Petani Indonesia Tetap Miskin Meski Harga Pangan di Pasar Terus Naik, Pendapatan Setahun Cuma Rp5,4 Juta
Terutama bagi petani yang menggarap lahan kecil. Mereka masih menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata pendapatan petani di Indonesia hanya sekitar USD1 per kurang alias dari Rp16.000 sehari. Artinya, pendapatan tahunan mereka sekitar USD341 atau hanya Rp5,1 juta.
Di sisi lain, BPS mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Agustus 2024 mencapai 119,85. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 0,20 persen dibanding bulan sebelumnya.
- Kepala Bapanas Minta Harga Pangan Tak Terlalu Murah saat Nataru: Nanti Petani Gak Mau Tanam!
- Curhat Petani yang Khawatir Harga Tembakau Turun Gara-Gara Aturan Ini
- Harga Beras Makin Mahal, Kesejahteraan Petani Ikut Naik?
- Curhat Jokowi: Harga Beras Turun Saya Dimarahi Petani, tapi Kalau Beras Naik Saya Dimarahi Ibu-Ibu
Kenaikan ini disebabkan oleh peningkatan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) sebesar 0,08 persen, sementara Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami penurunan sebesar 0,12 persen.
Sayangnya meski ada kenaikan NTP, kondisi pendapatan petani di Indonesia tetap memprihatinkan. Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian menjelaskan kenaikan NTP lebih baik namun tidak diiringi kesejahteraan petaninya.
Terutama bagi petani yang menggarap lahan kecil. Mereka masih menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Eliza menyoroti petani pemilik lahan di atas 0,5 hektar memperoleh hampir separuh dari total pendapatannya dari sektor pertanian. Sedangkan petani penggarap dengan lahan kecil sangat bergantung pada pekerjaan sampingan.
"Petani penggarap itu kecil sekali kontribusi dari pendapatan pertaniannya sehingga banyak petani yang harus punya sidejob (pekerjaan sampingan)," kata Eliza kepada merdeka.com, Kamis (26/9).
Hal ini menunjukkan kenaikan NTP tidak selalu berkontribusi signifikan terhadap pendapatan petani. Sebaliknya, pendapatan petani tergantung dari harga yang ditawarkan tengkulak atau perantara.
Petani Harus Produksi Beras Sendiri
Tentunya ini menjadi masalah besar. Makanya dia mengusulkan agar pemerintah bekerja sama dengan swasta dan gabungan kelompok tani untuk membangun Rice Milling Unit (RMU).
"Jika ingin petani tidak bergantung sama tengkulak, pemerintah bekerjasama dgn swasta dan gabungan kelompok tani untuk membangun Rice milling unit (RMU)," terang dia.
Dengan adanya RMU, petani tidak lagi menjual gabah kering panen. Melainkan dapat mengolahnya menjadi beras, yang akan memberikan nilai tambah lebih tinggi.
"Dengan punya RMU ini petani akan mendapatkan nilai tambah yg relatif lebih tinggi karena tidam menjual dalam bentuk gabah kering panen, tapi sudah digiling jadi beras," terangnya.
Namun, Eliza mengingatkan pemerintah harus serius dalam membangun infrastruktur pendukung dan tidak hanya fokus pada bantuan benih, pupuk, dan alat pertanian.
"Tinggal pemerintahnya saja serius dan skala prioritas membangun infrastruktur seperti itu, bukan hanya berfokus di bantuan bantuan benih, bibit, traktor dan pompa saja," ungkapnya.
Bedah Anggaran Kementerian Pertanian
Jika dilihat struktur belanja Kementerian Pertanian, lebih dari 80 persen dialokasikan untuk belanja barang habis pakai. Ini menunjukkan kurangnya perhatian terhadap pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Belanja untuk infrastruktur hanya sekitar 4 persen dan dinilai sangat minim.
"Lebih dari 80 persen untuk belanja barang habis pakai seperti bantuan bibit, benih, alsintan dan lain-lain. Sementara belanja untuk yang sifatnya modal atau infrastruktur pendukung amat sangat kecil, hanya 4 persen," beber Eliza.
Eliza juga mencatat bantuan tanpa dukungan infrastruktur yang memadai, seperti irigasi yang baik, menjadi tidak efektif.
"Padahal yang banyak dibutuhkan petani ini adalah infrastruktur pendukung, enablernya," imbuh dia.
Oleh karena itu, membangun RMU sebagai kepemilikan bersama di antara petani menjadi langkah krusial untuk memutus rantai ketergantungan ini.
Dengan strategi yang tepat, Eliza yakin pendapatan petani dapat meningkat secara signifikan. Keterlibatan petani dalam pengelolaan RMU juga akan mendorong kesejahteraan mereka dan mengurangi dominasi tengkulak yang meresahkan.
Solusi berbasis infrastruktur dan kolaborasi ini diharapkan dapat mengubah wajah pertanian di Indonesia menuju yang lebih berkelanjutan dan adil bagi para petani.
"Mesti diputus ketergantungannya dengan cara membangun RMU, dengan demikian pendapatan petani dapat naik asal skema RMU-nya itu jadi kepemilikan bersama, trmasuk petani bagian dari itu," pungkasnya.