Mengenal Didong, Kesenian Tradisi Lisan Khas Masyarakat Gayo Aceh
Didong, sebuah kesenian tradisi lisan yang sangat populer di kalangan masyarakat Gayo Aceh.
Masyarakat Gayo memiliki budaya yang tak kalah menarik, yaitu Didong.
Mengenal Didong, Kesenian Tradisi Lisan Khas Masyarakat Gayo Aceh
Mengutip acehprov.go.id, eksistensi Didong di lapisan masyarakat Gayo sudah cukup terkenal dan bahkan kesenian ini sangat diminati.
Didong sudah melahirkan para pemain atau pemerannya yang terkenal seperti Ceh Lakiki, Che Toeet, Ceh Daman, Ceh Ibrahim Kadir, Ceh Ujang Lakiki, Ceh Tuju, dan lain sebagainya.
Berikut asal-usul kesenian Didong khas rakyat Gayo yang dihimpun dari beberapa sumber.
Asal Usul Didong
Kata Didong merupakan pengertian dari kata "Denang" atau "Donang" yang artinya sebuah nyanyian sambil bekerja atau untuk menghibur hati dengan sebuah bunyi-bunyian.
Selain itu, ada juga yang menyebutkan bahwa Didong berasal dari "Din" yang artinya agama, sedangkan "Dong" berarti dakwah.
-
Mengapa Tradisi Panah Kasumedangan menjadi budaya penting di Sumedang? “Ini mulanya berawal dari raja pertama yakni Prabu Geusan Ulun yang membawa Panah Kasumedangan,” kata Ketua Wadah Endong Panah Kasumedangan Bayu Gustia Nugraha, menguntip YouTube Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX.
-
Apa yang ditampilkan di Imah Saba Budaya Baduy? Imah Saba Budaya Baduy merupakan mini museum yang menampilkan kekayaan tradisi warga adat Baduy. Di sana ditampilkan berbagai arsip tentang kesenian, kehidupan dan berbagai hal lainnya seputar warisan leluhur masyarakat adat secara turun temurun.
-
Apa yang menjadi salah satu ciri khas budaya di Kecamatan Gegesik, Cirebon? Masyarakat Cirebon mengenal Gegesik sebagai salah satu kecamatan yang terletak di sisi barat kota tersebut. Selain identik dengan kuliner Gayamnya, ternyata wilayah ini juga dikenal sebagai pelestari budaya lokal, salah satu yang unik adalah berburu tikus.
-
Bagaimana tradisi adu tangkas Domba Garut berkembang? Adu tangkas ini semakin populer ketika periode kepemimpinan Bupati Garut yaitu RAA Soeria Katalegawa pada tahun 1915 sampai 1929. Kemudian diteruskan oleh putranya bernama Kanjeng Dalem RAA Moesa Soria Kartalegawa.
-
Apa yang dilakukan oleh nelayan Aceh dalam tradisi Khanduri Laot? Khanduri Laot atau biasa disebut Kenduri Laut merupakan sebuah adat istiadat peninggalan nenek moyang yang dipertahankan oleh para nelayan Aceh.
-
Apa yang dilakukan di Aceh saat Meugang? Mereka pastinya tidak ketinggalan untuk melaksanakan Meugang bersama keluarga, kerabat, bahkan yatim piatu. Tak hanya itu, hampir seluruh daerah Aceh menggelar tradisi tersebut sehingga sudah mengakar dalam masyarakatnya.
Didong biasa dibawakan dalam bentuk pentas yang berlangsung di tempat atau ruang khusus.
Mengutip warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Didong dulunya dipentaskan di sebuah ruangan luas yang ada di rumah panggung atau uma sara. Selain itu, Didong juga dibawakan di panggung buatan, halaman, atau lapangan.
Pertunjukan Didong
Setiap pelaksanaan Didong, lazimnya dipertunjukan oleh dua kelompok yang masing-masing beranggotakan 20 sampai 30 orang. Bagi yang ingin menyaksikan Didong, harus siap-siap begadang karena pertunjukan ini berlangsung semalam suntuk.
Dalam satu kelompok, biasanya terdapat "Ceh" dan "Penunung". Ceh terdiri dari 4 sampai 5 orang dan sisanya adalah Penunung. Para anggota kelompok tersebut hanya diisi oleh laki-laki dewasa saja.
Seiring dengan berjalannya waktu, pengiring Didong semakin berkembang dengan menggunakan alat-alat musik. Lazimnya, menggunakan seruling, harmonika, dan lain-lain yang disisipi dengan gerak pengiring, yaitu menggerakkan badan ke depan atau ke samping.
Sampai saat ini, seni pertunjukan khas Gayo ini masih terus bertahan di tengah perkembangan teknologi. Hal ini dikarenakan masyarakatnya masih gemar dan tidak bosan menyaksikan para Ceh tampil di atas panggung.
Saling Adu Kemampuan
Setiap pelaksanaannya, dua kelompok tersebut akan adu kemampuan mulai dari kefasihan bahasa, keindahan sastra, kemurnian irama, kemerduan suara, gaya gerak, tepuk tangan sebagai ritme dari lagu atau irama serta tata tertib dan adab.
Saat di atas panggung, para Ceh akan diuji skill atau kemampuan menciptakan lirik-lirik secara spontan atau hasil dari improvisasi.
Kemampuan menciptakan lirik secara spontan dan improvisasi inilah menjadi kemampuan luar biasa yang dimiliki seorang Ceh. Maka dari itu, kesenian Didong ini tak sembarang orang bisa memainkannya. Selain butuh skill yang tinggi, pastinya harus memiliki nilai-nilai sastra yang tinggi.