Kisah B.M. Diah, Tokoh Pers yang Menyelamatkan Naskah Teks Proklamasi dari Tempat Sampah
Dengan insting jurnalistiknya, B.M. Diah memutuskan untuk memungut kembali naskah teks proklamasi yang asli dari tempat sampah.
Dengan insting jurnalistiknya, B.M. Diah memutuskan untuk memungut kembali naskah teks proklamasi yang asli dari tempat sampah.
Kisah B.M. Diah, Tokoh Pers yang Menyelamatkan Naskah Teks Proklamasi dari Tempat Sampah
Mohammad Diah, sang ayah merupakan orang kaya di lingkungannya, hanya saja gaya hidupnya sangat boros. Ketika B.M. Diah lahir tidak bisa menikmati kekayaan sang ayah. Menyedihkannya, seminggu setelah kelahirannya, sang ayah menghembus napas terakhir.
Sejak saat itu, ia diurus oleh ibunya dan terjun ke dunia usaha mulai berjualan emas, intan, hingga pakaian. Setelah delapan tahun, sang ibunda pun wafat. B.M. Diah lantas diasuh oleh kakaknya, Siti Hafsyah.
-
Siapa yang bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
-
Bagaimana Abdul Somad dikenal? Abdul Somad dikenal sebagai seorang pendakwah yang sangat fenomenal. Gaya ceramahnya cenderung tegas, dan beliau pernah mengalami deportasi dari imigrasi bandara Singapura.
-
Siapa saja yang dipenjara bersama Soekarno di Jalan Banceuy? Ia diculik pasukan kolonial dan dijebloskan ke sebuah penjara kuno di Jalan Banceuy, bersama tiga tokoh lain, yakni R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II PNI Bandung), dan Soepriadinata (Anggota PNI Bandung).
-
Kapan Prabowo dan Titiek Soeharto memutuskan untuk bercerai? Namun sayang, keduanya memutuskan bercerai pada tahun 1998.
-
Siapa yang menulis kesan terhadap Tirto Adhi Soerjo dalam artikel "Mangkat"? Seorang anak didik Tirto Adhi Soerjo lainnya, Mas Marco Kartodikromo, menulis kesan terhadap gurunya itu melalui artikel bertajuk "Mangkat" yang dimuat di surat kabar Djawi Hisworo edisi 13 Desember 1918.
-
Siapa yang memimpin sidang Komite Nasional Cabang Solok? Dihimpun dari beberapa sumber, ditetapkannya Kota Solok ini sudah ada sejak tahun 1946 dalam sidang Komite Nasional Cabang Solok, melalui panitia yang diketuai oleh Marah Adin Dt. Penghulu Sati.
Belajar dan Merantau
Di usia 17 tahun, B.M. Diah merantau ke Jakarta untuk mengenyam pendidikan di Ksatriaan Instituut yang dipimpin oleh Dr. Douwes Dekker. Di sana, ia memilih jurusan jurnalistik.
Selama mengenyam pendidikan di jurusan jurnalistik, B.M. Diah justru banyak belajar soal dunia kewartawanan secara pribadi dari Douwes Dekker. Ia sebenarnya tidak mampu membayar uang pendidikan, atas semangat belajarnya yang tinggi, Dekker pun memberikan kesempatan kepadanya.
Setelah tamat belajar, ia kembali ke Kota Medan dan menjadi redaktur harian di Sinar Deli. Tak lama bekerja di sana, ia kembali ke ibukota untuk bekerja harian di Sin Po sebagai tenaga honorer.
Mendirikan Surat Kabar
Pasca Proklamasi Kemerdekaan, ia bersama beberapa rekannya memutuskan untuk mengangkat senjata dan merebut percetakan Jepang "Djawa Shimbun" yang menerbitkan koran harian Asia Raja. Perlawanan itu berhasil tanpa adanya konflik, Jepang pun menyerahkan percetakan itu kepadanya.
Tepat 1 Oktober 1945, B.M. Diah mendirikan surat kabar yang diberi nama Harian Merdeka. Ia menjabat sebagai pemimpin redaksi, sedangkan rekannya yaitu Joesoef Isak menjadi wakilnya. Ia tetap memimpin Harian Merdeka sampai akhir napasnya.
Selain itu, ia juga menaruh perhatian pada PT. Masa Merdeka sebagai penerbit harian "Merdeka" yang dipimpin oleh Diah (istrinya), Isak sebagai wakilnya.
Selamatkan Naskah Teks Proklamasi
Selama berkutat menjadi jurnalis, B.M. Diah menjadi salah satu saksi saat Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan dengan tokoh PPKI di kediaman Laksamana Tadashi Maeda. Pertemuan itu membahas naskah teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Soebardjo telah menyusun draf naskah proklamasi yang nantinya akan diketik dengan rapi oleh Sayuti Melik. Draf tersebut sebelumnya sudah mendapat persetujuan dari para wakil pemuda dan anggota PPKI.
Sokearno pun menulis draf naskah itu di secarik kertas yang disobek dari sebuah buku kecil. Setelah mendapat revisi, akhirnya naskah itu sudah jadi dan siap diketik ulang oleh Sayuti Melik. Ketika naskah tersebut selesai dibuat, lantas secarik kertas tadi otomatis dibuang ke tempat sampah karena sudah ada lembaran teks yang lebih rapi.
Disitulah insting B.M. Diah sebagai seorang jurnalis bekerja. Ia diam-diam memungut kertas draf naskah proklamasi itu dari tempat sampah. Memang, kertas tersebut sudah tak lagi sempurna, akan tetapi tidak ada yang menyangka sebuah kertas bisa menjadi arsip sejarah yang begitu berharga.
Hampri 40 tahun B.M. Diah menyembunyikan secarik kertas tersebut sebelum akhirnya diserahkan ke Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1992.