Mengetahui Tradisi Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya NTT, Kini Jadi Sorotan
Tradisi kawin tangkap merupakan perkawinan yang dilakukan dengan cara menangkap perempuan dengan paksa untuk dikawinkan dengan seorang pria yang tidak dicintai.
Tradisi kawin tangkap ialah perkawinan yang dilakukan dengan cara menangkap perempuan dengan paksa untuk dikawinkan dengan pria yang tidak dicintainya.
Mengetahui Tradisi Kawin Tangkap di Sumba Barat Daya NTT, Kini Jadi Sorotan
Pulau Sumba, termasuk masyarakat di Kabupaten Sumba Barat Daya memiliki tradisi kawin tangkap (paneta mawinne).
-
Kenapa tradisi Tukar Takjil di Sumatera Selatan dilakukan? Tradisi unik saling tukar takjil ini memiliki makna yang cukup mendalam. Selain sudah dilakukan secara turun-temurun, tradisi ini bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi dengan para tetangga kampung.
-
Apa yang dimaksud dengan tradisi Tutunggulan? Tradisi Tutunggulan Mengutip Instagram @napakjagatpasundan, seni Tutunggulan merupakan tradisi memukul alat lesung dengan alu. Alu merupakan alat penumbuk berbahan kayu atau bambu, sedangkan lesung merupakan wadah mirip perahu yang terbuat dari batang kayu utuh untuk wadah padi.
-
Bagaimana cara pelaksanaan tradisi Tukar Takjil di Sumatera Selatan? Melansir dari Liputan6.com, dalam tradisi ini, masyarakat memulai dengan keliling kampung dari rumah ke rumah untuk saling bertukar takjil. Biasanya, mereka sudah menyiapkan 30 buah takjil dari rumah dengan ragam jenis makanan.
-
Apa yang menjadi tradisi masyarakat Sunda saat musim kemarau? Memasang kincir angin menjadi tradisi masyarakat Sunda saat musim kemarau.
-
Apa yang menjadi tradisi turun-temurun di Dusun Thekelan? “Tujuan kami adalah untuk mempererat tali silaturahim dan untuk mempersatukan kami karena ini adalah suatu adat yang sudah turun-temurun sejak zaman dulu di dusun kami,”
-
Kapan tradisi Tukar Takjil di Sumatera Selatan biasanya dilakukan? Kegiatan ini masih rutin dilaksanakan oleh penduduk setempat selama bulan suci Ramadan.
Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Desa Mareda Kalada, Kecamatan Wewewa Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
(Foto : istockphoto.com)
Tradisi Kawin Tangkap
Mengutip dari jurnal Kawin Tangkap (Studi Sosiologi tentang Makna dan Praktik Kawin Tangkap di Desa Mareda Kalada, Kec. Wewewa Timur, Kab. Sumba Barat Daya) yang dirilis oleh Elsiati Tanggu, dkk.
Tradisi kawin tangkap merupakan perkawinan yang dilakukan dengan cara menangkap perempuan dengan paksa untuk dikawinkan dengan seorang pria yang tidak dicintainya.
Tradisi kawin tangkap memiliki makna dalam mengangkat derajat atau untuk menghilangkan rasa malu kepada keluarga laki-laki.
Di Sumba sendiri, masyarakatnya masih memiliki budaya patriarki yang sangat tinggi sehingga sistem budaya atau adatnya didominasi oleh laki-laki.
Perkawinan bagi Masyarakat Sumba
Pada masyarakat di Kabupaten Sumba Barat Daya, perkawinan sendiri merupakan suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang untuk penerusnya.
Bagi masyarakat Sumba, makna perkawinan adalah sebuah proses untuk menyatukan perempuan dan laki-laki yang saling mencintai melalui proses adat yang berlaku.
(Foto : istockphoto.com)
Pelaksanaan kawin tangkap merupakan perkawinan yang terjadi tanpa persetujuan salah satu pihak.
Tradisi ini terjadi bukan atas dasar cinta, tetapi karena kesepakatan antara orang tua laki-laki dan perempuan, tanpa sepengetahuan perempuan.
(Foto : istockphoto.com)
Motivasi yang melatarbelakangi tradisi ini pun beragam, seperti masalah ekonomi terlilit hutang, atau karena alasan kekerabatan. Masyarakat mengganggap, agar hubungan kekerabatan yang sudah terjalin tidak putus, diperlukan adanya perkawinan antara dua kebisu (suku).
(Foto : istockphoto.com)
- Mengulik Nilai Tradisi Kepungan Tumpeng Tawon di Kebumen, Terselip Sastra Lisan
- Tradisi Larangan Pernikahan Ngalor Ngulon Masyarakat Jawa, Syarat Seseorang yang Akan Menikah
- Mengenal Mlumah Murep, Tradisi Larangan Perkawinan di Masyarakat Ponorogo
- Mengenal Tradisi Upah-Upah, Bentuk Ucapan Syukur Masyarakat Labuhan Batu
- Kawin Tangkap (Tadoro)
Jenis perkawinan ini dilakukan untuk mempermudah pembelisan atau mahar.
Praktik ini sendiri sudah memiliki persetujuan dari kedua belah pihak keluarga dan calon yang bersangkutan.
- Kawin Tangkap (Padeta)
Jenis kawin tangkap ini dilakukan secara paksa dan korbannya adalah perempuan.
Perempuan tersebut akan dikawin tangkapkan ketika apa yang sudah menjadi kesepakatan diingkari oleh perempuan.
Pada zaman dahulu, jika terdapat laki-laki yang suka kepada seorang perempuan, ia akan berusaha untuk menangkapnya secara paksa sekalipun perempuan tersebut sudah bersuami.
Namun saat ini, kawin tangkap dilakukan dengan berbagai macam persoalan, seperti adanya janji antara laki-laki dan perempuan, atau karena janji orang tua tetapi diingkari.
Oleh karena itu, terjadilah kawin tangkap dengan dalih untuk menghilangkan rasa malu.
Kawin Tangkap di Mata Hukum
Melansir dari Jurnal Adat Kawin Tangkap (Perkawinan Paksa) sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual karya Herman dkk.
Tradisi ini adalah tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Ini termasuk kekerasan seksual, yang berarti korban mengalami kerugian hak-hak mereka, seperti hak-hak yang dijamin oleh Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Dasar 1945, dan hukum-hukum lain yang melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak.
Pasalnya, tujuan dari perkawinan seharusnya adalah membentuk keluarga yang bahagia dan langgeng.
Pasal 6 ayat 1 UU Perkawinan sebenarnya ada untuk melindungi agar tidak ada perkawinan yang terjadi secara paksa.
Perkawinan seharusnya menjadi hak asasi manusia yang harus diputuskan secara bebas oleh individu tanpa tekanan dari siapa pun.