Sosok Kolonel Barlian, Mantan Panglima Kodam yang Ambil Alih Pemerintahan Sumatera Selatan saat PRRI
Alih-alih adanya PRRI membuat riuh keadaan pemerintah Indonesia khususnya di wilayah Sumatera, peran kolonel ini justru bersikap sebaliknya.
Alih-alih adanya PRRI membuat riuh keadaan pemerintah Indonesia khususnya di wilayah Sumatera, peran kolonel ini justru bersikap sebaliknya.
Sosok Kolonel Barlian, Mantan Panglima Kodam yang Ambil Alih Pemerintahan Sumatera Selatan saat PRRI
Melalui PRRI ini banyak tokoh-tokoh besar di bidang militer yang beralih dari pemerintahan Soekarno menuju PRRI dengan berbagai macam sebab dan masalah yang ada. Namun, salah satu tokoh besar militer ini justru bersikap netral dan sangat kooperatif. (Foto: Wikipedia)
Tokoh besar yang dimaksud adalah Kolonel Barlian bin H. Senapi Anggur, lahir 23 Juli 1922 di Tanjung Sakti, Sumatera Selatan ini adalah mantan Panglima Kodam IV/Sriwijaya sekaligus salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia.
Dalam menyikapi gejolak PRRI, ia lebih memilih untuk mengambil keputusan dingin dan berusaha tidak menambah buruk keadaan pada saat itu. Seperti apa bentuk perjuangan dan sikapnya terhadap pemerintah pusat? Simak profilnya yang dirangkum merdeka.com dari beberapa sumber berikut ini.
-
Siapa tokoh militer yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di era Kabinet PRRI Sumatera Barat? Sosok Dahlan Djambek, Letnan Kolonel yang Menjadi Mendagri Era Kabinet PRRI Sumatera Barat memiliki banyak sekali tokoh-tokoh besar yang begitu berpengaruh khususnya di bidang kemiliteran.
-
Kapan Untung Pranoto mencapai pangkat Letnan Kolonel? Pada tahun 2009, Untung berhasil meraih pangkat Letnan Kolonel.
-
Mengapa Melanchton Siregar diberi gelar Kolonel Tituler? Semangat perjuangannya yang membara ini membuat Melanchton mendapatkan gelar Kolonel Tituler pada tahun 1947.
-
Kapan Kolonel Ahmad Husein mendeklarasikan PRRI? Berangkat dari kekecewaannya itu, pada 15 Februari 1958, Ahmad Husein mendeklarasikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI.
-
Siapa yang menjadi ketua PDRI di Sumatera Barat? Dengan Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai ketua merangkap Menteri Pertahanan, Menteri Penerangan, dan Menteri Luar Negeri dan Wakilnya Teuku Mohammad Hasan.
-
Kenapa Kolonel Gatot memanggil Soeharto 'monyet'? Anak buahnya sudah tahu, jika Pak Gatot memanggil dengan kata: Monyet! Itu artinya hatinya tengah senang.
Masa Pendidikan
Barlian merupakan anak ketiga dari 7 bersaudara dari pasangan H. Senapi bin Anggur dan Hj. Renimpan binti Kenadjib. Tahun 1929, kehidupan kecil Barlian tidak seperti anak pada umumnya, ia bersama kakaknya yaitu Ramli dibawa ayahnya ke Bengkulu saat usianya 7 tahun.
Mereka kemudian tinggal di rumah milik teman ayahnya bernama Demang Toha lalu didaftarkan sekolah ke Hollands Indiandsche School (HIS). Barlian berhasil menyelesaikan pendidikan pada tahun 1937.
Setelah selesai sekolah HIS, Barlian melanjutkan di Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs atau MULO di Malang dan lulus pada tahun 1941. Setahun kemudian, ia daftar Sekolah Dagang Menengah di Bandung.
Kemudian, pada tahun yang sama ia juga menempuh Sekolah Latihan Pegawai di Singapura pada tahun 1942. Ia sempat merasakan bekerja di Kantor Residen Bengkulu sebagai Calon Wedana tahun 1943.
Karier Militer
Mengutip dari situs esi.kemdikbud.go.id, ketika masa penjajahan Jepang, Barlian bergabung dengan Gyugun atau tentara sukarela. Tak lama kemudian, Barlian ditugaskan untuk memimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Karesidenan Bengkulu.
Tahun 1950, Barlian ditempatkan di Markas Besar Angkatan Darat sebagai Kepala Staf Logistik. Puncak kariernya ketika Ia menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium (TT) II/Sriwijaya pada tahun 1956.
Pada saat itu, Barlian tergabung dalam pembentukan Dewan Daerah yang menjadi embrio dari adanya PRRI. Masih ditahun yang sama, di beberapa daerah sudah terbentuk dewan-dewan oleh para perwira menengah berpangkat kolonel dan letnan kolonel.
Mendirikan Dewan Garuda
Pembentukan dewan-dewan khususnya di wilayah Sumatera sebagian besar dilakukan oleh pelaku di tubuh militer. Contohnya saja seperti Kolonel Maludin Simbolon yang membentuk Dewan Gajah dan Dewan Banteng yang dipimpin Letkol Ahmad Husein di Sumut.
- Jawaban Lucu Kapten TNI Saat Dimarahi Kolonel Karena Dikira Ketiduran
- Ditangkap di Palembang, Ini Sosok Pembunuh Mayat Perempuan dalam Koper
- Mengenal Sosok Panca Wijaya Akbar Bupati Kabupaten Ogan Ilir, Istrinya Bukan Orang Sembarangan
- Mengenal Sosok Brigjen TNI Radjamin Purba, Pendiri Kampus USI dan Bupati Simalungun Tahun 1960
Tak ingin ketinggalan, Kolonel Barlian pun membentuk dewan bernama Dewan Garuda pada tanggal 26 Desember 1956. Setelah mendirikan Dewan Garuda selama kurang lebih setahun, Barlian mengumumkan melalui radio jika dirinya mengambil alih pemerintahan Sumatera Selatan.
Keputusan mengambil alih pemerintahan ini berawal dari adanya mosi tidak percaya terhadap orang-orang Jawa. Gubernur Winarno Danuatmodjo yang merupakan orang Jawa juga mendapatkan perlakuan yang serupa.
Untuk menghindari hal-hal yang semakin memperkeruh keadaan, akhirnya Barlian memutuskan mengambil alih pemerintahan di Sumatera Selatan.
Mengambil Sikap
Pergolakan ini rupanya tidak hanya pihak militer dengan pemerintah saja, melainkan juga terjadi di internal militer. Barlian pun menolak adanya pembentukan pemerintahan tandingan meskipun hanya bersifat menggertak.
Singkat cerita, Barlian menyatakan secara terbuka bahwa menolak terhadap gerakan-gerakan yang memisahkan diri dari Jakarta. Keikutsertaannya dalam dewan itu bertujuan untuk otonomi yang besar bagi Sumatera Selatan.
Dalam memimpin Dewan Garuda, Barlian justru mengambil sikap yang sangat hati-hati, malahan dirinya berbalik untuk mendukung pemerintah pusat. Alasannya yaitu Sumatera Selatan memiliki hubungan erat dengan Jawa, sehingga Barlian menghindari terjadinya peperangan dan perpecahan.
Alih-alih Dewan Garuda bertugas mengontrol pemerintah daerah, mereka lebih memilih untuk menjadi penasihat. Meskipun mendukung Pemerintah Pusat, namun Barlian juga tidak menarik diri dari Dewan Garuda. Ia membebaskan para anggotanya untuk menghendaki revolusi.
Tidak Bergabung PRRI
Untuk menghindari terjadinya kerenggangan hubungan antara daerah dengan pusat, Barlian memutar otak agar keadaan tersebut tidak terjadi. Ia akhirnya memutuskan untuk tidak bergabung dengan PRRI untuk mencegah terjadinya disintegrasi.
Selain itu, Dewan Garuda juga membebaskan para anggotanya untuk bergabung atau tidak dengan PRRI. Namun, secara prinsip Dewan Garuda menetapkan untuk tidak bergabung dengan PRRI.