Masih perlukah DPR jalan-jalan ke luar negeri?
Perjalanan dinas anggota DPR ke luar negeri dinilai kerap dimanfaatkan hanya untuk jalan-jalan.
Kehadiran pimpinan DPR Setya Novanto dan Fadli Zon dalam kampanye kandidat Presiden AS 2016 dari Partai Republik, Donal Trump terus disoroti secara tajam oleh publik. Banjir kritik pun datang dari segala penjuru. Setya dan Fadli dinilai melanggar kode etik karena bertemu Donald Trump disela acara kenegaraan.
Menurut Koordinator Komite Indonesia (TePI) Jeirry Sumampouw, perjalanan dinas Setya dan Fadli pada dasarnya menguatkan fakta kurang bermanfaatnya perjalanan anggota DPR ke luar negeri. Sebab, menurut dia, dari kasus yang telah ada, banyak pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPR yaitu menyelipkan agenda pribadi dalam agenda resmi.
"Ini memperkuat fakta jika kunjungan DPR ke luar negeri itu tidak ada manfaatnya karena pasti selalu ada agenda tambahan," ujar Jeirry dalam sebuah diskusi di Kantor Formappi, Jalan Matraman Raya, Jakarta, Kamis (10/9) kemarin.
Perjalanan dinas Setya dan Fadli beserta rombongan dikabarkan menyedot anggaran sebesar Rp 4,7 miliar. Dari jumlah itu, yang keduanya dijadwalkan berada di AS selama 3 hari yakni dari 30 Agustus sampai 2 September 2015. Namun, rupanya perjalanan itu tak sesuai jadwal. Rombongan diketahui baru pulang dari AS sepuluh hari kemudian. Bagi Jeirry, perjalanan dinas ini sangat tidak efektif dan ia mengusulkan agar tidak ada lagi perjalanan dinas bagi anggota DPR ke luar negeri.
"Dulu kan kita enggak setuju ada perjalanan dinas ke luar negeri karena laporan hampir tidak ada, lalu menyedot anggaran besar. Bila memang masih ada, sebaiknya dilakukan oleh sedikit orang dengan anggaran yang efektif," tukas dia.
Selain mengkritisi perjalanan dinas dengan anggaran besar, ia juga menyoroti hadirnya beberapa anggota keluarga dari rombongan itu ke AS. Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, setidaknya ada empat anggota yang membawa anggota keluarganya. Ketua DPR Setya Novanto, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Roem Kono dan anggota Komisi IV, Robert Joppy Kardinal, membawa istri mereka. Bahkan Ketua BKSAP DPR Nurhayati Ali Assegaf membawa anaknya dalam rombongan.
Namun, Fadli memastikan biaya perjalanan tersebut ditanggung sendiri oleh masing-masing anggota. Meski diakui tidak termasuk dalam anggaran perjalanan dinas, hadirnya anggota keluarga dinilai Jeirry sebagai pelanggaran kode etik. Terkait itu, ia meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) agar mengaudit dana yang ada agar bisa diketahui oleh masyarakat luas.
"Sebaiknya diaudit dan larang anggota keluarga hadir dalam kunjungan resmi. Ini bisa pelanggaran kode etik. Ini tugas negara, dilakukan oleh orang yang punya wewenang dan keluarga tidak boleh ada di situ," kritik dia.
Babak penyidikan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Setya dan Fadli kini ditangani sedang diselidiki oleh MKD. Agar tak lagi menyimpang lagi ke depan, Jeirry meminta MKD melakukan penyelidikan bukan hanya berdasarkan keterangan keduanya, namun juga semua anggota DPR.
"MKD harus meminta keterangan bukan hanya Setya dan Fadli saja, tapi dari anggota DPR RI lain. Ini bisa diselidiki lagi apa keluar dari perjalanan dinas dan punya agenda lain," pungkas dia.