Cegah UMKM Jadi Korban Pinjol Ilegal, OJK: Ibu-Ibu Jangan Kenalan ya Sama Rentenir
OJK bersama kementerian/lembaga lain sudah menutup lebih dari 5.800 pinjol ilegal yang telah menimbulkan kerugian akibat investasi ilegal di atas Rp100 triliun.
OJK meminta agar para pelaku UMKM tidak perlu berkenalan dengan rentenir.
Cegah UMKM Jadi Korban Pinjol Ilegal, OJK: Ibu-Ibu Jangan Kenalan ya Sama Rentenir
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari mengingatkan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) agar tidak terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal yang sudah memiliki banyak skema penipuan.
"Ibu-ibu (pelaku UMKM) kenal rentenir enggak? Tahu, tapi enggak usah kenal ya, enggak usah kenalan. Apalagi berteman, enggak usah ya," kata Frederica di Jakarta, dikutip Antara, Selasa (29/8).
Dia menyampaikan bahwa OJK memiliki program Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) untuk memajukan akses keuangan masyarakat.
Salah satu sub program TPKAD adalah Kredit Pembiayaan Melawan Rentenir yang dinilai sangat bagus untuk membantu UMKM naik kelas.
Adapun sub program lain dari TPKAD juga mencakup kredit pembiayaan sektor prioritas hingga kredit usaha mikro yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan bisnis UMKM.
Hingga saat ini, OJK bersama kementerian/lembaga lain disebut sudah menutup lebih dari 5.800 pinjol ilegal yang telah menimbulkan kerugian akibat investasi ilegal di atas Rp100 triliun.
"Ibu-ibu hati-hati, jangan sampai masuk ke skema-skema seperti ini. Untuk itu, amannya Ibu selalu harus ingat 2L, legal dan logisnya. Kalau ditawari sesuatu, cek dulu legalitasnya, bisa telepon ke OJK kontak 157, dicek juga logis apa tidaknya untuk tawaran-tawaran tersebut," imbuhnya.
Selain itu, dia meyakini pelaku UMKM memiliki ide bisnis yang banyak, tetapi kurang berinovasi.
"Apa sih challenge-nya dari UMKM di Indonesia? Yang pertama adalah rendahnya kapasitas UMKM itu sendiri. Idenya banyak, tapi mungkin secara inovasinya juga kurang," ujarnya.
Persoalan lain yang dihadapi UMKM adalah sumber daya manusia masih sangat terbatas, dan pengelolaan keuangan juga harus terus perlu didorong.
Begitu pula dengan akses UMKM terhadap jasa keuangan yang disebut masih sangat terbatas, yakni baru tercapai 70 persen UMKM memiliki akses terhadap jasa keuangan dari total 65 juta UMKM di Indonesia.
Selain itu, sekitar 46,6 juta UMKM juga masih memerlukan tambahan pendanaan, dan baru 22,68 juta UMKM terdigitalisasi per Juni 2023.
"Kita tidak bisa memajukan UMKM Indonesia tanpa adanya sinergi dan kolaborasi antarinstitusi. Seperti yang kita lakukan di sini, antara OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), dan juga dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Ini rasanya sudah memberikan suatu optimisme bahwa UMKM di Provinsi Kalimantan Barat ini akan terus bisa maju dan berkembang," katanya pula.
Dalam kesempatan tersebut, dia juga mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan banyak inisiatif untuk pengembangan inklusi keuangan UMKM. Salah satunya dari sisi infrastruktur regulasi yang terwujud dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
"(UU P2SK) memandatkan kepada OJK bersama-sama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain untuk melakukan literasi dan edukasi kepada masyarakat. Kita juga mewajibkan seluruh pelaku usaha jasa keuangan melakukan literasi dan edukasi kepada masyarakat," katanyai.
OJK juga memiliki program Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) guna mewujudkan indeks inklusi masyarakat Indonesia hingga 90 persen pada tahun 2024.
"Saat ini, kita baru mencapai 86 persen. Insya Allah dengan partisipasi ibu-ibu semua, bapak-bapak semua di sini, ini akan juga terus meningkatkan indeks inklusi keuangan di Indonesia," ujar Friderica.