Kisah Hidup Amir Syarifuddin, Tokoh Sumpah Pemuda yang Dieksekusi Mati karena Terlibat Peristiwa PKI Madiun
Gubernur Jenderal Van Mook menggambarkan bahwa Amir merupakan orang yang tak mengenal kata takut.
Gubernur Jenderal Van Mook menggambarkan bahwa Amir merupakan orang yang tak mengenal kata takut.
Kisah Hidup Amir Syarifuddin, Tokoh Sumpah Pemuda yang Dieksekusi Mati karena Terlibat Peristiwa PKI Madiun
Amir Syarifuddin Harahap lahir dari keluarga bangsawan Batak Angkola pada 27 April 1907. Ia lahir dalam keluarga berada dan memiliki tradisi intelektual. Ayahnya, Baginda Soripada adalah seorang jaksa di Medan. Hal ini memungkinkannya untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah-sekolah elite.
-
Apa isi dari Ikrar Sumpah Pemuda? Adapun Isi ikrar Sumpah Pemuda yaitu: 1. Ikrar Pertama "Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia" 2. Ikrar Kedua "Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia" 3. Ikrar Ketiga "Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia".
-
Di mana Depati Amir dimakamkan? Keduanya dimakamkan di pemakaman muslim Batukadera Kampung Air Mata, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
-
Bagaimana Syaikh Muhammad Suhaimi melawan penjajah? Ia bergerak bersama laskar rakyat Bekasi untuk menumpas kesewenang-wenangan pasukan penjajah.
-
Apa yang dilambangkan oleh Sumpah Pemuda? Sumpah Pemuda bukan sekadar teks sejarah, tetapi seperti kepalan tangan berlumuran darah. Meski merasa sakit, tetap banggalah mengatakan 'saya Indonesia'. Selamat hari Sumpah Pemuda. Semoga semangat juang para pemuda 92 tahun lalu tidak akan pernah lekang oleh waktu.
-
Siapa Syaikh Muhammad Suhaimi? Salah satu karamah yang dipercaya dimiliki oleh sosoknya adalah bisa menghadiri pengajian di banyak tempat dalam satu waktu yang sama. Ini juga yang kemudian menjadikannya sebagai sosok wali yang misterius.
-
Apa yang dimaknai dari Sumpah Pemuda? Sumpah Pemuda dimaknai sebuah tekad dan semangat para pemuda-pemudi Indonesia untuk menegakkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari jajahan negara asing.
Setelah merampungkan pendidikan sekolah dasar di ELS pada tahun 1921, Amir melanjutkan sekolah di Leiden, Belanda. Dalam kurun waktu 1926-1927, ia menjadi anggota pengurus perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem.
Namun pada September 1927 ia kembali ke kampung halaman karena masalah keluarga. Ia kemudian masuk Rechtshogeschool te Batavia (Sekolah Hukum Batavia) dengan bantuan beasiswa pemerintah kolonial.
Pada awalnya ia menumpang di rumah Mulia, sepupunya yang bekerja sebagai direktur sekolah pendidikan guru di Jatinegara.
Amir kemudian pindah ke asrama pelajar Indonesische Clubgebouw Kramat 106 dan ditampung oleh senior satu sekolahnya, Muhammad Yamin.
Pada tahun 1928, ia terlibat dalam Kongres Pemuda II. Dalam kongres itu Amir duduk sebagai bendahara.
Saat itu, Amir yang dikenal sebagai sosok yang cerdas berperan dalam pengelolaan keuangan dan anggaran para pemuda.
Selain itu dia juga aktif dalam menyampaikan ide-ide terkait perumusan Sumpah Pemuda.
Menjelang invasi Jepang ke Hindia Belanda, Amir menggalang kekuatan untuk bekerja sama dengan dinas rahasia Belanda dalam menghadapi serbuan Jepang.
Pilihan ini tidak sejalan dengan rekan-rekannya sesama aktivis yang lebih memilih berkolaborasi dengan Jepang dengan harapan Jepang akan memberi kemerdekaan pada Hindia Belanda.
Pada Januari 1943 Amir tertangkap oleh Jepang. Sebuah dokumen NEFIS, instansi rahasia yang dipimpin Gubernur Jenderal Van Mook, menggambarkan bahwa Amir merupakan orang yang tak mengenal kata takut.
Saat menjalani siksaan fisik maupun moral dari Jepang, ia justru tertawa ketika para penyiksa menggantungkan kakinya di atas.
- Kisah Sedih Indra Anak Yatim Piatu yang Hidup Numpang Rumah Teman, 'Pernah Bawa Nasi Doang Nggak Pakai Lauk'
- Menengok Makam Sultan Syarif Kasim II dan Sepak Terjangnya Semasa Hidup
- BD, Suami Aniaya Istri Hamil Muda Sampai Babak Belur Ternyata Residivis Kasus Narkoba
- PNS Mendadak Tenar Usai Pamer Harta
Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 3 Juli 1947, Amir terpilih menjadi Perdana Menteri Indonesia. Ia ikut serta dalam Perjanjian Renville. Ia diganti karena dinilai gagal oleh golongan Masyumi dan Nasionalis dalam menjalani negosiasi pada Perjanjian Renville karena lebih banyak menguntungkan pihak Belanda.
Sejak saat itu, Amir menjadi oposisi dan menentang keras Kabinet Hatta yang menggantikan kabinetnya. Bersama Musso, Amir memimpin pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948. Ia ditangkap dalam pelariannya.
Pada 19 Desember 1948, Amir dieksekusi mati oleh para tokoh PKI lainnya seperti Maruto Darusman, Suripno, dan Sarjono di Kampung Ngaliyan, Karanganyar, Jawa Tengah. Kepalanya ditembak dengan pistol oleh seorang letnan Polisi Militer dan jenazahnya dikubur di tempat itu juga.