Sejarah di Balik Tradisi Bagi-Bagi THR saat Lebaran Idul Fitri, Ternyata Sudah Ada Sejak Abad Pertengahan
Tradisi memberikan THR kepada orang yang lebih muda, sudah ada sejak abad pertengahan ketika Khalifah Fatimiyah biasa membagikan uang, permen.
THR Keagamaan merupakan pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh menjelang Hari Raya Keagamaan.
Sejarah di Balik Tradisi Bagi-Bagi THR saat Lebaran Idul Fitri, Ternyata Sudah Ada Sejak Abad Pertengahan
Sejarah di Balik Tradisi Bagi-Bagi THR saat Lebaran Idul Fitri, Ternyata Sudah Ada Sejak Abad Pertengahan
- Mengulik Lebaran Ketupat, Tradisi Penting dalam Budaya Masyarakat Muslim Jawa
- Tradisi Bagi-Bagi THR Tak Hanya di Indonesia, Ternyata Negara Ini Beri Bonus Besar saat Hari Raya Keagamaan
- Mengenal Tradisi Maleman, Cara Masyarakat Jawa Hidupkan Malam Lailatul Qodar
- Dalang Harus Perempuan, Begini Sejarah Kentrung Bate Dulu untuk Dakwah Islam Kini Jadi Hiburan Warga Tuban
Hari raya Idul Fitri menjadi perayaan penting bagi umat IsIam di seluruh dunia. Acara keagamaan ini dirayakan bersama keluarga, kerabat terdekat hingga sahabat. Beragam makanan, camilan, hingga hidangan penutup pun disajikan untuk merayakan hari raya besar ini.
Terlepas dari itu, ada tradisi maupun adat istiadat yang unik di antara umat muslim di dunia. Misalnya di Indonesia, ketupat. Ketupat merupakan makanan khas lebaran dan menjadi tradisi unik masyarakat Indonesia.
Bahkan tradisi yang kerap dilakukan oleh masyarakat RI, yakni memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada orang yang lebih muda. THR juga bisa didapatkan pekerja/buruh yang diberikan langsung oleh pengusaha terkait.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
THR Keagamaan merupakan pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh menjelang Hari Raya Keagamaan.
Lantas bagaimana sejarah THR muncul di kalangan umat islam?
Melansir dari berbagai sumber, tradisi memberikan THR kepada orang yang lebih muda, sudah ada sejak abad pertengahan ketika Khalifah Fatimiyah biasa membagikan uang, permen atapun pakaian kepada warganya pada hari pertama Idul Fitri.
Karena hal itu, pada akhir periode Ottoman, istilah ini berkembang menjadi uang tunai yang diberikan kepada anak-anak oleh orang tua dan kerabat mereka yang lebih tua.
Meskipun kebiasaan ini tidak bersifat universal, namun kebiasaan ini menonjol di banyak budaya Muslim di seluruh dunia. Banyak juga keluarga yang memanfaatkannya sebagai “hadiah” bagi anak-anak yang berhasil menyelesaikan puasa Ramadhan selama berbulan-bulan.
Menilik sejarah THR di Indonesia, melansir dari Indonesia Baik, sejarah tradisi pemberian THR sudah ada sejak tahun 1951. Pada saat itu, Perdana Menteri Soekiman memberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) berupa uang persekot atau pinjaman awal.
Tujuannya supaya dapat mendorong kesejahteraan lebih cepat pada saat merayakan hari besar keagamaan itu. Namun, uang tersebut nantinya harus dikembalikan lagi ke negara dalam bentuk pemotongan gaji di bulan berikutnya.
Budaya memberikan THR itu pun juga terjadi di negara tetangga Indonesia, yakni Malaysia dan Singapura. "Uang Raya" merupakan julukan di kedua negara tersebut.
Uang tersebut sering diberikan dalam amplop atau bungkusan berwarna hijau melambangkan keberuntungan dan berkah. Jumlah uang yang diberikan pun bervariasi, tergantung pada situasi keuangan keluarga dan praktik budaya.