5 Fakta di Balik Turunnya Jumlah Penduduk Miskin RI Capai 25,26 Juta Orang
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia pada September 2018 mencapai 25,26 juta orang atau sebesar 9,66 persen, menurun 0,28 juta orang dibandingkan Maret 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia pada September 2018 mencapai 25,26 juta orang atau sebesar 9,66 persen, menurun 0,28 juta orang dibandingkan Maret 2018.
"Persentase penduduk miskin pada September 2018 sebesar 9,66 persen menurun 0,16 persen poin dibandingkan Maret 2018," kata Kepala BPS Suhariyanto, di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (15/1).
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Bagaimana BPS berperan dalam penyusunan kebijakan pemerintah? BPS memiliki peran yang sangat vital dalam memberikan data statistik yang akurat dan terpercaya. Serta dalam mendukung penyusunan kebijakan pemerintah, dan dalam menunjang kepentingan masyarakat umum.
-
Apa yang dimaksud dengan PBI BPJS? PBI BPJS merupakan bagian dari program pemerintah yang bertujuan untuk menanggung biaya iuran BPJS Kesehatan bagi individu atau kelompok yang memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan.
-
Bagaimana PPS membentuk KPPS? Membentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS): PPS membentuk KPPS yang bertugas dalam pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara.
-
Apa yang dihapus dari BPJS? Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjawab pertanyaan publik terkait naiknya iuran ketika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku.
-
Apa tugas utama dari BPS? Tugas BPS adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang statistik sesuai peraturan perundang-undangan.
Pada Juli 2018 lalu, BPS mencatat jumlah penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia hingga Maret 2018 mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen), berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang (10,12 persen).
Menurutnya, angka tersebut paling rendah sejak krisis moneter yang dialami Indonesia pada 1998 silam. "Ini pertama kali Indonesia mendapatkan tingkat angka kemiskinan satu digit, terendah sejak 1998. Meski penurunan jumlah penduduknya tidak yang paling tinggi," jelas Suhariyanto.
Berikut 5 fakta di balik kembali turunnya jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Baca juga:
Angka Kemiskinan Kembali Turun, Ini Kata Menko Darmin
Ini Faktor Penyebab Jumlah Penduduk Miskin Turun Capai 25,26 Juta Orang
Makanan Penyebab Utama Kemiskinan Banten di 2018
Gini Ratio September 2018 Tercatat Turun Tipis Menjadi 0,384
September 2018, Jumlah Penduduk Miskin Kembali Turun Capai 25,26 Juta Orang
Penduduk miskin di Maluku dan Papua masih tinggi
Suhariyanto menyampaikan persentase penduduk miskin pada periode Maret hingga September 2018 di daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 13,1 ribu orang. Sedangkan penduduk miskin di perdesaan tercatat turun sebesar 261,1 ribu orang.
"Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 7,02 persen menjadi 6,89 persen. Sementara di perdesaan turun dari 13,20 persen menjadi 13,10 persen," jelasnya.
Sementara itu, apabila melihat persentase dari jumlah penduduk miskin berdasarkan kepulauan pada September 2018, terlihat bahwa penduduk miskin terbesar berada di wilayah Pulau Maluku dan Papua yaitu sebesar 20,94 persen. Sedangkan persentase penduduk terendah berada di Pulau Kalimantan, yaitu 5,98 persen.
"Dari sisi jumlah, sebagian besar penduduk miskin masih berada di Pulau Jawa sebanyak 13,19 juta orang sedangkan jumlah pennduduk miskim terendah berada di Pulu Kalimantan 0,97 juta orang," katanya.
Beras dan Rokok Penyumbang kemiskinan terbesar
BPS mencatat, garis kemiskinan pada September 2018 tercatat sebesar Rp 410.670 per kapita atau per bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 302.022 (73,54 persen) dari garis kemiskinan bukan makaman sebesar Rp 1,8.648 (26,46 persen).
"Beras masih memberi sumbangan sebesar 19,54 persen di perkotaan dan 25,51 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap garis kemiskinan 10,39 persen di perkotaan dan 10,06 persen di perdesaan," kata Suhariyanto.
Sedangkan, komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan garis kemiskinan terbesar di perkotaan dan perdesaan adalah masih dipicu oleh sektor perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Ketimpangan menurun
Kepala BPS Suhariyanto mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini ratio sebesar 0,384 pada September 2018. Gini ratio ini juga merupakan tingkat ketimpangan antara penduduk miskin dan kaya.
Dia menyebutkan angka tersebut menurun sebesar 0,005 poin jika dibandingkan dengan gini ratio Maret 2018 yang sebesar 0,389. Sementara itu, jika dibandingkan dengan gini ratio September 2017 sebesar 0,391, turun sebesar 0,007 poin.
"Gini ratio di daerah perkotaan pada September 2018 tercatat sebesar 0,391, turun dibanding gini ratio Maret 2018 yang sebesar 0,401 dan gini ratio September 2017 yang sebesar 0,404," kata Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin (16/7).
Sementara itu, gini ratio di daerah pedesaan pada September 2018 juga tercatat sebesar 0,319, turun dibandingkan dengan gini ratio Maret 2018 sebesar 0,401 serta gini ratio September 2017 yang sebesar 0,404.
Kenaikan Upah buruh tani dan inflasi penyebab penurunan kemiskinan
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap turunnya tingkat kemiskinan di Indonesia. Salah satunya adalah adanya kenaikan upah riil buruh tani dan nilai tukar petani (NTP) sepanjang Maret-September 2018.
Dia merincikan, nominal rata-rata upah buruh tani pada September 2018 baik sebesar 2,07 persen dibanding Maret 2018. Dari Rp 51.580 menjadi 52.665.
Selain itu faktor lain yang menekan tingkat kemiskinan adalah, laju inflasi yang terjaga. Selama periode Maret-September 2018 BPS mencatat inflasi sebesar 0,94 persen. Harga eceran beberapa komoditas pokok juga mengalami penurunan.
"Secara nasional beras turun 3,28 persen, daging sapi 0,74 persen, minyak goreng 0,92 persen dan gula pasir mengalami penurunan 1,48 persen," kata dia.
BPS mencatat, turunnya kemiskinan juga merubah garis kemiskinan menjadi Rp 410.670 per kapita dari yang sebelumnya sebesar Rp 401.220 per kapita.
Adapun rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk penduduk yang berada di 40 persen lapisan terbawah selama periode Maret-September 2018 tercatat tumbuh 3,55 persen. Lebih tinggi dibandingkan kenaikan garis kemiskinan pada periode yang sama sebesar 2,36 persen.
Penurunan kemiskinan hasil upaya pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, menurunnya angka kemiskinan ini tidak lepas dari campur tangan pemerintah. Di mana, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sepanjang 2018 mulai dari dana bantuan sosial hingga dana desa.
"Itu hasil hitungan. Hasil hitungan bukan kita yang hitung. Dengan pengeluaran pemerintah bantuan sosial apapun itu kombinasinya bagus hasilnya. sehingga tingkat kemiskinannya turun. bayangkan kalau naik?" kata Darmin di Kantornya, Jakarta, Selasa (15/1).
Dia mengaku optimis tingkat kemiskinan ke depan dapat kembali ditekan. Sebab, pemerintah sendiri tidak akan merubah berbagai kebijakan yang sudah dijalankan. Termasuk juga konektifitas terhadap pembangunan infrastruktur yang tengah berjalan.
"(Penuruan akan berlanjut?) Kenapa tidak, emangnya kita mendadak merubah ubah kebijakan kita secara drastis kan enggak. Mungkin malah ke depan kalau infrastruktur itu sebenearnya apalagi kalau lihat infrastruktur strategis saja yang ada itu yang selesai sampai akhir tahun 2019 itu mungkin ya 50-60 persen masih jalan dia tidak berarti belum dimulai yang lain. sudah mulai tapi infrastruktur itu kan proyeknya 3 tahun 4 tahun," jelasnya.
"Intinya tingkat kemiskinan sudah turun seberapa besar. Sudah bisa jawab lah mana yang disebakan oleh infrastruktur dan bansos," sambungnya.