Kisah Penaklukan Konstantinopel oleh Mehmed II, Kota yang Kini Bernama Istanbul
Kota yang diklaim oleh Rasulullah SAW sebagai kota terindah ini pada dahulu kala merupakan ibukota dari kekaisaran Bangsa Romawi Timur yang dikenal dengan sebutan Konstantinopel.
Ibukota Negara Turki yang bernama Istanbul ternyata memiliki sejarah Islam yang kental. Kota yang diklaim oleh Rasulullah SAW sebagai kota terindah ini pada dahulu kala merupakan ibu kota dari kekaisaran Bangsa Romawi Timur yang dikenal dengan sebutan Konstantinopel.
Lalu, bagaimana sejarah dari kota yang kini dijuluki sebagai Istanbul tersebut? Simak ulasan yang dirangkum dari berbagai sumber berikut ini.
-
Apa yang dimaksud dengan bulan Ramadan? Ramadan adalah bulan suci dalam kalender Islam yang paling ditungg-tunggu oleh umat muslim seluruh dunia. Ramadan adalah waktu refleksi, pertumbuhan spiritual, dan kedisiplinan diri.
-
Apa saja acara yang diadakan oleh Kuningan City untuk memeriahkan Ramadan Kareem? Dengan tema "Ramadhan Kareem," Kuningan City mengundang pengunjung untuk menikmati momen berharga bersama keluarga dan orang terdekat dengan penuh keceriaan dan makna.
-
Apa yang diraih Iqbaal Ramadhan baru-baru ini? Setelah ngejalanin kuliah dari tahun 2019 di Australia, Iqbaal Ramadhan akhirnya resmi jadi lulusan Media Komunikasi dari Monash University. Keren banget!
-
Apa yang dimaksud dengan ucapan menyambut Ramadhan? Kata-kata ucapan menyambut Ramadhan 2024 dapat menjadi perekat silaturahmi, sekaligus disisipi doa-doa baik untuk Ramadhan esok.
-
Apa yang dirasakan saat Ramadan berakhir? Seiring dengan terbenamnya matahari di akhir Ramadan, kita merasakan campuran perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
-
Apa hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam? Hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam yaitu wajib. Terutama bagi umat Islam yang sudah memenuhi beberapa persyaratan.
Sabda Rasulullah SAW
2.bp.blogspot.com
Awal dari sejarah Istanbul yakni berasal dari sabda Rasulullah SAW yang mengatakan terkait dengan kepemimpinan. Beliau secara langsung mengatakan bahwa sebaik-baiknya pemimpin adalah mereka yang dapat menaklukkan Konstantinopel.
“Sesungguhnya akan dibuka Kota Konstantinopel, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu.” (HR. Imam Ahmad 4/235, Bukhori 139).
Maka, sejak saat itu pula sabda Rasulullah SAW menjadi sangat fenomenal di kalangan umat Islam. Banyak yang kemudian menjadikan sabda Rasulullah sebagai salah satu impian terbesar mereka untuk mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT.
Salah satunya yakni Mehmed bin Murad atau yang kini dikenal dengan sebutan El-Fatih (sang penakluk).
Kehidupan Awal Sultan Mehmed II
Liputan6.com ©2020 Merdeka.com
Sultan Mehmed II atau Muhammad al-Fatih merupakan pangeran dari Kerjaan Ustmaniyah, yakni keturunan langsung dari Sultan Murad II yang dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di Kota Erdine, ibu kota Kerjaan Ustmaniyah di kala itu.
Didikan dari kerajaan dan sang ayah yang tegas membuatnya tumbuh menjadi salah satu pemuda yang cerdas, berintelektual tinggi, dan berani. Beberapa pencapaian luar biasanya sewaktu masih kecil yaitu kemampuannya dalam berbicara multibahasa seperti Bahasa Yunani, Latin, Persia, dan Bahasa Arab.
Tidak hanya itu, ia juga telah mampu mengkhatamkan hafalan Alquran yang berisikan 30 juz secara fasih dan lancar. Meskipun demikian, sang ayah yang juga merupakan pemimpin dari Kerjaan Ustmaniyah kala itu juga tidak lupa untuk memberikan berbagai ajaran melalui para ulama, sebab sang ayah juga menyadari akan tanggung jawab besar yang kelak akan ia amanatkan kepada sang pangeran.
Mendapatkan Mandat Sebagai Pemimpin
©2012 Merdeka.com/Shutterstock/sculpies
Dengan berbagai kecerdasan yang dimilikinya, Muhammad el-Fatih pun dengan cepat diangkat menjadi pemimpin Kerjaan Ustmaniyah pada saat umurnya yang relatif masih muda yakni 19 tahun.
Sabda Rasulullah yang merupakan impiannya sejak dahulu lantas ia jadikan sebagai salah satu program terbesarnya ketika ia memimpin sejak tanggal 5 Muharam 855 H atau 7 Februari 1451 M.
Tidak secara langsung menyerang Konstantinopel, ia pun membuat beberapa kebijakan strategis terlebih dahulu seperti kebijakan militer dan politik luar negeri. Kebijakan tersebut membuat beberapa daerah yang memiliki kerjasama dengan Kerajaan Ustmaniyah harus menghilangkan pengaruh Kerajaan Romawi Timur secara politis dan militer.
Menaklukan Konstantinopel
Liputan6.com/Shutterstock ©2020 Merdeka.com
Kejayaan Bizantium
Sebelum ditaklukkan oleh Muhammad el-Fatih, daerah penting dari Kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad ini pada dasarnya telah diserang oleh beberapa prajurit umat Islam terlebih dahulu.
Sebab, beberapa bangsa yang mencoba untuk membuktikan sabda Rasulullah tersebut ternyata tidak cukup kuat untuk menembus benteng pertahanan Konstantinopel yang dibuat dengan sangat rumit.
Strategi Perang
©2013 Merdeka.com
Untuk dapat menaklukkan Konstantinopel, Sultan Mehmed II ini telah mempersiapkan prajurit sebanyak 4 juta orang dengan taktik perang yang akan dilancarkan dari darat. Penaklukan ini sejatinya tidaklah mudah, sebab prajuritnya harus mengepung benteng Konstantinopel selama 50 hari.
Tentu saja, hal ini membuat prajurit dan dirinya sempat putus asa lantaran pengepungan tersebut benar-benar menguras tenaga, waktu, pikiran, hingga perbekalan.
Kerajaan Romawi Timur telah membuat pagar kuat di laut sehingga mustahil bagi musuhnya untuk menyentuh benteng kecuali dengan melewatinya. Hal ini tidak membuat el-Fatih patah semangat.
Pertahanan dari Bizantium ini justru memunculkan strategi perangnya yang sangat cerdas dan luar biasa. Ia memutuskan untuk menggandeng dan melumuri minyak pada
70 kapal besarnya untuk melintasi Galata ke muara dalam waktu kurang dari satu malam.
Keesokan harinya, Kerajaan Romawi Timur panik dan tidak menyangka bahwa pasukan el-Fatih akan menyerang Konstantinopel dengan menyeberangkan kapal-kapal besar mereka melalui jalur darat.
Kemenangan dan Penaklukan Kota
© Wallpaper Abyss - Alpha Coders
Dengan strategi perang dari el-Fatih yang menakjubkan tersebut, akhirnya benteng pertahanan kekaisaran Romawi Timur pun runtuh. Tembok yang diklaim sebagai simbol kekuatan Bizantium ini pun tak bersisa sehingga secara langsung kota ini jatuh ke tangan kaum muslimin.
El-Fatih yang pada saat itu masih berusia 21 tahun akhirnya memasuki Kota Konstantinopel dan turun dari kudanya untuk melakukan sujud syukur. Setelah itu, Kota Konstantinopel resmi menjadi bagian daerah kekuasaan dari Kerajaan Ustmaniyah.
Istanbul dan Masa Kepemimpinan Mehmed II
© HagiaSophiaTurkey.com
Pada masa kepemimpinannya, banyak terobosan yang dilakukan untuk memakmurkan kerajaan dan masyarakatnya melalui kecerdasannya. Selain itu, Sultan Mehmed II ini juga mendirikan bangunan yang penting seperti masjid dengan jumlah lebih dari 300 bangunan, 57 sekolah, hingga 59 tempat pemandian.
Sejarah dari nama Istanbul pun tidak jauh dari perang yang dilakukan oleh el-Fatih ini. Setelah dapat menaklukkan benteng Konstantinopel, ia pun kemudian memasuki gereja terbesar di kota yang indah tersebut. Gereja Hagia Sophia yang merupakan tempat ibadah pada masa kekaisaran Bizantium kemudian diperintahkannya untuk dijadikan sebagai masjid.
Tidak hanya itu, sebagai simbol kemenangan pasukan dan umat Islam, maka Kota Konstantinopel tersebut kemudian diganti menjadi Islambul yang memiliki arti “Negeri Islam”. Seiring waktu berlalu, Islambul akhirnya disebut dengan Kota Istanbul.
(mdk/mta)