Usut Kematian Pelajar SMP di Padang, Kompolnas Desak Polisi Gunakan Scientific Crime Investigation
Kompolnas mendesak kepolisian untuk membuktikan penyebab kematian siswa SMP Afif Maulana (13) yang ditemukan tewas di bawah jembatan di Padang.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendesak kepolisian untuk membuktikan penyebab kematian siswa SMP Afif Maulana (13) yang ditemukan tewas di bawah jembatan di Padang.
- Mabes Polri Turun Gunung Usut Kematian Siswa SMKN 4 Semarang yang Ditembak Polisi
- 43 Saksi Kasus Kematian Mahasiswi PPDS Undip dr Aulia Diperiksa Polisi, Ada Dua Ahli hingga Teman Seangkatan
- Audiensi Kasus Kematian Afif Maulana, DPR Bakal Surati Kapolri untuk Beri Perhatian
- Kematian Seorang Warga saat Kebakaran di Tanjung Priok Dinilai Janggal, Polisi Tangkap Satu Orang
Usut Kematian Pelajar SMP di Padang, Kompolnas Desak Polisi Gunakan Scientific Crime Investigation
Desakan itu guna memberikan kepastian mengenai penyebab kematian Afif yang kini telah viral. Pihak keluarga dan LBH Padang menduga bocah itu dianiaya polisi hingga tewas berdasarkan pengakuan teman korban dan luka yang mencurigakan.
Namun Polda Sumbar menyebut bocah itu diduga melompat dari jembatan Sungai Batang Kuranji, Kelurahan Pasar Ambacang pada 9 Juni 2024 lalu. Dasarnya juga pengakuan teman korban.
"Kami mendorong adanya pemeriksaan yang profesional dan komprehensif dengan dukungan Scientific Crime Investigation, serta hasilnya dapat disampaikan kepada keluarga korban dan publik secara transparan," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat dihubungi, Selasa (25/6).
Kompolnas telah mengirimkan surat klarifikasi kepada Polda Sumbar.
Tidak menutup kemungkinan mereka akan mendatangi langsung Polda Sumatera Barat untuk melakukan klarifikasi.
"Menjadi fokus kami adalah apakah benar dugaan anak korban meninggal dunia akibat penyiksaan yang dilakukan oleh anggota Sabhara Polri yang sedang melakukan pengamanan terhadap kelompok remaja yang akan tawuran?" tanya Poengky.
"Ataukah ada penyebab lainnya? Apa hasil pemeriksaan Propam terhadap 30 anggota yang mencegah tawuran?” tambahnya.
Oleh sebab itu, Poengky mendesak agar penyidik Polda Sumbar melakukan penyelidikan dengan metode Scientific Crime Investigation dengan memperlihatkan hasil autopsi, bukti lain di TKP, CCTV , serta keterangan saksi yang terakhir melihat korban.
"Jika benar anak korban meninggal dunia akibat penyiksaan oleh anggota kepolisian, maka kepada pelaku (para pelaku) harus diproses pidana dengan pemberatan hukuman dan diproses kode etik dengan hukuman pemecatan," tegasnya.
"Jika benar anak korban meninggal dunia akibat penyiksaan oleh anggota kepolisian, maka kepada pelaku (para pelaku) harus diproses pidana dengan pemberatan hukuman dan diproses kode etik dengan hukuman pemecatan," tegasnya.
Apabila tidak ditemukan dugaan penyiksaan oleh anggota polisi, harus disertai bukti yang kua. Sebab, hilangnya nyawa korban bisa masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Tetapi jika nantinya berdasarkan lidik sidik tidak ditemukan adanya penyiksaan, maka penyidik harus mencari tahu dengan dukungan Scientific Crime Investigation apa yang menyebabkan anak korban meninggal dunia, sehingga tidak menimbulkan pertanyaan publik," tuturnya.