawat di Rumah Sakit, Sidang Eksepsi Syahrul Yasin Limpo Ditunda
Sidang kemudian bakal kembali digulir dengan agenda yang sama pada pekan depan.
Sidang kemudian bakal kembali digulir dengan agenda yang sama pada pekan depan.
- Hukuman Diperberat, SYL Tunggu Bukti Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Baru Ambil Langkah Hukum
- Usai Memvonis 10 Tahun Bui, Hakim Ungkit Urunan Pegawai Kementan untuk Biayai Kehidupan Keluarga SYL
- Ragam Alasan SYL Minta Dibebaskan dari Tuntutan: Sudah Uzur hingga Kesehatan Istri
- SYL Didakwa Lakukan Pemerasan ke Anak Buah hingga Rp44,5 M & Terima Gratifikasi Rp40,6 M
Ketua Majelis Hakim Dirawat di Rumah Sakit, Sidang Eksepsi Syahrul Yasin Limpo Ditunda
Majelis hakim yang menangani perkara kasus korupsi mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL), Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyono menunda proses sidang.
Hal tersebut disampaikan hakim anggota, Fahzal Hendri pada saat sidang dibuka.
Fahzal menjelaskan sidang ditunda terlebih dahulu sehubungan dengan ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh yang sedang sakit. Semestinya pada sidang diagendakan untuk mendengarkan eksepsi atau bantahan SYL dkk atas dakwaan dari Jaksa KPK.
"Oleh karena ini ketua majelisnya, Pak Rianto Adam Pontoh sakit pak, sekarang sedang terkapar di rumah sakit, lagi dirawat. Mudah mudahan beliau cepat sehat," kata Fahzal di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/3).
Berdasarkan kesepakatan hakim anggota lainnya, Fahzal mengatakan, sidang kemudian bakal kembali digulir dengan agenda yang sama pada pekan depan.
"Diperintahkan kepada penuntut umum untuk mengahdirkan lagi para terdakwa ke persidangan ini pada persidangan berikutnya, karena Terdakwa ditahan maka terdakwa tetap berada dalam tahanan," ujar Fahzal.
Sebagaimana diketahui, SYL didakwa telah melakukan pemerasan terhadap anak buahnya sebesar Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023 dan menerima suap sebanyak Rp40 miliar perihal gratifikasi jabatan.
"Terdakwa selaku Menteri Pertanian RI periode tahun 2019 sampai 2023 meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, yaitu dari anggaran Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementerian RI sejumlah total Rp44.546.079.044," tutur Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/2).
SYL disebut bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, melakukan tindak pidana tersebut.
SYL ditengarai mengumpulkan dan memerintahkan Imam Mujahidin Fahmid selaku Staf Khusus, Kasdi, Hatta, dan Panji Harjanto selaku ajudan untuk mengumpulkan uang patungan atau sharing dari para pejabat eselon I di Kementan RI. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarga.
Selain itu, SYL menyampaikan ada jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI.
"Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawahnya apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa tersebut, maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di-non job-kan oleh terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," jelas jaksa KPK.
Dalam perkara pemerasan ini, SYL disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Atas perkara gratifikasi tersebut, SYL didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.