Meramal Indonesia lewat tradisi pembukaan Cupu Panjala di Gunungkidul
Ribuan warga memadati rumah milik Dwijo Sumarto, di Padukuhan Mendak, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Selasa (2/10) dini hari. Mereka berkumpul untuk menanti prosesi pembukaan Kiai Cupu Panjala.
Ribuan warga memadati rumah milik Dwijo Sumarto, di Padukuhan Mendak, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Selasa (2/10) dini hari. Mereka berkumpul untuk menanti prosesi pembukaan Kiai Cupu Panjala.
Kiai Cupu Panjala ini setiap tahunnya selalu dibuka kain penutupnya. Kain penutup yang berbahan mori ini dipercaya masyarakat bisa memberikan ramalan tentang kondisi Indonesia ke depannya. Ramalan ini muncul lewat gambar-gambar yang muncul di kain mori yang dipakai untuk membungkus Cupu Panjala.
-
Kapan tradisi Syawalan Gunung digelar? Syawalan itu digelar di puncak bukit.
-
Apa itu Tradisi Ujungan? Warga di kampung adat Cibadak, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak memiliki sebuah tradisi unik bernama Ujungan.
-
Apa yang menjadi bukti keberadaan manusia purba di Gunungkidul? Belum lagi adanya petunjuk-petunjuk kehadiran homo sapiens (manusia purba) di gua-gua dan ceruk-ceruk kawasan Ponjong, yang diprediksi jadi tempat tinggal mereka sekitar 700 ribu tahun silam.
-
Bagaimana keragaman budaya di Indonesia menciptakan mozaik budaya yang unik? Dengan lebih dari 300 suku dan berbagai bahasa daerah, keberagaman ini menciptakan mozaik budaya yang unik.
-
Siapa yang terlibat dalam tradisi Gunungan Ketupat? Tradisi ini biasanya dihadiri ratusan orang, termasuk Muspika, kepala desa, dan tokoh masyarakat setempat.
-
Apa makna dari budaya mencium tangan di Indonesia? Biasanya, budaya cium tangan atau salim tangan ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai tanda hormat dan sopan santun.
Kepala Desa Girisekar, Sutarpan mengatakan Cupu Panjala sendiri adalah tiga buah guci yang diduga berasal dari zaman Majapahit. Ketiga cupu itu dinamai Sekar Kinandu, Palang Kinantang dan Kenthiwiri.
Ketiga guci ini disimpan dalam sebuah peti kayu yang kemudian dibungkus oleh ratusan kain mori. Setiap bulan Sura, kain pembungkus ini akan dibuka dan diganti dengan yang baru. Di kain pembungkus Kyai Cupu Panjala inilah biasanya muncul gambar-gambar berisi ramalan yang dipercaya merupakan gambaran kondisi Indonesia setahun ke depan.
"Dulunya masyarakat percaya ramalan dari Kyai Cupu Panjala ini dipakai untuk meramalkan pertanian. Namun ternyata sejak beberapa tahun yang lalu, ramalan yang keluar lewat gambar di kain mori sesuai dengan kondisi nasional," ujar Sutarpan.
Prosesi pembukaan Kyai Cupu Panjala dimulai dengan tradisi makan bersama. Uniknya menu makan bersama ini ada dua kali prosesi. Prosesi pertama, makanan yang disajikan yakni nasi uduk dengan lauk ayam, dan rawisan. Beberapa menit sebelum pembukaan dilanjutkan dengan kenduri kedua.
Untuk makanan kedua, pengunjung diwajibkan memakan setiap piring nasi gurih yang berisi lauk peyek, srondeng hingga adrem. Menu ini wajib dimakan sepiring berdua. Siapa yang ada didekatnya, itulah teman makannya.
Prosesi pembukaan kain pembungkus Kyai Cupu Panjala ini dimulai sekitar pukul 01.30 WIB. Prosesi ini dipimpin langsung oleh juru kunci dan ahli waris Kiai Cupu Panjala, Dwijo Sumarto. Saat dibuka, kain pembungkus ini dibentangkan dan dilihat ada gambar apa yang tertera di sana. Kemudian gambar yang muncul akan diberitahukan ke ribuan orang yang tengah menunggu.
Dari ratusan kain mori pembungkus Kyai Cupu Panjala ini muncul 42 buah gambar yang diumumkan. Berbagai gambar muncul di kain pembungkus itu. Dari gambar hewan, gambar wayang maupun angka. Tak hanya itu, ada pula huruf dan pulau Sumatera yang muncul.
Masyarakat sempat dibuat kaget dan terpana saat muncul gambar ke 18. Di kain mori putih itu terlihat gambar angka 01. Angka ini muncul di sebelah timur kain mori. Masyarakat yang datang pun mengaitkan hal ini dengan Pilpres 2019 mendatang.
Dwijo Sumarto mengatakan setiap gambar atau tanda yang muncul di kain pembungkus Kiai Cupu Panjala mempunyai arti. Meskipun demikian, apa arti dari gambar tersebut, merupakan penafsiran masing-masing orang.
Dwijo menambahkan sebagai juru kunci dan ahli waris, dirinya mengaku tak bisa menjelaskan makna-makna gambar yang muncul di kain pembungkus Kiai Cupu Panjala. Sebab, kata Dwijo tugasnya hanya membacakan dan menyampaikan gambar apa yang muncul dan tak punya hak untuk menafsirkannya.
"Setiap orang punya penafsiran masing-masing. Saya tidak bisa secara pasti menjelaskan. Seperti munculnya gambar lele tadi. Bisa jadi nanti peternak lele akan mengalami keberuntungan atau bisa juga hanya kiasan dan punya makna yang lain. Biasanya jika sudah terjadi masyarakat baru bilang oh, itu tho arti gambarnya," tutup Dwijo.
Baca juga:
Jawara ujungan pemanggil hujan
Mengenal lebih dekat kampung tenun ikat Bandar Kidul
Berburu produk lokal unggulan di Kriya Nusa 2018
Kenalkan budaya, 1.110 siswi di NTT pintal benang tradisional secara massal
Geliat kampung batik Ciletuh
Gatot Nurmantyo hingga Tommy Soeharto terima gelar kebangsawanan