Sosok Jenderal M. Jusuf, Panglima ABRI Asal Bone yang Bikin Presiden Soeharto Kalah Pamor
Pria berdarah Bone ini telah meniti karier dari politik sebagai menteri perindustrian hingga menjadi Panglima ABRI yang satu-satunya dari Sulawesi.
Pria berdarah Bone ini telah meniti karier dari politik sebagai menteri perindustrian hingga menjadi Panglima ABRI yang satu-satunya dari Sulawesi.
Sosok Jenderal M. Jusuf, Panglima ABRI Asal Bone yang Bikin Presiden Soeharto Kalah Pamor
Muhammad Jusuf yang memiliki nama kecil Andi Mo'mang ini lahir di Bone pada 23 Juni 1928. Selama hidupnya, karier Jusuf cukup mentereng dan menduduki jabatan penting. Kemudian, ia ditunjuk menjadi Panglima ABRI ke-7. Jusuf hidup di zaman Orde Lama dan Orde Baru yang tentu memberikan pengalaman berarti baginya. Pada tahun 1950-an, ia sudah terlibat dalam Perjuangan Rakjat Semesta (Permesta). Ia begitu menaruh perhatian terhadap desentralisasi keamanan wilayah Sulawesi.
(Foto: Wikipedia) Setelah wilayah Timur menyatakan keadaan darurat keamanan, Jusuf pun menjadi perwira operasi untuk Permesta. Tahun 1957, KSAD A.H. Nasution pun membentuk kodam Indonesia Timur untuk memberi keamanan. Di sisi lain, Jusuf ketika itu menjadi mata-mata Pemerintah Pusat untuk mengais informasi dari Permesta yang dianggap gerakan separatis.
Tahun 1958, Jusuf diangkat menjadi Panglima Kodam Sulawesi Selatan dan Tenggara. Posisinya ini juga dibantu secara langsung dari Pemerintah Pusat dalam memadamkan gerakan Permesta.
Menteri Perindustrian dan Supersemar
Sosok Jusuf terkenal begitu dekat dengan Presiden Soekarno saat itu. Kemudian, ia dipanggil ke Jakarta lalu ditetapkan menjadi Menteri Industri Ringan pada Kabinet Dwikora.
-
Mengapa Presiden Soeharto memilih Jenderal M Jusuf menjadi Panglima TNI? Presiden Soeharto selalu punya pertimbangan saat memilih Panglima TNI.
-
Apa pesan Presiden Soeharto untuk Jenderal M Jusuf? 'Perkuat dan bangkitkan kemanunggalan ABRI dan rakyat.' Hanya itu pesan Soeharto untuk Jenderal M Jusuf.
-
Kenapa Soeharto diangkat jadi Jenderal Besar? Mabes ABRI tahun 1997 menyebutkan setidaknya ada tiga prestasi Soeharto yang membuatnya dinilai layak untuk mendapatkan gelar Jenderal Besar.
-
Bagaimana Soeharto menyingkirkan jenderal? Di era Orde Baru, 'Didubeskan' atau dikirim menjadi Duta Besar adalah cara Soeharto menyingkirkan para jenderal di sekelilingnya yang dianggap tidak lagi sejalan atau bisa menjadi saingan.
-
Siapa yang jadi ajudan Presiden Soeharto? Berkat rekam jejaknya di bidang militer, pada tahun 1974 Try terpilih menjadi ajudan Presiden Soeharto. Mengutip situs tni.mil.id, sejak saat itu, karier suami Tuti Sutiawati ini meroket tajam.
-
Apa yang memicu lengsernya Soeharto? Kondisi ini menjadi momentum semakin masifnya gerakan menuntut Soeharto mundur dari kursi presiden.
Saat dirinya sudah ditetapkan menjadi Menteri Industri, Jusuf menghadiri pertemuan Kabinet di Istana Presiden pada 11 Maret 1966. Ketika pertemuan selesai, Soekarno dikabarkan sudah pergi ke Bogor menggunakan helikopter. Jusuf berniat untuk menjenguk Soekarno bersama Jenderal Basuki Rahmat dan Jenderal Amir Mahmud.
Momen kontroversial dari seorang Muhammad Jusuf adalah dirinya diduga membawa berkas berwarna merah dengan Supersemar yang sudah disiapkan pada kertas dengan logo Angkatan Darat.
Panglima ABRI
Intensitas pertemuan Muhammad Jusuf dengan Soeharto saat itu dianggap menjadi kunci selamat dalam sejarah kariernya. Tanpa diduga, Jusuf diangkat menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Pemilihan Jusuf sebagai Panglima ini lantas memicu pertanyaan besar. Selama kariernya, ia tidak banyak berkutat di bidang militer. Bahkan, Jusuf sebelumnya merupakan Menteri Perindustrian.
Selama menjabat sebagai Panglima, ia membuat program ABRI Masuk Desa yaitu para prajurit dikirim ke pelosok desa untuk membantu proses pembangunan infrastruktur.
Reputasinya di tubuh militer semakin baik saat dirinya juga menaruh perhatian terhadap kesejahteraan tiap anggotanya. Tak tanggung-tanggung ia juga rutin keliling daerah untuk mengunjungi dan melihat kondisi tentara beserta keluarganya.
Soeharto Kalah Pamor
Melalui programnya yang fokus menyejahterakan prajurit hingga membangun infrastruktur bagi para anak buahnya itu berbuah positif di mata mereka. Jusuf tanpa malu langsung terjun ke barak-barak milik prajurit untuk melihat keadaanya.
Intensitas kunjungan ke daerah yang tinggi membuat dirinya jarang sekali berangkat kantor. Dari sinilah, sosoknya pun 'viral' dan namanya populer di kalangan masyarakat biasa. Bahkan, satu-satunya stasiun televisi saat itu yakni TVRI telah menayangkan kunjungan kerja Panglima Jusuf.
Nama Jusuf yang sudah terlanjur populer itu membuat Presiden Soeharto khawatir. Jusuf juga dirumorkan cocok menggantikan Soeharto atau menjadi calon wakil presiden, tentu saja pihak penguasa Orba mulai cemburu.
Hubungan Meregang
Jusuf dengan popularitasnya, sedangkan Presiden Soeharto yang dilanda rasa cemburu membuat mereka berdua tidak menjalin komunikasi seperti dulu lagi.
Hubungan mereka menjadi dingin dan Jusuf juga sempat menggebrak meja Presiden Soeharto dan para pejabat negara saat ditanya apakah dia memiliki ambisi pribadi seiring kepopulerannya.
Posisinya sebagai Panglima selesai setelah ia digeser oleh Soeharto menjadi Kepala Badan Pemeriksa Keuangan. Kemudian ia memilih pulang ke Makassar dan menghabiskan masa tuanya.