Menilik Kisah Orang Rantai, Sisi Gelap Tambang Batu Bara di Sawahlunto
Keberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto.
Keberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto.
Menilik Kisah Orang Rantai, Sisi Gelap Tambang Batu Bara di Sawahlunto
Kota Sawahlunto yang berada di Provinsi Sumatra Barat, terdiri dari empat kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 66.962 jiwa. Luas daerah tersebut mencapai 273,45 kilometer persegi. Dulunya, tanah di kota ini sangat subur dan dijadikan sawah oleh masyarakat.
Nama Sawahlunto diambil dari kata 'Sawah' dan Sungai 'Lunto' yang membelah lembah. Kota ini begitu tenteram dan mayoritas dihuni oleh penduduk yang berasal dari Suku Minang.
-
Apa yang menjadi sumber penderitaan warga Probolinggo selama masa penjajahan Belanda? Warga Sengsara Mirisnya, kemasyhuran Probolinggo sebagai daerah penghasil gula berkualitas berbanding terbalik dengan kesejahteraan warganya. Selama masa kolonialisme Belanda, warga Probolinggo menjadi korban tanam paksa. Mereka dipaksa bekerja di kebun-kebun milik pemerintah Hindia Belanda tanpa imbalan memadai.
-
Mengapa Radin Intan II berjuang melawan kolonial Belanda? Sejak lahir, ia tidak pernah melihat ayahnya secara langsung karena telah dibawa ke pengasingan oleh Belanda. Selama hidup, sang ibu kerap bercerita kepada Radin Intan II tentang sosok ayahnya itu. Sejak saat itu semangat juang dan keinginan untuk mempertahankan tanah kelahiran sudah terbentuk di dalam diri Radin Intan II.
-
Siapa yang membantu Radin Intan II dalam perjuangan melawan kolonial Belanda? Selama berjuang, ia mendapat bantuan dari tokoh asal Banten bernama H. Wakhia yang turut melawan kolonial Belanda lalu menyingkir ke wilayah Lampung.
-
Kenapa Jaka Sembung melawan Belanda? Ia juga akan meyakinkan masyarakat bahwa kolonialisme merupakan bentuk perbudakan dan akan merugikan kampung ketika sudah berhasil dikuasai.
-
Siapa yang menceritakan tentang masa penjajahan Belanda di Kampung Gantungan Sirah? Wardiman, salah seorang warga Kampung Gantungan Sirah, mengatakan bahwa kini nama kampung itu sudah diganti dengan nama “Gunung Sari”. Ia mengatakan, saat masih bernama “Gantungan Sirah”, di kampung itu sering terjadi warga yang bunuh diri dengan cara gantung diri. Wardiman bercerita, waktu zaman penjajahan Belanda, lokasi kampung itu digunakan sebagai tempat para tentara Belanda melakukan kekerasan terhadap warga pribumi. Mereka melakukan eksekusi terhadap para warga dengan digantung kepalanya.
-
Apa yang dilakukan Radin Intan II untuk melawan Belanda? Ketika melawan Belanda, Radin Intan II dikenal sebagai sosok pemimpin panglima perang di usianya yang masih 16 tahun. Ia juga memiliki fisik yang begitu kuat dan memiliki pemikiran yang begitu cemerlang.
Kondisi itu lantas berubah ketika Sawahlunto menjadi ladang pertambangan batu bara yang sudah dilakukan sejak zaman Belanda. Di balik kekayaan alamnya yang luar biasa, ada kisah miris di Sawahlunto ini, yakni kerja paksa para Orang Rantai.
Keberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto. Simak kisah Orang Rantai di pertambangan Sawahlunto yang dirangkum merdeka.com berikut ini.
Lakukan Penyelidikan
Terkuaknya potensi tambang batu bara di Sawahlunto ini bermula dari seorang ahli geologi Belanda bernama Willem Hendrik de Greve yang ditunjuk oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menyelidiki keberadaan batu bara di kawasan tersebut.
Dari hasil penyelidikannya, ia berhasil menemukan potensi batu bara yang juga disebut sebagai emas hitam yang tersimpan di perut bumi Sawahlunto. Pada tahun 1868, ia kembali menemukan kandungan batu bara di Sungai Ombilin.
Ketika melakukan penyelidikan, Hendrik de Greve tewas karena terseret arus air ketika menyusuri jalur alternatif air untuk mengangkut batu bara yang berhasil ditemukan pada tahun 1872.
Melalui laporan dari Hendrik de Greve, pemerintah Hindia Belanda bergegas lakukan penjelajahan lanjutan. Pada tahun 1883, barulah pembangunan infrastruktur tambang di Sawahlunto dimulai.
Memulai Aktivitas Tambang
Pada tahun 1892, produksi tambang batu bara Sawahlunto meningkat hingga mencapai 48.000 ton. Pada tahun 1923, kawasan pertambangan ini ditutup Belanda lantaran ada rembesan air dari sungai dan tingginya gas metan.
Melansir dari liputan6.com, untuk mendukung aktivitas pertambangan, pemerintah Hindia Belanda mendatangkan para narapidana untuk dipekerjakan di kawasan tambang. Mereka didatangkan menggunakan kapal dari Pelabuhan Tanjung Perak ke Pelabuhan Teluk Bayur.
Para narapidana tersebut kebanyakan masuk dalam kategori pembangkang. Beberapa di antaranya adalah tawanan politik Belanda, kriminal, hingga penjahat kelas kakap.
- Kisah Mantan Buruh Migran Asal Tulungagung Jadi Orang Penting di Desa, Sukarela Ajari Petani Bikin Pupuk Organik hingga Rutin Sedekah
- Kisah Pemulung Asal Mojokerto Berangkat Haji Bareng Istri, Sempat Pesimis karena Status Pekerjaan
- Kisah Mbah Man, Sang Pencari Batu Candi Ikut Lestarikan Warisan Jawa Kuno
- Gagal Usaha Warnet Hingga Kerja Tambang di Kalimantan, Siswanto Akhirnya Sukses Bisnis Burung Murai Batu Omzet Rp50 Juta Sebulan
Orang-orang Berantai
Para narapidana itu dianggap oleh Belanda sebagai teroris dan mereka layak untuk mendapatkan hukuman seberat-beratnya. Tak sedikit orang-orang Belanda merasa takut dengan kehadiran mereka.
Di kawasan pertambangan ini, mereka dimanfaatkan tenaganya untuk membuat terowongan tambang. Tanpa belas kasih, tanpa istirahat, dan tanpa makanan. Selama bekerja, kaki mereka diikat rantai sehingga lahirlah sebutan "Orang Rantai".
Ketika sudah selesai bekerja, mereka kembali ke tahanan lalu diikat kaki dan tangannya menggunakan rantai. Seluruh pekerja bernasib serupa dan tanpa pengecualian. Tak sampai situ, mereka terkadang harus menerima siksaan dari mandornya, hingga nyawanya melayang begitu saja.
Penjara Orang Rantai pun sangatlah menyeramkan, banyak tahanan yang meninggal dunia saat melakukan sistem kerja paksa. Mirisnya lagi, dinding-dinding penjara dilapisi pecahan kaca, sehingga mereka tidak bisa istirahat dengan nyaman.