5 Kelompok yang Berisiko Terinfeksi TBC, Ketahui Apakah Anda Berisiko dan Cara Efektif Penanganannya
TBC dapat mengenai siapa saja, terutama individu yang memiliki risiko tinggi. Ketahui apakah Anda berisiko dan cara mencegahnya.
Tuberkulosis (TBC) saat ini menjadi penyakit menular yang paling mematikan di seluruh dunia, menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di Indonesia, angka kasus TBC juga menunjukkan tren peningkatan, dengan data dari Kementerian Kesehatan RI yang mencatat sebanyak 1.060.000 kasus pada tahun 2023.
Siapa yang Berisiko Terkena TB?
Siapa sajakah yang lebih berisiko untuk terinfeksi TBC dan bagaimana cara pencegahannya? Menurut Dr. dr. Raden Rara Diah Handayani, Sphi.P(K), seorang Dokter Spesialis Paru di RSPI Bintaro, individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap TBC. Anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun juga memiliki risiko tinggi untuk mengalami bentuk TB yang parah. "Sementara itu, meskipun individu dengan kekebalan tubuh yang baik tidak langsung terinfeksi, mereka tetap perlu melakukan pencegahan agar tidak terjadi reaktivasi penyakit TBC," ungkapnya. Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa antara 30 hingga 50 persen orang yang tinggal serumah dengan penderita TBC telah terinfeksi TBC laten. Dari kelompok ini, sekitar 10 hingga 15 persen diprediksi akan berkembang menjadi TBC aktif, terutama jika sistem imun mereka melemah. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penurunan imun termasuk infeksi HIV yang tidak diobati, diabetes mellitus (DM) dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol, malnutrisi, serta kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
-
Apa yang diluncurkan oleh BPJS Kesehatan dan Kemenkes untuk mengatasi masalah pengobatan Tuberkulosis? Dalam acara ini diluncurkan Inovasi Pembiayaan Kesehatan Strategis Tuberkulosis melalui metode pendanaan JKN.
-
Bagaimana cara menularnya penyakit tuberkulosis? Penularan penyakit ini pun bisa menyebar melalui udara.
-
Bagaimana program pembiayaan Tuberkulosis ini diharapkan bisa meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan? "Peluncuran inovasi pembiayaan program TB diharapkan masalah dapat diatasi. Memotivasi FKTP untuk mendiagnosis dan mengobati pasien TB secara efektif, sehingga meningkatkan akses dan kualitas layanan. Selain itu, inovasi ini berpotensi membuat pembiayaan kesehatan lebih berkelanjutan dan efisien dengan menekan angka rujukan ke rumah sakit," ujar Ghufron.
-
Gejala apa saja yang biasanya dialami penderita TB paru? Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menderita TB paru, biasanya mereka akan: • batuk berdahak • batuk darah • mengalami demam yang konsisten, termasuk demam ringan • mengalami keringat malam • mengalami nyeri dada • mengalami penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
-
Mengapa Google berfokus pada penyakit tuberkulosis? Tuberkulosis, yang menjadi salah satu penyakit paling menular di dunia, menyebabkan sekitar 4.500 kematian setiap hari dan melumpuhkan 30.000 orang setiap harinya.
-
Siapa saja yang berisiko tinggi terkena TB paru? Orang yang berisiko tinggi terkena TBC paru ada pada mereka yang melakukan kontak dekat dengan penderita TBC. Seperti berada di sekitar keluarga atau teman yang menderita TBC atau bekerja di tempat-tempat seperti berikut ini: • fasilitas pemasyarakatan • rumah jompo • rumah sakit • shelter
Apakah TB Bisa Dicegah?
Untuk mencegah TBC berkembang menjadi bentuk aktif, WHO merekomendasikan pemberian Terapi Pencegahan TB (TPT) kepada kontak serumah yang telah terinfeksi TBC laten. Terapi ini melibatkan penggunaan obat-obatan seperti rifampisin dan isoniazid selama periode tertentu, misalnya tiga hingga enam bulan.
Pengobatan TBC
Pengobatan Tuberkulosis (TBC) adalah proses yang membutuhkan ketelitian dan disiplin tinggi. Pasien yang telah didiagnosis dengan TBC biasanya akan menjalani terapi dalam dua fase, yaitu fase intensif dan fase lanjutan, dengan total waktu pengobatan mencapai enam bulan. Pada fase intensif yang berlangsung selama dua bulan pertama, pasien akan menerima kombinasi obat seperti rifampisin, isoniazid, etambutol, dan pirazinamid. Setelah menyelesaikan fase ini, pengobatan diteruskan dengan rifampisin dan pirazinamid selama empat bulan ke depan (2RHZE/4RH).
Selain mematuhi jadwal pengobatan yang telah ditentukan, pasien juga perlu menjaga kesehatan tubuh melalui pola makan yang bergizi. Asupan nutrisi yang baik sangat penting untuk memperkuat sistem imun, yang diperlukan untuk melawan infeksi TBC. Jika diperlukan, dokter mungkin akan memberikan obat tambahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien. Namun, pemberian obat-obatan ini harus dilakukan di bawah pengawasan medis, karena kondisi kesehatan masing-masing pasien dapat memengaruhi jenis dan dosis obat yang diberikan.
Kerjasama yang baik antara pasien, dokter, dan keluarga sangat penting dalam pengobatan TBC. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap tahapan terapi dilaksanakan dengan baik. Kedisiplinan dalam mengikuti pengobatan adalah kunci utama untuk mencapai kesembuhan total. Seperti yang telah disebutkan, "Kedisiplinan ini adalah kunci utama untuk mencapai kesembuhan total."
Immunomodulator Berbahan Meniran Hijau untuk Pasien TBC
Uji klinis yang dilakukan terhadap imunomodulator berbahan dasar meniran hijau (Phyllanthus niruri) menunjukkan hasil yang positif pada pasien dengan TB paru. Produk imunomodulator bernama Stimuno, yang dikembangkan dari tanaman tersebut, telah diuji oleh para ahli dengan menggunakan parameter efikasi yang meliputi perbaikan klinis, seperti konversi sputum BTA, serta perbaikan radiologis yang terlihat pada foto toraks.
Dalam sebuah studi yang berlangsung selama enam bulan, dilakukan perbandingan antara kelompok kontrol yang hanya mendapatkan terapi obat standar TB, yaitu Rifampisin, INH, Ethambutol, dan Pyrazinamid, dengan kelompok yang juga mengonsumsi Stimuno tiga kali sehari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah satu minggu terapi, tingkat konversi sputum BTA pada kelompok yang mengonsumsi Stimuno mencapai 52,9 persen, sedangkan kelompok kontrol hanya 39,4 persen.
Menurut Prof. Raymond Tjandrawinata, hasil tersebut menunjukkan bahwa imunomodulator ini memberikan dampak klinis yang signifikan. Proses konversi sputum BTA yang lebih cepat berkontribusi dalam mengurangi risiko penularan TB paru. Selain itu, imunomodulator ini juga terbukti aman untuk digunakan dalam jangka panjang, dengan uji klinis yang menunjukkan tidak adanya efek samping signifikan selama enam bulan penggunaan.
Dengan bukti efikasi yang jelas dan profil keamanan yang baik, Stimuno berpotensi menjadi pelengkap yang bermanfaat dalam terapi TB paru.
Makna Kode2HRZE 4H3R3 dalam Terapi Penyakit TBC
Kode 2HRZE/4H3R3 dalam pengobatan TBC merujuk pada skema terapi standar yang terdiri dari dua fase. Fase pertama, yang dikenal sebagai fase intensif, berlangsung selama dua bulan di mana pasien menerima kombinasi obat isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan etambutol (E) setiap hari. Tujuan dari fase ini adalah untuk membunuh bakteri aktif dan secara signifikan mengurangi jumlah kuman dalam tubuh pasien.
Setelah fase intensif, pengobatan dilanjutkan ke tahap lanjutan yang berlangsung selama empat bulan, yang dikenal dengan istilah 4H3R3. Pada tahap ini, pasien hanya mengonsumsi isoniazid (H) dan rifampisin (R) tiga kali dalam seminggu. Rancangan tahap lanjutan ini bertujuan untuk menghilangkan bakteri yang mungkin tersisa serta mencegah terjadinya kekambuhan penyakit. Regimen pengobatan ini dibuat untuk menjamin efektivitas terapi sambil meminimalkan efek samping dan meningkatkan kenyamanan pasien. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap semua tahapan pengobatan sangat krusial untuk mencapai kesembuhan yang total.