Teknologi Ini Diakui Punya Kekuatan “Membangkitkan” Orang Mati, Tapi Apa Pantas Digunakan?
Namun apakah manusia siap menghadapi dunia baru yang penuh tantangan ini?
Namun apakah manusia siap menghadapi dunia baru yang penuh tantangan ini?
Teknologi Ini Diakui Punya Kekuatan “Membangkitkan” Orang Mati, Tapi Apa Pantas Digunakan?
Dengan percepatan pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT baru-baru ini, gagasan “kebangkitan digital” tidak lagi hanya menjadi inspirasi para penulis fiksi ilmiah.
Namun apakah manusia siap menghadapi dunia baru yang penuh tantangan ini?
Mengutip laporan IFLScience, Minggu (7/1), Masaki Iwasaki, asisten profesor dari Fakultas Hukum Universitas Nasional Seoul, ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap masyarakat terhadap kloning digital.
-
Siapa yang khawatir dengan dampak AI yang dapat 'menghidupkan' orang mati? Mulligan menganggap kebangkitan bot hantu menarik sebagai peneliti AI (kecerdasan buatan) dan terapi. Namun, dia juga khawatir mengenai dampaknya terhadap kesehatan mental masyarakat, terutama mereka yang sedang berduka.
-
Bagaimana AI dapat membuat 'hantu' virtual dari orang yang telah meninggal? Menurut Mulligan, dengan bantuan teknologi palsu, perangkat lunak AI dapat menghasilkan representasi virtual yang nyata dari orang yang meninggal menggunakan data digital seperti foto, email, dan video.
-
Mengapa 'hantu' AI yang bisa menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal dapat berbahaya bagi kesehatan mental? 'Menghidupkan kembali' orang mati secara virtual bisa memicu lebih banyak masalah daripada solusi, menyebabkan meningkatnya kebingungan, stres, kesedihan, kecemasan, dan bahkan lebih parah dapat memicu psikosis.
-
Apa yang dibayangkan oleh AI? Hasilnya sungguh memesona. Coldplay memainkan musik mereka di tengah latar belakang Gunung Bromo yang diselimuti kabut, menambah pesona dan kemegahan dari acara tersebut. Ribuan penonton terlihat memadati area tersebut.
-
Bagaimana Sirine Malas dapat berinteraksi dengan ibunya yang sudah meninggal melalui AI? Malas dapat "berbicara" dengan ibunya melalui chatbot ini, yang memberikan tanggapan yang diperkirakan akan diberikan oleh ibunya.
-
Kenapa AI memprediksi wajah manusia di masa depan akan terhubung dengan teknologi? Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana hubungan manusia dengan teknologi akan berubah seiring berjalannya waktu.
Dia mensurvei 222 orang dewasa AS, dari berbagai usia, tingkat pendidikan, dan latar belakang sosial ekonomi.
Di salah satu bagian survei, peserta disajikan skenario di mana seorang wanita fiksi berusia 20-an meninggal dalam kecelakaan mobil.
Teman dan orang tua wanita tersebut sedang mempertimbangkan untuk menggunakan AI untuk membuatnya kembali menjadi android digital, namun pada awalnya tidak jelas apakah wanita tersebut sendiri telah menyetujui hal ini dalam hidupnya.
Mungkin tidak mengherankan jika sebagian besar responden survei yakni sebanyak 97 persen merasa tidak pantas menghidupkan kembali seseorang secara digital. Sebaliknya, 58 persen merasa tidak apa-apa jika orang tersebut setuju.
“Meskipun saya memperkirakan penerimaan masyarakat terhadap kebangkitan digital akan lebih tinggi ketika persetujuan diungkapkan, perbedaan mencolok dalam tingkat penerimaan – 58 persen untuk persetujuan versus 3 persen untuk perbedaan pendapat – ini sungguh mengejutkan,” kata Iwasaki.
“Meskipun kehendak orang yang meninggal penting dalam menentukan penerimaan masyarakat terhadap kebangkitan digital, faktor-faktor lain seperti kekhawatiran etis tentang hidup dan mati, serta pemahaman umum terhadap teknologi baru juga penting,” kata Iwasaki.
Dalam konteks ini, penting untuk lebih memahami suasana hati masyarakat, dan bagaimana hak-hak dan preferensi individu dapat dilindungi.
“Penelitian saya, berdasarkan diskusi sebelumnya di lapangan, berpendapat bahwa aturan opt-in yang mewajibkan persetujuan orang yang meninggal untuk kebangkitan digital mungkin merupakan salah satu cara untuk melindungi hak-hak mereka,” ungkap dia.