Mengenal Ajag, Anjing Hutan Asli Indonesia Punya Lolongan Panjang tapi Bukan Serigala
Berdasarkan data dari lembaga konservasi dunia IUCN, populasi hewan Ajag dewasa di habitat alami di seluruh dunia diperkirakan tidak lebih dari 2.200 ekor.
Ada banyak jenis hewan anjing yang telah dikenal dari berbagai belahan dunia, mulai dari Siberia Husky, Pudel, Cihuahua sampai Bulldog. Namun apakah ada jenis hewan pintar serupa dan merupakan asli Indonesia? Jawabannya adalah Ajag atau Ajak.
Ajag atau Ajak merupakan jenis anjing yang unik, karena memilki lolongan yang panjang dan nyaring. Namun, ia sangat berbeda dengan hewan serigala yang memiliki suara serupa. Mereka memiliki pola hidup yang berkelompok saat mencari makan.
-
Di mana Suku Akit di Provinsi Riau menetap? Salah satunya adalah Suku Akit atau Orang Akik yang mendiami Provinsi Riau tepatnya di Pulau Rupat.(Foto: Diskominfo Bengkalis)
-
Siapakah Letkol Atang Sendjaja? Nama Atang Sendjaja diketahui berasal dari seorang prajurit kebanggaan Jawa Barat, yakni Letnan Kolonel (Letkol) Atang Sendjaja.
-
Apa itu Kapurut Sagu? Kapurut sagu terbuat dari tepung sagu yang sudah agak mengeras dan memiliki warna kecokelatan. Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat kaya akan tradisi, budaya, hingga sajian makanan yang unik.Salah satu sajian makanan khas Mentawai yang patut anda coba adalah kapurut sagu.
-
Apa yang terjadi saat Atang Sendjaja gugur? Atang yang berada di dalam kabin besi pun terperangkap dan meninggal seketika karena terkena tegangan listrik.
-
Mengapa Kunto Aji menjadi petugas upacara di Semarang? "Pagi yang random tapi menyenangkan. Berawal dari tour tepat di hari kemerdekaan, kami berencana bikin upacara bendera, tapi karena takut tidak bisa serius akhirnya memutuskan untuk numpang di upacara orang. Kebetulan di Semarang kami akhirnya mencoba menghubungi SMAN 1," tulis Kunto Aji.
-
Mengapa Waduk Jatigede sering surut? Adapun saat ini kondisi Waduk Jatigede memang tengah surut. Kondisi ini sudah terjadi hampir tiap tahun saat musim kemarau panjang.
Hewan ini merupakan endemik asli Sumatera, dan banyak ditemukan di wilayah hutan-hutan pegunungan. Cirinya dapat dikenali dari perawakan, warna bulu hingga jenis buntutnya yang justru tidak seperti anjing kebanyakan.
Meski berasal dari Indonesia, namun hewan ini jarang disebut namanya dan kurang dikenal. Keberadaannya pun kini terancam, dan masuk kategori hewan dilindungi.
Mudah Dikenali Lewat Warna Bulunya
Asal usul Ajag sendiri masih terus didalami, pasalnya belum diketahui secara pasti muasal dari hewan ini. Beberapa data sejarah menunjukkan bahwa hewan ini berasal dari India, dan dikenalkan oleh manusia di kepulauan Sunda.
Menukil Wikipedia, ciri yang paling jelas dari hewan ini adalah terdapat pada warna bulunya yang mencolok yakni merah sedikit cerah. Secara umum, bulunya sedikit tebal di bagian bawahnya, dengan kombinasi bulu gelap kasar serta berwarna hitam di bagian ekornya.
Kemudian, Ajag juga memiliki moncong yang berwarna putih dengan hidung yang berwarna hitam pekat.
- Jadi Objek Penelitian, Ini Fakta Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus di Berau Kalimantan Timur
- Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Kawasan Konservasi Orang Utan di Provinsi Riau
- Eksotisme Taman Nasional Terbesar di Asia Tenggara, Masuk Kawasan Gunung Tertinggi Indonesia Habitat Hewan Langka
- Mengenal Burung Paruh Kodok yang Pandai Berkamuflase, Salah Satu Habitatnya ada di Lereng Gunung Merapi
Hidup di Taman Nasional Gunung Leuser
Di Sumatera, hewan ini bisa ditemukan salah satunya di kawasan pegunungan Taman Nasional Gunung Leuser, perbatasan Aceh dengan Sumatera Utara.
Selain itu, dalam laman Garda Animalia, Ajag juga banyak dijumpai di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Taman Nasional Tesso Nilo (TNTS) dan Hutan Lindung Batang Hari.
Hewan ini juga termasuk anjing liar, dengan kemampuan dan ketahanan hidup tinggi di wilayah pegunungan, hutan dan padang rumput. Mereka juga bisa memangsa hewan-hewan yang hidup di sekitarnya seperti rusa, babi dan hewan-hewan lainnya.
Sering Dianggap Musuh
Sayangnya, ketika kondisi hutan terancam, Ajag seringkali turun gunung untuk mencari makanan. Namun, keberadaan permukiman yang dekat dengan hutan seringkali menjadi tempat untuk mencari mangsa.
Hewan ini kerap memangsa ternak-ternak warga yang diletakkan di sekitar hutan. Ajag kemudian menjadi sasaran buruan warga untuk dibunuh atau diracun, yang membuat populasinya kian menurun.
Dalam beberapa kasus, Ajag seringkali memangsa hewan ternak seperti kambing, domba atau ayam. Tak jarang, Ajag juga memangsa sapi maupun banteng yang kemudian hanya disisakan bangkainya.
Populasinya Tinggal 2.200 Ekor
Berdasarkan data dari lembaga konservasi dunia IUCN yang dikutip dari Good News From Indonesia, populasi hewan Ajag dewasa di habitat alami di seluruh dunia diperkirakan tidak lebih dari 2.200 ekor.
Masifnya perburuan dan pembunuhan karena memangsa ternak warga menjadi salah satu faktor hewan ini diprediksi akan terus menurun.
Itulah mengapa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan peringatan tentang kritisnya jumlah populasi Ajag melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.