DPR Beberkan Dampak Buruk Wacana Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek
Kebijakan ini, bagian dari aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) inisiatif Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuai sorotan. Dalam RPMK tersebut, diatur kemasan rokok nantinya tanpa merek alias polos.
Kebijakan ini, bagian dari aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
-
Kapan bolu kukus tanpa tepung terigu bisa disantap? Berikut beberapa resep bolu kukus enak dan lembut yang bisa dinikmati saat bersantai di sore hari
-
Kapan kue basah bisa tahan lama tanpa kulkas? Kue memiliki masa tahan hingga lima hari penuh. Jika sudah dipotong, kue bisa disimpan dalam wadah plastik di ruangan agar tidak cepat kering.
-
Apa saja bahaya asap rokok yang menempel di pakaian? Asap rokok yang menempel pada pakaian tidak hanya menyengat dan tidak nyaman, tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan. Berikut adalah penjelasan tentang bahaya asap rokok yang menempel pada pakaian: 1. Zat Kimia Berbahaya Asap rokok mengandung banyak zat kimia berbahaya, termasuk nikotin, formaldehida, naftalena, dan tobacco-specific nitrosamines (TSNAs). Zat-zat ini dapat menempel pada permukaan pakaian dan berpotensi menyebabkan berbagai kondisi kesehatan yang serius, seperti kanker, Sudden Infant Death Syndrome (SIDS), dan chronic obstructive pulmonary disease (COPD).
-
Berapa lama ketahanan kelapa parut tanpa kulkas? Kelapa parut bisa bertahan segar hingga sekitar 12 jam tanpa perlu disimpan di dalam lemari es.
-
Kapan asap rokok yang menempel di pakaian dapat berbahaya? Bau asap rokok yang menempel pada kulit, rambut, atau pakaian dapat menyebabkan reaksi alergi dan iritasi kulit. Selain itu, bau ini juga dapat menimbulkan masalah pernapasan, seperti pneumonia pada anak-anak, karena asap rokok yang menempel dapat dihirup kembali dan menyebabkan infeksi paru-paru.
-
Kapan selaput dara bisa robek? Di mana selaput dara dapat robek atau terkoyak dalam berbagai situasi. Termasuk aktivitas fisik atau ketika berhubungan seksama.
Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, menyoroti bahwa kebijakan tersebut mengabaikan hak-hak hidup masyarakat yang bergantung pada industri tembakau.
Menurutnya, kemasan rokok polos tanpa merek berisiko mendiskriminasi kelompok-kelompok masyarakat kecil, termasuk pedagang asongan yang telah berkontribusi pada pendapatan negara melalui cukai.
Dampak itu terasa signifikan bagi tenaga kerja dan petani tembakau, yang selama ini menggantungkan hidup pada industri hasil tembakau.
”Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakadilan dalam proses pembuatan peraturan, yang seharusnya melibatkan semua pihak, termasuk kementerian/lembaga terkait, tanpa adanya unsur diskriminatif," kata Firman, Selasa (24/9).
Firman menyoroti beleid RPMK yang bertentangan dengan RUU Komoditas Strategis Nasional (RUU KSN). Ia menyebutkan, aturan ini, sebagai turunan dari undang-undang, tidak boleh mengintervensi atau menganulir ketentuan yang sudah diatur dalam undang-undang utama.
- Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Tuai Protes Serikat Pekerja, Kemnaker Singgung Dampak Negatif Regulasi
- DPR Minta Kemenkes Tinjau Ulang Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Begini Alasannya
- DPR: Wacana Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Diskriminatif & Tak Sejalan dengan Konstitusi
- DPR Ingatkan Menkes Tak Langgar Aturan soal Turunan UU Kesehatan
"DPR RI akan mengambil sejumlah langkah untuk memastikan RPMK sesuai dengan ketentuan undang-undang. Ke depan, pihaknya akan memeriksa setiap pasal dalam RPMK untuk memastikan kesesuaiannya dengan RUU KSN dan undang-undang lainnya," ujar dia
Hidup Petani dan Peritel
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP, Rahmad Handoyo, menyatakan, tembakau adalah komoditas unggulan nasional yang menghidupi jutaan orang, mulai dari petani, pekerja, hingga peritel.
Rahmad mengingatkan, dampak dari kebijakan ini dapat menghimpit industri hasil tembakau secara keseluruhan, yang berdampak luas pada lapangan pekerjaan, terutama di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sektor-sektor lainnya.
"Kami menyerukan perlunya keseimbangan dan keadilan dalam pembuatan kebijakan. Agar tidak menimbulkan masalah baru dalam upaya pengendalian," papar dia.
Lebih lanjut, Rahmad menyoroti banyaknya kebijakan yang telah dirasakan oleh sektor pertembakauan seperti kenaikan tarif cukai hasil tembakau terlampau tinggi yang telah mendorong penyebaran rokok ilegal. RPMK yang memaksa kemasan rokok polos tanpa merek diyakini kian memperparah kondisi sebelumnya.
"Terkait dengan pihak yang harus dilindungi, saya mengajak semua pihak untuk menyelesaikan dengan duduk bersama," tegas dia.
Rokok Ilegal
Senada, Anggota Komisi IX DPR RI lainnya, Nur Nadlifah menyoroti permasalahan dalam proses pembuatan peraturan yang dianggap tidak melibatkan parlemen sama sekali.
RPMK maupun PP 28/2024 tidak sesuai dengan kesepakatan awal antara parlemen dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada saat pembahasan UU Omnibus Kesehatan.
RPMK dan PP 28/2024 dinilainya bertentangan dengan banyak aspek dan aturan lainnya, seperti melanggar perlindungan hak kekayaan intelektual hingga Perpres No. 68/2021 yang mengamanatkan Peraturan Menteri perlu mempertimbangkan aspek-aspek yang berkualitas, harmonis, tidak sektoral, serta tidak menghambat kegiatan masyarakat dan dunia usaha.
Aturan ini juga dipandang melampaui batas wewenang Kemenkes. "Kami mendapat banyak masukan dari konstituen mengenai rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang sudah melewati batas wewenang Kemenkes dan PP 28/2024 yang bermasalah untuk berbagai industri," tutur Nadlifah.
Parahnya lagi, lanjut Nadlifah, usulan Kemenkes untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek tersebut berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat serta menekan perekonomian nasional.
“Kebijakan ini sangat berbahaya karena justru bisa membuka peluang beredarnya rokok ilegal sekaligus mempersulit pemerintah dalam mengatur penerimaan cukai,” paparnya.