Bawaslu Petakan TPS Rawan Kecurangan di Seluruh Indonesia
Bawaslu memetakan sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) guna mengantisipasi gangguan/hambatan di TPS pada hari pemungutan suara.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memetakan sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) guna mengantisipasi gangguan/hambatan di TPS pada hari pemungutan suara.
- Bawaslu Usulkan 1.496 TPS Gelar Pemungutan dan Penghitungan Suara Ulang, Catat Lokasinya
- Bawaslu Temukan Pelanggaran, 23 TPS pada 13 Daerah di Jateng Harus Gelar Pemungutan Suara Ulang
- 16 TPS Kebanjiran di Tangsel Akan Gelar Pemungutan Suara Akhir Pekan Ini
- Ratusan TPS di 5 Kabupaten/Kota Bakal Lakukan Pemungutan Suara Susulan
Bawaslu Petakan TPS Rawan Kecurangan di Seluruh Indonesia
Pemetaan dilakukan dengan membuat 7 variabel dan diambil dari sedikitnya 36.136 kelurahan/desa di 33 provinsi (kecuali Daerah Otonomi Baru Papua dan Maluku Utara) yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya.
"Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 3 sampai dengan 8 Februari 2024," kata Ketua Bawaslu Republik Indonesia Rahmat Bagja seperti dikutip dari siaran pers, Senin (12/1).
Bagja merinci, 7 variabel tersebut yakni: pertama, penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, DPK, dan KPPS di luar domisili). Kedua, keamanan (riwayat kekerasan dan/atau intimidasi). Ketiga, kampanye (politik uang dan/atau ujaran kebencian di sekitar TPS). Keempat, netralitas (penyelenggara, ASN, TNI/Polri, kepala desa dan/atau perangkat desa).
"Kelima, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, tertukar, dan/atau keterlambatan). Keenam, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/perusahaan, dekat dengan posko/ rumah tim kampanye peserta pemilu, dan/atau lokasi khusus) dan Ketujuh, jaringan listrik dan internet," ungkap Bagja.
Hasilnya, ditemukan 7 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi kecurangan, 14 indikator kecurangan yang banyak terjadi, dan 1 indikator kecurangan yang perlu diantisipasi.
Berikut daftar hasil temuan Bawaslu tersebut:
Indikator TPS Rawan Kecurangan yang Paling Banyak Terjadi
1) Pada 125.224 TPS terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat; (meninggal dunia, alih status TNI/Polri), sebaran wilayah: Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Aceh, Lampung.
2) Pada 119.796 TPS terdapat Pemilih Tambahan (DPTb), sebaran wilayah: Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Bengkulu, Daerah Istimewa Yogyakarta.
3) Pada 38.595 TPS terdapat KPPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas; sebaran wilayah: Jawa Barat, Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sumatera Barat.
4) Pada 36.236 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS, sebaran wilayah: Aceh, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Lampung, Nusa Tenggara Timur.
5) Pada 21.947 TPS yang berada di dekat posko/rumah tim kampanye peserta pemilu, sebaran wilayah: Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Lampung, Bali, Sumatera Barat .
6) 18.656 TPS yang terdapat potensi Daftar Pemilih Khusus (DPK); sebaran wilayah: Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Lampung, Jawa Timur.
7) 10. 794 TPS di wilayah rawan bencana (banjir, tanah longsor, dan/atau gempa), sebaran wilayah: Jawa Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan.
Indikator TPS Rawan Kecurangan yang Banyak Terjadi
1) Terdapat kendala aliran listrik di lokasi 8.099 TPS; sebaran wilayah: Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Maluku, Kalimantan Tengah.
2) Terdapat 4.862 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih; sebaran wilayah: Jawa Barat, Lampung, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Jawa Timur.
3) Terdapat 4.211 TPS sulit dijangkau; sebaran wilayah: Jawa Barat, Kalimantan barat, Lampung, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur.
4) Terdapat 3.875 praktik pemberian uang atau barang pada masa kampanye dan masa tenang di sekitar lokasi TPS; sebaran wilayah: Jawa Barat, Lampung, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara.
5) Terdapat 2.299 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS; sebaran wilayah: Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Selatan, Lampung.
6) Terdapat 2.209 memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilu; sebaran wilayah: Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, Sumatera Barat.
7) Terdapat 2.021 TPS dekat wilayah kerja (pertambangan dan/atau pabrik); sebaran wilayah: Jawa Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Riau, Lampung.
8) Terdapat 1.989 TPS memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pada saat Pemilu/pemilihan; sebaran wilayah: Jawa Barat, Lampung, Kalimantan Barat, Banten, Sulawesi Selatan.
9) Terdapat 1.587 TPS memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian di TPS (maksimal H-1) pada saat Pemilu/Pemilihan; sebaran wilayah: Jawa Barat, DKI Jakarta, Aceh, Nusa Tenggara Timur, Maluku.
10) Terdapat 1.582 TPS yang memiliki riwayat kerusakan logistik/kelengkapan pemungutan suara pada saat Pemilu/Pemilihan; sebaran wilayah: Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat.
11) Terdapat 1.396 TPS memiliki riwayat kasus tertukarnya surat suara pada saat Pemilu/Pemilihan; sebaran wilayah: Jawa Barat, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat.
12) Terdapat 1.205 TPS yang ASN, TNI/Polri, kepala desa dan/atau perangkat desa melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu; sebaran wilayah: Jawa Barat, Sulawesi Utara, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Aceh.
13) Terdapat 1.184 TPS di Lokasi Khusus; sebaran wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur.
14) Terdapat 1.031 TPS yang memiliki anggota KPPS yang berkampanye untuk peserta Pemilu, sebaran wilayah Jawa Barat, Lampung, Aceh, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur.
Selain itu, pada 814 TPS terindikasi terdapat praktik menghina/menghasut di antara pemilih terkait isu agama, suku, ras, antargolongan di sekitar lokasi TPS, sebaran wilayah: Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, Lampung, Maluku.
Strategi Pengawasan
Bawaslu juga mengklaim sudah menyiapkan sejumlah strategi pencegahan dan pengawasan, sebagai antisipasi kecurangan di hari pencoblosan, 14 Februari 2024.
Menurut Ketua Bawaslu Republik Indonesia Rahmat Bagja, strategi dan pengawasan dilakukan dengan turut melibatkan elemen masyarakat dan aparat penegak hukum.
"Bagi Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), peserta pemilu, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau, media dan seluruh masyarakat mitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat Pemilu yang demokratis,” harap Bagja.
Terhadap TPS rawan kecurangan, Bagja mengatakan, ada lima hal yang akan dilakukan. Pertama, melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan. Kedua, melakukan koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait. Ketiga, menyosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat.
"Keempat, berkolaborasi dengan pemantau Pemilu dan pengawas partisipatif, dan kelima, menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat,” jelas Bagja.
Selain mengawasi dan memitigasi potensi kecurangan, Bagja juga menegaskan peran Bawaslu untuk memastikan ketersediaan logistik Pemilu di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih.
Berdasarkan Pemetaan TPS rawan, Bagja juga menyarankan KPU untuk menginstruksikan kepada jajaran panitia pemungutan suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk melakukan antisipasi kerawanan sebagaimana dengan berkoordinasi dengan seluruh stakeholder, baik pemerintah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat untuk melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS, baik gangguan keamanan dan netralitas pada hari pemungutan suara.
"Perhatikan juga daerah dengan potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet,” saran Bagja.