Jangan Salah, Meski Canggih Starlink Bisa Mengalami Penurunan Kecepatan
Bagaimanapun Starlink tetap teknologi yang memiliki kelemahan.
Bagaimanapun Starlink tetap teknologi yang memiliki kelemahan.
Jangan Salah, Meski Canggih Starlink Bisa Mengalami Penurunan Kecepatan
Layanan internet Starlink yang memiliki kecanggihan untuk dapat menjangkau wilayah yang sangat luas kini telah masuk secara retail ke Indonesia.
Meskipun memiliki kecanggihan tinggi, Starlink dinilai tetap memiliki risiko untuk mengalami masalah yang ditakutkan oleh banyak pengguna internet, yaitu koneksi lambat.
Heru Sutadi, pengamat teknologi dan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, mengatakan bahwa pengguna Starlink bisa mendapat koneksi internet yang delay atau tertunda.
“Bahkan satelit LEO pun jumlahnya juga harus sangat banyak. Saat ini kan juga Starlink baru 6.000 [satelit] sehingga juga kecepatannya di banyak negara juga sudah mulai dikomplain,”
Heru Sutadi, pengamat teknologi dan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute kepada Merdeka.com, Jumat (24/5).
Starlink merupakan layanan internet yang koneksinya disalurkan melalui konstelasi satelit di orbit rendah Bumi (LEO), bukan melalui infrastruktur yang ada di Bumi.
Teknologi satelit LEO, yang berada di orbit dengan altitudo di bawah 2.000 km, memiliki keunggulan dalam sisi kualitas, kecepatan, hingga latensi internet dibandingkan dengan satelit yang berada di orbit geostasioner (GEO) yang lebih tinggi.
Semakin banyak satelit yang ada di luar angkasa, maka kapasitas yang ada akan semakin besar dan dan setiap pengguna internet satelit dapat memiliki kecepatan internet yang lebih tinggi.
Menurut data dari Ookla, median/nilai tengah kecepatan unduh Starlink dari tahun ke tahun menjadi lebih lambat (lebih dari 5%) di delapan negara dari kuartal kedua 2022 hingga kuartal kedua 2023.
Meskipun begitu, terdapat 15 negara yang kecepatannya meningkat.
Untuk menambah keandalan dan kecapatan internet, Starlink mempunyai rencana untuk mengirim lebih banyak satelit lagi ke LEO.
“Karena angka mereka untuk menerbangkan satelit sebanyak 12.000 ini masih belum terpenuhi. Bahkan mereka punya keinginan lebih banyak lagi, 34.000 satelit, gitu ya, yang bisa diterbangkan ke angkasa,” ungkap Heru.
Di balik risiko buruk tersebut, Heru tetap mendukung keberadaan Starlink di Indonesia untuk menjangkau daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) karena adanya kesulitan pengadaan layaan internet berbasis kabel dan menara di daerah-daerah tersebut.
Heru juga tidak menghilangkan kemungkinan bahwa masyarakat perkotaan juga dapat berlangganan internet Starlink karena daya beli mereka yang lebih besar dibanding masyarakat di daerah 3T. Akhirnya, masyarakat dapat memiliki banyak pilihan koneksi internet.
“Silakan saja masyarakat nanti kemudian akan memilih dengan membandingkan mana [layanan internet] yang lebih berkualitas, mana yang harganya lebih terjangkau, dan mana yang di wilayahnya itu ada jaringannya,”
Heru Sutadi, pengamat teknologi dan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute.