Peutron Aneuk, Tradisi Lokal Masyarakat Aceh untuk Bayi yang Baru Lahir
Mengenal Peutron Aneuk, kearifan lokal turun-temurun masyarkat Aceh ketika kelahiran seorang bayi.
Sebuah tradisi yang sudah dilaksanakan turun-temurun oleh suatu masyarakat sudah menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan, sama seperti tradisi dari Aceh yang satu ini.
Peutron Aneuk, Tradisi Lokal Masyarakat Aceh untuk Bayi yang Baru Lahir
Salah satu tradisinya bernama Peutron Aneuk atau biasa disebut Turun Tanah. Tradisi ini sudah menyatu dengan masyarakat Aceh sebab Peutron Aneuk sudah menjadi sebuah keharusan ketika melahirkan seorang anak.
Peutron Aneuk berubah menjadi kearifan lokal di lapisan masyarakat Aceh. Simak ulasan tradisi lokal yang dihimpun dari beberapa sumber berikut ini.
Ada Unsur Agama Hindu
Mengutip dari beberapa sumber, asal usul Peutron Aneuk merupakan bagian dari kebudayaan agama Hindu.
Secara periodisasi, memang agama Hindu lebih dulu memasuki wilayah Aceh ketimbang Islam.
Namun, saat unsur agama Islam mulai masuk di Aceh, budaya Hindu pun masih tetap bertahan.
-
Apa yang dilakukan oleh nelayan Aceh dalam tradisi Khanduri Laot? Khanduri Laot atau biasa disebut Kenduri Laut merupakan sebuah adat istiadat peninggalan nenek moyang yang dipertahankan oleh para nelayan Aceh.
-
Apa yang unik dari tradisi Ancakan? Tradisi Ancakan merupakan tradisi yang rutin diadakan masyarakat Demak pada malam Iduladha. Tradisi ini merupakan bentuk sedekah ahli waris kepada para peziarah atau masyarakat luas yang merupakan tradisi sebelum penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga. Kegiatan ancakan berbarengan dengan kegiatan kirab tumpeng sembilan yang dikirab dari Pendopo Kabupaten Demak ke Masjid Agung Demak.
-
Bagaimana cara melakukan tradisi Bebehas? Dari tahap awal sampai akhir, tradisi ini melibatkan orang banyak alias dikerjakan secara bergotong-royong dan dilaksanakan dengan penuh suka cita dan rasa ikhlas. Dalam prosesnya, Bebahas dilaksanakan secara gotong-royong.Dalam tradisi Bebahas ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan, di antaranya mulai dari memisahkan padi dari tangkainya atau yang biasa disebut dengan mengirik. Setelah seluruh padi dipisahkan dari tangkainya, biji-biji padi tadi kemudian dijemur. Tahap ini mereka sebut dengan mengisal.Tahapan selanjutnya, padi yang sudah dijemur kemudian masuk ke tahap ditumbuk dengan menggunakan lesung. Proses ini berguna untuk memisahkan isi padi dengan kulitnya.Barulah setelah bulir padi terkupas dimasukkan ke sebuah alat yang terbuat dari balok kayu atau disebut isaram.
-
Mengapa tradisi Meugang dilakukan di Aceh? Tradisi Meugang merupakan tradisi Iduladha yang sangat populer di Aceh. Tradisi yang sudah ada di Aceh sejak ratusan tahun lalu identik dengan makan daging sapi atau kerbau bersama beraneka makanan olahan lainnya. Tradisi ini pertama kali muncul pada masa Kerajaan Aceh. Saat itu hewan kurban dipotong dan dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Tradisi ini merupakan wujud rasa syukur atas kemakmuran tanah Aceh.
-
Di mana tradisi Cakak Pepadun dilakukan? Hal ini juga dilakukan oleh masyarakat adat Pepadun yang berada di daerah Abung, Way Kanan, dan Way Seputih.
-
Apa yang dipercaya oleh masyarakat Jawa tradisional mengenai bayi yang terlahir dengan tali pusar melilit tubuhnya? Dalam Primbon Jawa, kondisi bayi yang terlahir dengan tali pusar melilit tubuh bisa berarti beberapa hal.Masyarakat Jawa tradisional meyakini kondisi tersebut bisa menunjukkan karakter atau nasib bayi mendatang saat dewasa.
Seiring berjalannya waktu, prosesi Peutron Aneuk pun berubah dan menyesuaikan dengan kaidah-kaidah yang ada di agama Islam. Adapun beberapa tradisi asli Aceh yang terpengaruh dengan agama Hindu, seperti Peusijuek, Boh Gaca, dan Kanduri Blang.
Sejarah Peutron Aneuk
Upacara Peutron Aneuk sudah dilakukan sejak pertengahan abad ke-13 tepatnya di masa Kerajaan Samudera Pasai. Tradisi ini juga masih bertahan saat Kerajaan Aceh Darussalam hingga saat ini.
Konon, saat kelahiran Sultan Iskandar Muda tradisi ini turut dilaksanakan, tetapi dengan suasana yang sangat meriah.
Prosesinya diiringi dengan tembakan meriam secara bergantian apabila bayi tersebut berkelamin laki-laki.
Tak hanya itu, Peutron Aneuk ini juga menyajikan pertunjukan pendekar yang memotong tiga batang pisang menggunakan pedang.
Artinya, bayi laki-laki tersebut kelak akan menjadi orang pemberani saat berada di medan peperangan dan memiliki jiwa kesatria.
Proses Pelaksanaan
Melansir dari situs resmi nu.or.id, tradisi Peutron Aneuk akan dilaksankan apabila kelahiran anak sudah mencapai hari-hari tertentu, biasanya dalam kurun waktu 44 hari atau lebih.
Peutron Aneuk sendiri diartikan sebagai Turun Tanah yang bertujuan untuk memperkenalkan anak kepada lingkungan luas termasuk kepada seluruh keluarga besar dan masyarakat sekitar untuk pertama kalinya.
Pelaksanaan Peutron Aneuk ini ada yang bermacam-macam, mulai dari saat bayi berusia tujuh hari dilakukan cukur rambut, Aqiqah, dan pemberian nama.
Selain itu, ada juga orang tua yang melaksanakan tradisi ini ketika sang anak sudah menginjak usia satu sampai dua tahun. Hal ini dikarenakan anak pertama biasa dilaksanakan dengan prosesi yang cukup besar dibanding anak kedua atau ketiga dan seterusnya.
- Mengenal Panyaraman, Pantangan Lisan dari Leluhur Sunda
- Gunakan Bahan Alami sejak 90 Tahun Silam, Kerupuk Bojonegoro Ini Bikin Ketagihan Warga Lokal hingga Mancanegara
- Mengenal Tradisi Buka Luwur, Momen Penggantian Kain Penutup Makam Sunan Kudus
- Kakek ini Keturunan Majapahit, Tinggal di Hutan Masih Pegang Teguh Pesan Leluhur
Tradisi Sarat Makna
Wujud pelaksanaan Peutron Aneuk ini tak hanya sekedar tradisi turun-temurun saja. Tetapi, tradisi ini memiliki makna dan arti yang begitu mendalam khususnya bagi tumbuh kembang anak di masa depan.
Bagi anak yang sudah melakukan Peutron Aneuk disimbolkan sebagai doa dan harapan. Ketika sudah dewasa kelak, si anak memiliki keberanian, kerja keras, juga semangat untuk mengarungi kerasnya kehidupan.
Dalam hubungan keluarga, pelaksanaan Peutron Aneuk ini juga berpengaruh. Pasalnya, pelaksanaan ini menjadi salah satu kegiatan kumpul keluarga dan memelihara tali silaturahmi.