Tembakau dan sejarah kelam tanam paksa di Tanah Air
"Tanam paksa mengharuskan rakyat bekerja berat selama musim tanam."
Direktur Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan (Raya) Indonesia, Hery Chariansyah bercerita mengenai tembakau yang dikenal pertama kali di Meksiko sejak 2.500 tahun yang lalu. Tembakau ini kemudian menyebar ke Utara dan Amerika Selatan. Pada tahun 1492, para pelaut Eropa mengekspornya ke daratan Eropa, Asia, dan Afrika.
Tembakau dikembangkan secara komersial di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda melalui Cornelis de Houtman yang menanam kebun tembakau di Banten pada 1596. Pada 1869, Deli Maatschappij mendirikan industri tembakau di Deli, dan dari situ lah budidaya tembakau mulai berkembang di Kudus, Malang, dan Jember, Jawa Timur.
-
Bagaimana dampak cukai rokok terhadap industri hasil tembakau? "Kita dibatasi produksinya, tapi di lain pihak rokok ilegalnya meningkat. Kalau rokok ilegal menurut informasi dari kawan-kawan Kementerian Keuangan, itu hampir 7 persen. Kalau itu ditambahkan kepada produksi yang ada, pasti akan tidak turun," tuturnya.
-
Bagaimana Mendag memastikan pasokan tembakau dan cengkih untuk industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Dimana industri rotan di Cirebon berlokasi? Deretan produk rotan berbentuk kursi kuda, miniatur sepeda, tudung saji sampai ayunan anak menghiasi toko-toko di sepanjang jalan Desa Tegal Wangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.
-
Apa yang ditemukan di Kawasan Industri Batang? Pada tahun 2019, seorang arkeolog asal Prancis bernama Veronique de Groot menemukan sebuah situs diduga candi di Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang di Desa Sawangan, Kecamatan Gringsing, Batang.
-
Dimana desa yang menjadi pusat industri kompor minyak tanah di Indonesia? Bahkan, Desa Taman Harjo, Singosari, Malang, Jawa Timur, dikenal sebagai pusat industri kecil kompor dengan bahan bakar minyak tanah.
-
Mengapa industri tembakau dianggap vital bagi perekonomian Indonesia? Setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
Dalam bukunya yang berjudul Rokok Kretek Bukan Warisan Budaya Indonesia, Hery menjelaskan tembakau mengingatkan masyarakat akan sejarah kelam tanam paksa pada masa kolonial Belanda. Di mana pada tahun 1830, pemerintah Belanda mengangkat gubernur jenderal yang baru untuk Indonesia, Van den Bosch.
"Dia diserahi tugas meningkatkan produksi tanaman ekspor, salah satunya tembakau. Dalam hal ini, Van den Bosch mengusulkan adanya sistem tanam paksa," kata Hery.
Adapun hal-hal yang mendorong Van den Bosch melaksanakan tanam paksa, antara lain karena Belanda membutuhkan banyak dana untuk membiayai peperangan, baik di negeri Belanda sendiri maupun di Indonesia.
Namun kenyataannya, pelaksanaan tanam paksa diselewengkan oleh Belanda dan para petugasnya yang berakibat membawa kesengsaraan rakyat. Misalnya, kerja tanpa dibayar untuk kepentingan Belanda, kekejaman para mandor terhadap para penduduk, dan eksploitasi kekayaan Indonesia yang dilakukan Belanda.
"Tanam paksa mengharuskan rakyat bekerja berat selama musim tanam. Penderitaan rakyat bertambah berat dengan adanya kerja rodi membangun jalan raya, jembatan, dan waduk," imbuhnya.
Selain itu, rakyat masih dibebani pajak yang berat sehingga sebagian besar penghasilan habis untuk membayar pajak. Akibatnya, rakyat tidak mampu mencukupi kebutuhannya, dan kelaparan terjadi di mana-mana, seperti Cirebon, Demak, dan Grobogan.
Sementara itu di pihak Belanda, tanam paksa membawa keuntungan yang besar. Tanam paksa mampu menutup kas negara Belanda yang kosong sekaligus membayar utang-utang untuk membiayai perang.
Baca juga:
Tak melulu buruk, ini daftar keuntungan dari rokok
Lentera Anak: Indonesia, negara di Asia yang menunda aksesi FCTC
Lima negara dengan harga rokok termahal
5 Fakta unik di balik industri rokok dunia
Lindungi anak dari bahaya rokok, pemerintah diminta ratifikasi FCTC
BPS: Rokok salah satu barang konsumsi terbesar setelah makanan
Lentera Anak: 30 Persen anak Indonesia merokok sebelum umur 10 tahun