Respons PDIP Usai PTUN Tolak Gugatan soal Penetapan Gibran Sebagai Wapres
Ketua DPP PDIP Ronny Berty Talapessy merespons putusan PTUN tersebut.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah menolak gugatan PDIP. Gugatan itu mempersoalkan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden (Wapres).
PDIP merespons putusan PTUN tersebut. Ketua DPP PDIP Ronny Berty Talapessy mengatakan, partainya menghormati putusan PTUN.
- PDIP Ungkap Intervensi Polisi saat Rekapitulasi Pilkada Papua Tengah, Desak Kapolda hingga Kapolres Paniai Dicopot
- Respons Menhub soal Kasus Penganiayaan Tewaskan Satu Korban di STIP
- PDIP Bantah Baru Gugat Pencawapresan Gibran ke PTUN Usai Putusan MK Tolak Sengketa 01 dan 03
- Respons Putusan MK, PDIP Khawatir Kecurangan TSM Terjadi saat Pilkada Serentak 2024
"Kita hormati putusan pengadilan atas gugatan kami. Soal langkah selanjutnya dari partai, kami akan bermusyawarah terlebih dulu," kata Ronny saat dihubungi merdeka.com, Kamis (24/10).
Ronny mengaku belum bisa memberikan komentar lebih jauh atas putusan gugatan itu.
"Saya belum bisa memberikan komentar apapun, karena belum menerima dan membaca secara lengkap putusan tersebut," tegasnya.
"Terutama soal pertimbangan majelis terkait gugatan kami. Itu saja dari saya," pungkasnya.
PTUN Jakarta menolak gugatan PDIP yang mempersoalkan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden (Wapres). Amar putusan perkara ini dibacakan secara elektronik (e-court) oleh majelis hakim PTUN Jakarta pada Kamis (24/10).
"Menyatakan gugatan penggugat tidak diterima," demikian bunyi amar putusan tersebut dilansir laman SIPP PTUN Jakarta.
Selain menolak, hakim PTUN juga mengharuskan PDIP sebagai penggugat membayar biaya sidang. Total biaya sidang mencapai Rp342.000. Tergugat dalam perkara ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dengan adanya putusan PTUN ini, maka Gibran Rakabuming Raka tetap sah sebagai Wapres yang mendampingi Presiden Prabowo Subianto.
Jubir PTUN Jakarta Irvan Mawardi mengungkapkan pertimbangan sehingga menolak gugatan PDIP. Dia menjelaskan, berdasarkan fakta hukum yang diuraikan majelis hakim, PTUN menilai karakteristik permasalahan hukum itu berada dalam sengketa proses pemilu.
Diketahui, penyelesaian sengketa pemilu secara khusus telah diatur dalam Pasal 470 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu juncto Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum di PTUN.
“Sehingga sengketa ini tak dapat dimaknai sebagai tindakan atau perbuatan melawan hukum, sebagaimana Pasal 1 Angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019, dan juga tak termasuk sengketa hasil, bukan sengketa hasil Pemilu sebagaimana ketentuan UU Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 1986,” jelas dia.
Adapun putusan tidak diterima itu bermakna formil tidak terpenuhi. Irvan mengulas, untuk formilnya sendiri ada tiga, yakni tentang kewenangan pengadilan, tentang tenggat waktu, dan tentang kepentingan dirugikan.
Majelis hakim pun berpendapat objek sengketa yang diajukan PDIP bukan menjadi kewenangan PTUN lantaran pengujian itu masuk di ranah sengketa Pemilu.
“Seperti itulah pokok-pokokdari putusan hari ini. Intinya tak diterima dan ini merupakan bukan jenis berada dalam sengketa proses Pemilu yang dalam sengketa proses Pemilu itu ada ranahnya sendiri, jadi ketika Pemilu sedang berlangsung,“ ungkapnya.
“Putusan ini di tingkat pertama, masih bisa dilakukan upaya hukum lainnya apabila ada pihak tak merasa tak puas dengan hasil majelis hakim,” Irvan menandaskan.