KontraS Sesalkan 11 Anggota TNI Keroyok Junis Hingga Tewas Hanya Dituntut 1-2 Tahun
Menurut KontraS, rendahnya tuntutan ini membuktikan bahwa proses persidangan yang berjalan tidak objektif dan tidak adil.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan rendahnya tuntutan Oditur Militer terhadap 11 anggota TNI atas dugaan penganiayaan berujung kematian warga bernama Jusni (24). Mereka dituntut dengan hukuman 1-2 tahun penjara saat sidang lanjutan di Pengadilan Militer II/08 Jakarta, Selasa (17/11) lalu.
"Oditur Militer menuntut para terdakwa dengan hukuman dari 1-2 tahun penjara dan hanya 2 orang terdakwa anggota TNI yang diberikan hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer. Rendahnya tuntutan ini membuktikan bahwa proses persidangan yang berjalan tidak objektif dan tidak adil," kata Staf Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldy dalam keterangannya, Kamis (19/11).
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Siapa menantu Panglima TNI? Kini Jadi Menantu Panglima TNI, Intip Deretan Potret Cantik Natasya Regina Ini potret cantik Natasya Regina, menantu panglima TNI.
-
Kapan TNI dibentuk secara resmi? Sehingga pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
-
Kenapa gudang amunisi TNI dianggap rahasia? Sehingga, tidak bisa sembarang orang bisa mengetahui terkait gudang amunisi tersebut.“Kan orang juga nggak tahu di situ ada gedung munisi. Nggak tahu (orang), karena gudang munisi kan sifatnya rahasia tertutup dia,” ujarnya.
Mereka berpendapat, proses persidangan yang berlangsung di Pengadilan Militer II/08 Jakarta tidak mengungkapkan fakta-fakta yang sesungguhnya terjadi. Persidangan hanya fokus pada peristiwa penyiksaan yang terjadi di depan Masjid Jamiatul Islam.
Padahal, masih terdapat 2 tempat terjadinya peristiwa penyiksaan yang harus diungkap dan didalami dalam proses persidangan. Yakni peristiwa di Jalan Enggano dan Mess Perwira Yonbekang 4/Air.
KontraS juga menyoroti barang bukti yang dihadirkan oleh Oditur Militer. Barang bukti dinilai tidak sesuai dengan fakta peristiwa. Setidaknya terdapat dua barang bukti yang tidak dihadirkan. Yakni alat menyerupai tongkat dan hanger.
"Alat yang menyerupai tongkat, dipakai oleh salah satu terdakwa pada saat melakukan penyiksaan di depan Masjid Jamiatul Islam, peristiwa ini juga tertangkap oleh CCTV," sambungnya.
Sedangkan hanger (gantungan baju), alat ini diduga dipakai untuk menyiksa korban dengan cara dicambuk bagian punggung korban saat di Mess Perwira Yonbekang 4/Air. Sebagaimana disampaikan korban kepada rekannya saat korban dijemput di depan Termbekang-1.
"Dalam proses persidangan, diketahui Oditur Militer tidak berupaya mengurai dan mengungkap rantai pertanggungjawaban komando atas peristiwa penyiksaan ini. Mengingat salah satu lokasi yang diduga menjadi tempat penyiksaan itu berada di area militer, yang mana area tersebut hanya dapat diakses oleh anggota militer dan harus memiliki izin untuk memasuki area tersebut," jelasnya.
Dia juga mengungkap upaya-upaya perdamaian yang selalu ditawarkan kesatuan Yonbekang 4/Air melalui Oditur Militer. Namun pendamping keluarga korban menolak tawaran tersebut. Bahkan meminta proses peradilan dapat berjalan terus serta menghukum para terdakwa dengan hukuman yang berat.
"Rekomendasi keringanan hukuman dari Kapusbekangad dan kemudian Oditur Militer mengabulkannya sebagai hal yang meringankan, hal ini menunjukan ada upaya intervensi terhadap proses peradilan dan menimbulkan konflik kepentingan. Selain itu, hal ini juga membuktikan bahwa ada upaya perlindungan kepada para terdakwa yang melakukan penyiksaan," ucapnya.
Reformasi Peradilan Militer
KontraS berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Militer II/08 Jakarta dapat memberikan keputusan yang maksimal kepada para anggota TNI tersebut.
"Terlepas dari ketidaksepakatan kami terhadap ke-11 orang terdakwa tersebut diadili dalam Proses Peradilan Militer, mengingat bahwa tidak ada kerugian yang dialami oleh institusi TNI, dan tanpa bermaksud mengintervensi kami berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Militer II/08 Jakarta yang menyidangkan perkara tersebut dapat memberikan putusan maksimal kepada para terdakwa," tegasnya.
Dia mengingatkan, TNI telah memiliki aturan pelarangan praktik-praktik Penyiksaan. Ini diatur dalam Perpang No 73 IX 2010 tentang Penentangan Penyiksaan. Vonis maksimal dapat memberikan efek jera terhadap para pelaku. Sehingga ke depan peristiwa serupa tidak terjadi dan dapat dijadikan pembelajaran bagi prajurit-prajurit TNI lainnya.
"Tanpa bermaksud mengintervensi proses persidangan, kami berharap agar Majelis Hakim mempertimbangkan kondisi serta kedudukan pelaku sebagai alat negara yang dijadikan dasar pemberatan perbuatan, pidana terdakwa. Dan memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban," ungkapnya.
KontraS juga mendorong Pemerintah melakukan reformasi peradilan militer dengan melakukan revisi atas UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Alasannya, sistem peradilan militer selalu memberikan vonis rendah terhadap para pelaku sehingga menjadi sarana impunitas atas kejahatan yang dilakukan oleh anggota TNI.
11 Anggota TNI Pengeroyok Jusni Dituntut 1-2 Tahun Penjara
Sebelumnya, Pengadilan Militer Jakarta menggelar sidang dengan agenda pembacaan tuntutan oditur militer terkait insiden pengeroyokan terhadap Jusni (24) yang dilakukan oleh ke-11 Anggota TNI pada Selasa (17/11).
"Kami mohon agar majelis hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan mati sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana Pasal 351 ayat 1 jo ayat 3 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," kata oditur militer, Salmon Balubun dalam tuntutannya yang dikutip merdeka.com pada Rabu (18/11).
Atas hal itu ke-11 Anggota TNI dalam pembacaan tuntutan turut diminta agar hakim menjatuhkan hukuman beragam mulai satu sampai dua tahun penjara, sementara untuk dua anggota diminta untuk dipecat dari TNI.
Diketahui bahwa Ke-11 terdakwa itu adalah Letda Cba Oky Abriansyah NP, Letda Cba Edwin Sanjaya, Serka Endika M Nur, Sertu Junedi, Serda Erwin Ilhamsyah, Serda Galuh Pangestu, Serda Hatta Rais, Serda Mikhael Julianto Purba, Serda Prayogi Dwi Firman Hanggalih, Praka Yuska Agus Prabakti, dan Praka Albert Panghiutan Ritonga.
Adapun dalam pembacaan surat tuntutan untuk hakim turut mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan putusan.
"Hal yang memberatkan adalah, pertama, perbuatan para terdakwa merusak citra TNI dalam pandangan masyarakat; kedua, para terdakwa kurang menghayati Sapta Marga Sumpah Prajurit butir ke-2 tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan dan 8 wajib TNI, butir ke-7 tidak sekali-sekali menakuti dan menyakiti hati rakyat; dan ketiga, perbuatan para terdakwa mengakibatkan Saudara Jusni meninggal dunia," sebutnya.
"Sementara itu, hal yang meringankan ialah, pertama, para terdakwa bersikap sopan dan berterus terang dalam persidangan; dan kedua, para terdakwa mendapat rekomendasi keringanan hukuman dari Kapusbekangad Mayjen TNI Isdarmawan Ganemoeljo berdasarkan surat Kapusbekangad R/622.06/12/293/subditpamoster tanggal 30 Juni 2020," tambahnya.
Oleh sebab itu, Salmon meminta kepada 11 Anggota TNI untuk hakim menjatuhkan hukuman, kepada Letda Cba Oky Abriansyah dituntut dengan hukuman penjara selama 2 tahun dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AD.
Lalu, Letda Cba Edwin Sanjaya dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 3 bulan, Serka Endika Sanjaya dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, Sertu Junaedi dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan.
"Kemudian, Serda Erwin Ilhamsyah dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, Serda Galih Pangestu dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, Serda Hatta Rais dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan," sebutnya.
Selanjutnya, Serda Mikhael Julianto Purba dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AD, Serda Prayogi Dwi Firman Hanggalih dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, Praka Yuska Agus Prabakti dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan, dan terakhir Praka Albert Panghiutan Ritonga dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan.
(mdk/noe)