Mengenal Tradisi Miyos Gongso Keraton Yogyakarta, 2 Gamelan Pusaka Keluar dari Ruang Penyimpanan
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta menggelar rangkaian hajad dalem Sekaten.
Sekaten ini merupakan salah satu tradisi di Keraton Yogyakarta untuk memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW.
Mengenal Tradisi Miyos Gongso Keraton Yogyakarta, 2 Gamelan Pusaka Keluar dari Ruang Penyimpanan
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta menggelar rangkaian hajad dalem Sekaten. Sekaten ini merupakan salah satu tradisi di Keraton Yogyakarta untuk memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW.
Kegiatan ini diawali dengan tradisi Miyos Gongso yang digelar Kamis (21/9) malam. Dalam tradisi Miyos Gongso ini dua gamelan pusaka Keraton Yogyakarta yaitu Kanjeng Kyai (KK) Gunturmadu dan KK Nagawilaga dikeluarkan dari ruang penyimpanan menuju ke Bangsal Pancaniti.
Mengutip laman Kratonjogja.id, saat berada di Bangsal Pancaniti ini dua gamelan itu ditabuh atau dibunyikan oleh Abdi Dalem Kridha Mardawa. Saat ditabuh ini ada beberapa gendhing yang dimainkan yaitu gendhing rambu, gendhing rangkung, dan gendhing andong-andong atau gendhing lunggadung.
Saat dua gamelan pusaka ini dimainkan, Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X mengirimkan utusannya ke Bangsal Pancaniti untuk menyebar udhik-udhik yang berisikan biji-bijian dan uang logam ke abdi dalem. Udhik-udhik ini sendiri menjadi simbol sedekah dari Raja Keraton Yogyakarta.
Pada Miyos Gongso tahun ini, penyebaran udhik-udhik dilakukan oleh GKR Mangkubumi, GKR Maduretno, GKR Hayu, GKR Bendara, KPH Purbodiningrat dan KPH Notonegoro. Penyebaran udhik-udhik ini dilakukan kurang lebih pukul 20.00 WIB.
Seusai penyebaran udhik-udhik, kemudian Gamelan KK Gunturmadu dan KK Nagawilaga ini dibawa menuju ke Masjid Gede Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga dikenal dengan nama Masjid Gede Kauman.
Saat membawa KK Gunturmadu dan KK Nagawilaga ini, abdi dalem dan Prajurit Keraton Yogyakarta melakukan pengawalan.
Setibanya di Masjid Gede, KK Gunturmadu diletakkan di Pagongan Kidul sementara KK Nagawilaha ditata di Pagongan Lor. Pagongan sendiri merupakan bangunan yang berada di halaman Masjid Gede.
Pagongan ini berada di sisi Selatan dan Utara halaman. Dua bangunan ini posisinya berhadap-hadapan. Usai ditata, gamelan KK Gunturmadu kemudian ditabuh oleh abdi dalem. Setelahnya giliran KK Nagawilaga yang dibunyikan.
Dua gamelan ini akan ditabuh sehari 3 kali. Untuk pagi hari, ditabuh sejak pukul 08.00 WIB hingga 11.00 WIB. Setelahnya kembali ditabuh disiang hari pukul 14.00 WIB sampai 17.00 WIB.
Sementara untuk malam harinya, KK Gunturmadu dan KK Nagawilaga ditabuh pada pukul 20.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB. Dua gamelan ini akan ditabuh sejak 21 hingga 27 September 2023.
KK Gunturmadu dan KK Nagawilaga dikenal pula dengan nama Gangsa Sekati. Seperangkat Gangsa Sekati ini sudah dimiliki Keraton Yogyakarta sejak adanya perjanjian Giyanti tahun 1755 M yang membagi dua wilayah Kerajaan Mataram menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Sebelum perjanjian Giyanti atau masih bernama Kerajaan Mataram, Gangsa Sekati ini terdiri dari dua gamelan yaitu KK Gunturmadu dan KK Guntursari.Usai adanya perjanjian Giyanti, dua gamelan pusaka yang diyakini berasal dari Kerajaan Majapahit dan pernah dimiliki Kerajaan Demak ini dibagi dua kepemilikannya.
KK Gunturmadu menjadi kepunyaan Kasultanan Yogyakarta. Sementara KK Guntursari menjadi milik Kasunanan Surakarta. Sultan HB I kemudian berinisiatif untuk mengembalikan kelengkapan Gangsa Sekati. Sultan HB I kemudian memperintahkan untuk membuat duplikat (putran) dari KK Guntursari.
Duplikat dari KK Guntursari ini kemudian dinamai KK Nagawilaga. Hadirnya KK Nagawilaga ini kemudian melengkapi KK Gunturmadu sebagai Gangsa Sekati milik Kasultanan Yogyakarta.
Karena berusia lebih tua, KK Gunturmadu saat hajad dalem Sekaten Keraton Yogyakarta diletakkan di Pagongan Lor Masjid Gede. Sementara KK Nagawilaga berada di Pagongan Kidul.