Banggar Minta Pemerintah Ubah Asumsi Rupiah di Bawah Rp16.000
Said mengaku persoalan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negeri Paman Sam ini kerap membuat sakit kepala.
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyarankan Pemerintah menurunkan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Semula Rp16.100 per dolar AS diubah menjadi Rp15.900 per dolar AS.
"Pada 2025 pemerintah mengusulkan kurs Rp. 16.100 per USD. Pimpinan Banggar DPR mendorong agar kurs bisa lebih rendah di level 15.900 per USD," kata Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam rapat Banggar dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menkumham, dan Gubernur Bank Indonesia, Selasa (27/8).
Said mengaku persoalan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negeri Paman Sam ini kerap membuat sakit kepala. Sebab dalam beberap waktu terakhir Rupiah terus mengalami tekanan.
"Persoalan nilai tukar rupiah selama ini juga selalu membuat kita pening. Grafik transaksi kurs kita dalam jangka panjang cenderung melemah," ungkap Said.
Banggar menilai nilai tukar rupiah bisa menguat dengan cara transformasi struktur ekspor yang bernilai tinggi, menguatkan investasi. Tak terkecuali kebijakan bauran sistem pembayaran yang beragam dari sejumlah mata uang mitra dagang.
Tingginya Suku Bunga SBN Bakal Bebani Negara
Kemudian, terkait tingkat suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 7,1 persen yang diajukan Pemerintah dinilai akan menjelma menjadi beban tinggi bagi pemerintah ke depannya.
Mengingat jumlah kumulatif bunga utang RI sejak 2015-2023 telah mencapai Rp2.569,4 triliun. Menurutnya, dengan tingkat suku bunga SBN tertinggi dibanding negara lain bisa berpotensi membuat fiskal menjadi tidak sehat.
Oleh karena itu, Banggar menilai Pemerintah perlu mempelajari dan mengembangkan praktis terbaik dari negara-negara tetangga yang berada di lever 1-3 persen.
"Pimpinan Banggar DPR berharap, suku bunga SBN bisa lebih rendah dari usulan pemerintah di nota keuangan RAPBN 2025, setidaknya di rata rata 6,9 persen dan ke depan di dorong bisa lebih rendah lagi, serta mengembangkan skema pembiayaan yang lebih murah,” pungkas Said.