Sejarah INS Kayutanam, Ruang Pendidikan di Bukittinggi Tanamkan Semangat Nasionalisme
Sebuah lembaga pendidikan menengah swasta dengan corak khusus ini menggunakan nama Belanda sebagai bentuk kamuflase agar tidak mengikuti kurikulum mereka.
Indonesisch Nederlandsche School Kayutanam atau disebut juga dengan Ruang Pendidik INS Kayutanam adalah sebuah produk pendidikan menengah swasta yang berdiri di Kayutanam pada 31 Oktober 1926 oleh Engku Muhammad Sjafei. Ia merupakan tokoh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketiga dalam kabinet Sjahrir II.
Dengan hadirnya sekolah ini menjadi titik terang bagi dunia pendidikan terutama di daerah Kayutanam, Sumatra Barat. Di tempat ini tidak hanya sebatas belajar dan mengajar atau guru maupun murid, melainkan belajar dari pengalaman dan kehadiran alam sekitar.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
-
Siapa Menteri Pendidikan di era Kabinet Sjahrir I dan II? Menteri Pendidikan, mungkin banyak yang menganggap Ki Hajar Dewantara sebagai sosok utama di bidang pendidikan. Tetapi jangan salah, sosok Todung Sutan Gunung Mulia ini juga pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan di era Kabinet Sjahrir I dan II.
-
Siapa tokoh pendidikan Islam di Sumatera Utara pasca kemerdekaan? Sosok Rivai Abdul Manaf Nasution memiliki mimpi membangun Indonesia lewat pendidikan Islam
-
Bagaimana Syekh Sulaiman mereformasi sistem pendidikan di Sumatra Barat? Sulaiman sangat berjasa dalam reformasi pendidikan di Sumatra Barat. Ia mengubah metode halaqah menjadi model jenjang kelas yang biasa kita jumpai sekarang ini.
-
Apa pesan Presiden Soeharto kepada Jenderal M Jusuf saat menjadi Panglima TNI? "Perkuat dan bangkitkan kemanunggalan ABRI dan rakyat." Hanya itu pesan Soeharto untuk Jenderal M Jusuf.
-
Siapa yang berperan penting dalam mendirikan INS Kayutanam di Sumatera Barat? Kontribusi besar Sjafei dalam mendirikan sekolah Indonesisch Nederlansche School atau INS yang berada di desa kecil bernama Kayutanam, Sumatera Barat itu selalu dikenang.
Penamaan sekolah yang masih identik dengan bahasa Belanda ini adalah bentuk kamuflase agar tidak diketahui pihak kolonial. Lebih dari itu, penamaan ini juga sebagai simbol jika sekolah Indonesia yang tidak lebih rendah dari Belanda. Kebanyakan muridnya berasal dari Kayutanam, Padang, Pariaman, Lubuk Alung, Padangpanjang, dan Bukittinggi.
Awal Berdiri
Lahirnya INS Kayutanam tidak lepas dari peran dan tangan dingin Muhammad Sjafei yang juga menjadi redaktur rubrik pendidikan majalah Indonesia Merdeka. Ia kerap sekali berdiskusi dengan Moh. Hatta terkait pendidikan saat itu dan memiliki pandangan yang serupa.
Kemudian, banyaknya ulama-ulama besar Minangkabau yang kembali ke Tanah Air setelah menempuh pendidikan di Makkah serta banyak sekolah-sekolah bercorak Islam yang bermunculan. Namun, Sjafei melihat jika perkembangan pendidikan tersebut tidak diiringi dengan usaha untuk menentukan konsep pendidikan yang cocok bagi Hindia Belanda.
Dengan tidak adanya kepastian dan arah tujuan dari pendidikan yang berkembang di tanah jajahan ini maka Sjafei pun mendirikan ruang pendidikan bernama INS Kayutanam. Ia pun mendapat banyak dukungan termasuk orang tua angkatnya Engku Ibrahim Marah Sutan.
Berdiri Sendiri dan Fasilitas Seadanya
Dalam perkembangannya, Sjafei dengan mandiri mulai menjalankan sekolah INS Kayutanam dengan kondisi yang sederhana dan fasilitas pendidikan seadanya. Cara belajarnya pun mengikuti santri belajar di surau dengan duduk di lantai mendengar Sjafei mengajar.
- Cerita Rasisme Stasiun Tanjung Priok di Zaman Kolonial, Ruang Tunggu Penumpang Belanda dan Pribumi Terpisah
- Mengenal Ambachtsschool, Sekolah Pertukangan Pertama untuk Masyarakat Indo-Eropa di Hindia Belanda
- Sejarah Hari Pendidikan Nasional 2 Mei Lengkap Beserta Tujuan dan Maknanya
- Sejarah Pesanggrahan Menumbing, Saksi Bisu Pengasingan Tokoh Nasional dan Perjanjian Roem-Royen
Sjafei mendirikan INS Kayutanam ini bersikeras tidak menerima bantuan atau donasi dari pihak manapun. Ia mencontoh pendirian kedua orang tua angkatnya dengan mencari biaya pendidikan melalui karangan buku-buku bacaan yang diterbitkan di JB Wolters.
Selain itu, orang tua angkatnya juga membantu menyuplai dana untuk menjalankan sekolah ini. Mereka rela menjual aset berupa emas simpanan agar anaknya bisa menjalankan sekolah tersebut. Dana lainnya diambil dari kegiatan mandiri seperti menjual hasil kreasi siswa INS Kayutanam.
Lahirkan Pekerja Cekatan
Dikutip situs esi.kemdikbud.go.id, pembelajaran di INS didesain untuk menghasilkan pekerja-pekerja cekatan namun rendah hati. Sejak awal murid-murid diajarkan untuk menolong diri sendiri dan beberapa ilmu-ilmu lainnya yang penting.
Tujuan pendidikan di INS ini ada empat, di antaranya mendidik anak-anak berpikir rasional, mendidik anak-anak bekerja beraturan dan sungguh-sungguh, membentuk murid-murid menjadi manusia yang berwatak melalui sistem pendidikan, dan terakhir menanam perasaan persatuan, perasaan bekerja sama antar murid.
Lebih dari itu, murid-murid INS juga ditanamkan nilai-nilai intelek, nasional, dan juga semangat. Kemudian pelajaran bahasa Indonesia juga menjadi yang paling pokok dengan alokasi waktu 7,5 jam bagi kelas rendah dan 6 jam untuk kelas 3.
Sedangkan bahasa Belanda hanya diberikan satu jam di kelas 1 dalam bentuk latihan ucapan, kemudian kelas 2 selama 6 jam, dan kelas 3 selama kurang lebih 7,5 jam.
Semakin Berkembang
Dengan mengusung konsep sekolah kerja membuat INS Kayutanam menjadi salah satu sekolah bumiputera bermutu dengan fasilitas paling lengkap di seluruh Karisedenan Sumatra Barat pada dasawarsa 1930-an. Murid-muridnya sudah berjumlah ratusan yang terdiri dari berbagai macam daerah.
Perkembangan pesat di masa ini juga terlihat dari kegiatan dan prestasi non akademik INS di bidang olahraga dan kesenian. Ruang Pendidik INS Kayutanam tercatat telah tiga kali menyelenggarakan pertandingan olimpiade olahraga bagi para siswa se-Sumatra Barat.
Engku Muhammad Sjafei menjadi tokoh pendidikan yang begitu terkemuka di masanya. Namanya pun berada di antara tokoh bersejarah Indonesia lainnya setelah Ki Hajar Dewantara.