Hanya Tersisa di Satu Kecamatan Indramayu, Begini Uniknya Tradisi Langka Menimbang Anak Pakai Kayu
Acara ini merupakan warisan turun-temurun leluhur setempat.
Acara ini merupakan warisan turun-temurun leluhur setempat.
Hanya Tersisa di Satu Kecamatan Indramayu, Begini Uniknya Tradisi Langka Menimbang Anak Pakai Kayu
Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, terdapat tradisi unik dan langka bernama Bobotan.
Saking langkanya, budaya ini hanya tersisa di satu kecamatan dan keberadaannya terancam punah.
Secara bahasa, Bobotan memiliki arti “menghitung berat” dalam bahasa Jawa. Secara umum, pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengukur berat anak menggunakan kayu.
Acara ini merupakan warisan turun-temurun leluhur setempat.
-
Apa itu tradisi Ngunjung di Indramayu? Secara bahasa, Ngunjung artinya mendatangi atau mengunjungi makam nenek moyang yang berpengaruh di desa tersebut. Warga berbondong-bondong mendatangi makam untuk mendoakan leluhur sekaligus mengucapkan terima kasih.
-
Apa yang unik dari tradisi Tabot di Bengkulu? Konon tradisi ini sudah ada sejak abad ke-14 melalui proses akulturasi.
-
Dimana tradisi Ngunjung di Indramayu dilakukan? Ngunjung dilaksanakan di banyak desa, seperti Pabean Udik, Karangsong, Tambak, dan Desa Brondong.
-
Kenapa tradisi Ngunjung dilakukan di Indramayu? Selain itu, mereka juga ingin mengucapkan rasa terima kasih karena berkat tokoh tersebut kampungnya menjadi bebas dari penjajahan dan semakin makmur.
-
Dimana tradisi nadran di Indramayu biasanya dilakukan? Pelaksanaan nadran digelar di Pantai Dadap, Indramayu
-
Apa tradisi unik di Majalengka? Tradisi unik ini hanya bisa ditemui di Majalengka. Undangan menjadi unsur terpenting dalam prosesi hajatan. Biasanya si empunya hajat akan membuat desain yang menarik, agar tamu undangan terkesan.
Bobotan sudah ada sejak 1960-an silam, namun seiring waktu berjalan, pelestarinya sudah makin berkurang hingga saat ini hanya tersisa beberapa saja.
Yuk kenalan tradisi Bobotan khas Indramayu yang kini sudah jarang ditemui keberadaannya.
Dijalankan untuk Anak Tertentu
Tradisi Bobotan adalah kebiasaan warga Indramayu di tahun 1960 sampai 1980-an. Biasanya, Bobotan diadakan untuk memastikan masa depan sang anak.
Foto: Youtube Abdul Rochman.
Penggunaannya pun hanya terbatas kepada anak pertama dan bungsu laki-laki, anak pertama dan bungsu perempuan serta berlaku juga bagi satu keluarga yang memiliki tiga orang anak, namun anak kedua sudah meninggal.
Beruntungnya masih ada segelintir warga yang ingin memelihara tradisi tersebut, dan melestarikannya sebagai kekayaan budaya dari Kabupaten Indramayu.
Anak Ditimbang Menggunakan Kayu yang Disakralkan
Mengutip laman Kemdikbud, kayu bobotan yang digunakan sebagai pemberat berasal dari kayu milik Buyut Babar.
Ia merupakan seorang prajurit yang berasal dari Bagelen, Purworejo, Jawa Tengah (Mataram) bernama asli Sutra Jiwa.
Dirinya menetap di Desa Pangkalan, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, setelah kalah perang.
Saat memeriksa perbatasan, ia bertemu dengan utusan dari Cirebon yang memiliki ilmu Macan Siliwangi dan menyangka Sutra Jiwa berpihak pada Belanda.
Tidak terima dengan tuduhan itu, mereka berkelahi hingga keduanya tewas atau babar.
Dari peristiwa inilah, masyarakat menyebut mereka Buyut Babar, dan kayu yang dimilikinya menjadi pemberat dalam tradisi Bobotan sebagai simbol penting.
Anak Dinyanyikan dengan Khusyuk
Mengutip disarpus.indramayukab.go.id, penimbangan dimulai dengan menyiapkan anak yang akan ditimbang.
Juru timbang selanjutnya menempatkan anak ke sebuah kain yang sudah diberi pemberat kayu tersebut.
Di waktu yang bersamaan, juru timbang juga melantunkan kidung dengan syair khusus berbunyi: "Anak kidung kang rumeksa, ing wengi teguh rahayu, tur luput ing lara, luputa saking bilahi kabeh, jin setan datan purun, panelhan tanana wani, saking penggawe ala, gunani wong luput, geni temahan tirta, maling adoh tan wani, ngarah ing mami, tujuh guna pan sirna, saakehe hama pan sani niruda, elas asih ing pan dulu…"
Sambil mendengarkan lantunan kidung, anak yang ditimbang melemparkan uang ke tempat yang sudah disediakan. Uang tersebut nantinya menjadi milik juru timbang, sekaligus sebagai bentuk pemberian bayaran.
Menentukan Masa Depan Anak
Upacara ini bertujuan untuk memohon keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa, agar ke depan sang anak mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.
Bobotan juga dilakukan untuk memupuk kerukunan dan persaudaraan di dalam keluarga.
Barang-barang yang ditambahkan sebagai pemberat biasanya dianggap berharga, seperti pakaian, emas, perak, uang, dan beras. Semakin banyak barang yang ditimbang, kabarnya akan membawa kemuliaan bagi sang anak.
Selanjutnya, barang-barang tersebut menjadi milik anak sebagai bekal untuk hidupnya. Dengan demikian, upacara bobotan bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga tradisi yang memberikan harapan dan perlindungan bagi masa depan anak.
Hanya Dilakukan di Kecamatan Cikendung
Saat ini, tradisi masih dipertahankan oleh warga di Kecamatan Cikendung. Di luar wilayah itu, belum ditemukan lagi kelompok warga yang melestarikannya.
Juru timbang biasanya berasal dari sesepuh setempat, dengan pengalaman spiritual dan kepemimpinan yang dipercaya di sana.
Dalam sekali pelaksanaan, ia bisa mengantongi sekitar satu juta hingga lima juta rupiah, tergantung tingkat ekonomi keluarga yang mengadakan acara.
Uang yang diberikan ini sebagai bentuk penghargaan atas jasa juru timbang dan kontribusinya dalam menjaga tradisi.