Kisah Mantan Pekerja Migran Indonesia Jadi Inovator Buah Naga, Raih Omzet Rp50 Juta per Bulan
Berkat ini, Desa Tambakrejo mendapat julukan sebagai desa buah naga.
Edy sempat menjadi PMI di Taiwan. Namun, pada 2010, Edy memilih pulang kampung untuk menikah dan mulai berbisnis.
Kisah Mantan Pekerja Migran Indonesia Jadi Inovator Buah Naga, Raih Omzet Rp50 Juta per Bulan
Kisah Mantan Pekerja Migran Indonesia Jadi Inovator Buah Naga, Raih Omzet Rp50 Juta per Bulan
Mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI), Edy Purwoko, menciptakan inovasi budi daya buah naga sehingga dapat meningkatkan produktivitas hingga 200 persen dan omzet Rp50 juta per bulan.
Edy sempat menjadi PMI di Taiwan. Namun, pada 2010, Edy memilih pulang kampung untuk menikah dan mulai berbisnis.
Kecintaannya pada buah naga, perlahan Edy mempelajari seluk beluk buah naga secara menyeluruh.
Pada 2013, Edy mengamati buah naga yang ditanam di bawah lampu penerangan jalan dapat berbuah di luar musim panen. Sejak itulah, Edy berani mencoba menggunakan lampu pada tanaman buah naga.
Sebagai permulaan, Edy mulai menanam buah naga dengan penerangan lampu di malam hari. Rupanya, uji coba itu berhasil dan tanaman buah naga berbuah di luar musim.
Mulai 2015, Edy tak lagi menggunakan mesin diesel berbahan bakar solar untuk menghasilkan listrik. Dia mulai menggunakan listrik dari PT PLN Persero. Hasilnya, ongkos produksi jauh berkurang.
Ide inovatif ini mampu meningkatkan produktivitas petani buah naga sampai dengan 200 persen dengan omzet per bulan mencapai lebih dari Rp50 juta.
Edy pun menciptakan lampu LED khusus untuk pertanian buah naga, yaitu PANABA Led. Lampu khusus buah naga tersebut, kata Edy, hanya memerlukan watt yang kecil, namun bagus untuk penerangan perkebunan buah naga.
Sejak itu, Edy mulai berbagi pengetahuan dengan petani-petani di desanya. Karena itu pula, Desa Tambakrejo mendapat julukan sebagai desa buah naga.
Petani buah naga asal Desa Tambakrejo, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur itu bahkan mendapat penghargaan Svarna Bhumi Award, hasil kolaborasi dari BUMN PT Pupuk Indonesia dan Benih Baik.
Menteri BUMN, Erick Thohir yang memberikan langsung penghargaan tersebut mengatakan pemerintah berupaya memberikan kebijakan yang pro terhadap petani.
“Sudah saatnya pemerintah membuat kebijakan yang pro terhadap petani dan bersama seluruh pemangku kepentingan mewujudkan ekosistem yang transparan,” kata Erick.
Di 2045, kata Erick, Indonesia diprediksi mengalami masalah pada jumlah petani seperti yang dialami Jepang saat ini. Oleh karena itu, perlu ada inovasi dan digitalisasi di bidang pertanian, termasuk dalam distribusi pupuk.
Pada penghargaan Svarna Bhumi Award 2023, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menjelaskan bahwa penghargaan tersebut merupakan apresiasi kepada para sosok inspiratif yang mendukung perkembangan industri pertanian serta ketahanan pangan nasional Indonesia.
"Sesuai dengan tujuan kami di Pupuk Indonesia, penghargaan ini merupakan apresiasi kepada para sosok inspiratif yang mendukung perkembangan industri pertanian serta ketahanan pangan nasional Indonesia," kata dia.
Inovator seperti Edy, kata Rahmad, merupakan motor penggerak industri pertanian sebenarnya.
"Apresiasi setinggi-tingginya kami berikan pada mereka, para pahlawan pangan Indonesia," ujarnya
Berkat inovasi yang dilakukannya, Edy didapuk menjadi ketua Persatuan Buah Naga Banyuwangi (Panaba). Selain inovasi lampu yang dia ciptakan, salah satu yang menjadi kunci keberhasilan para petani buah naga merah di daerahnya adalah pupuk NPK Phonska Plus.
Pupuk produksi PT Petrokimia Gresik, anak usaha PT Pupuk Indonesia, tersebut dinilai paling cocok atau memiliki unsur kandungan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman buah naga.
“Teknologi lampu ini sekarang telah diadopsi oleh para petani di penjuru Indonesia karena teknologi ini memungkinkan petani buah naga untuk panen sepanjang tahun. Saat ini petani di Banyuwangi telah bisa memproduksi 100 ton buah naga per hari," kata Edy.
Selain Edy, penghargaan ini juga dianugerahkan kepada empat sosok inspiratif lainnya, antara lain Maria Loretha yang berhasil menggalakkan kembali Budidaya Sorgum yang telah lama mati di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kemudian Lasiyo Syaifuddin, petani dari Bantul yang berhasil mengembangkan bisnis budidaya pisang untuk mendorong perekonomian di desanya.
Selain itu, ada juga Sugeng Handoko yang menjadi penggerak potensi desa di Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta, sampai menjadi desa wisata terkenal, dan Surono Danu Inovator Varietas Padi dari Cirebon yang terbukti dapat meningkatkan produktivitas pertanian nasional.