Arkeolog Harus Bicara Lantang Lawan Agresi Israel di Gaza, Ini Alasannya
Israel dilaporkan menjarah berbagai artefak kuno dari Jalur Gaza.
Israel dilaporkan menjarah berbagai artefak kuno dari Jalur Gaza.
-
Mengapa Israel serang Gaza? Peristiwa Nakba tidak hanya meninggalkan trauma dan kehilangan bagi warga Palestina, tetapi juga menjadi akar dari konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina.
-
Mengapa Israel menyerang Gaza? Serangan ini adalah balasan menyusul roket militan Hamas Palestina.
-
Kenapa Israel menyerang Gaza? Israel sendiri masih terus melakukan serangan ke Gaza, Palestina.
-
Mengapa Israel melakukan serangan di Gaza? 'Pemandangan kehancuran di Beit Lahiya akibat agresi pendudukan Israel yang sedang berlangsung di Gaza,' tulis keterangan cuitan akun @QudsNen
-
Siapa yang mengkritik Israel atas tindakan mereka di Jalur Gaza? Aktor pemenang Oscar asal Spanyol, Javier Bardem, mengecam keras Israel pada Jumat (20/9) karena tindakan brutal mereka di Jalur Gaza, Palestina yang kini hancur lebur.
-
Kenapa warga Palestina di Gaza diserang? Serangkaian serangan demi serangan terus diluncurkan oleh tentara Israel. Akibatnya, sudah banyak warga Palestina yang meninggal dunia. Bahkan mirisnya, korban termasuk anak-anak.
Arkeolog Harus Bicara Lantang Lawan Agresi Israel di Gaza, Ini Alasannya
Sejak Israel menggempur Jalur Gaza, Palestina, pada Oktober 2023, lebih dari 200 situs warisan kebudayaan hancur, bersama dengan sejumlah arsip, universitas, dan museum.
Sumber: Al Jazeera
Ada juga laporan yang menyebutkan tentara Israel menjarah artefak bersejarah dari Jalur Gaza dan bahkan memamerkannya di kantor parlemen yang dikenal dengan nama Knesset.
Penghancuran warisan budaya Gaza mempunyai konsekuensi sosial, politik, dan emosional yang luas. Ini adalah serangan bersama terhadap keberadaan Palestina dan rakyatnya, demikian tulis antropolog dari Universitas Exeter Inggris, Hilary Morgan Leathem dalam opininya di Al Jazeera.
Selain dapat memicu amnesia kebudayaan mengenai arti menjadi rakyat Palestina, penghancuran warisan kebudayaan ini juga melambangkan penyangkalan terhadap sejarah Palestina dan hak rakyatnya terhadap tanah tersebut.
Menurut Leathem, penghapusan memori akan warisan kebudayaan ini disengaja oleh Israel.
"Ini strategi genosida, menurut definisi yang dikemukakan pengacara Polandia-Yahudi Raphael Lemkin, yang menciptakan istilah "genosida" pada tahun 1944," jelasnya.
"Upaya untuk menghancurkan kaitan fisik antara rakyat Palestina dan warisan mereka bertujuan untuk menghapuskan kehadiran rakyat Palestina dan melegitimasi kolonialisme pemukim Israel."
"Penghancuran situs-situs arkeologi oleh Israel dan penjarahan artefak di Gaza juga menimbulkan pertanyaan terkait netralitas arkeologi di dunia kita. Kenyataannya adalah bahwa arkeologi bisa bersifat sangat politis."
Leathem menjelaskan, kemampuan untuk membuat klaim di masa kini berdasarkan catatan material masa lalu memberikan arkeologi kekuatan yang besar.
"Secara harfiah, para arkeolog memberikan bukti fisik yang diperlukan untuk pembuatan narasi sejarah. Oleh karena itu, para arkeolog mempunyai kewajiban moral untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang sifat politisnya," paparnya.
Bungkamnya asosiasi arkeologi di seluruh dunia terkait apa yang terjadi di Gaza sangat memekakkan telinga, tulis Leathem. Di Eropa, pakar warisan budaya yang berbasis di Irlandia dan Irlandia memberikan tekanan pada Asosiasi Arkeolog Eropa (EAA) untuk angkat bicara. Pada awal Maret, EAA akhirnya mengeluarkan pernyataan.
"Namun teks tersebut mengecewakan karena tidak berkomitmen dan tidak memberikan komitmen apa pun dalam menghadapi kekejaman. Mereka menyebut genosida di Gaza sebagai “krisis Israel/Gaza” dan menggunakan bahasa yang diambil dari Konvensi Warisan Dunia UNESCO tahun 1972," tulisnya.
Menurut Leathem, kegagalan EAA untuk merefleksikan bagaimana arkeologi dan konstruksi warisan budaya, terkait dengan kekuasaan dan sejarah adalah hal yang berbahaya, karena hal ini salah menggambarkan disiplin ilmu tersebut sebagai sesuatu yang murni objektif.
"Arkeologi menjalin hubungan antara tanah dan masyarakatnya melalui kepemilikan masa lalu. Jika digunakan dengan benar, ini memiliki kekuatan untuk menjelaskan bagaimana manusia pernah hidup dan berhubungan dengan dunia kita. Jika digunakan secara tidak tepat, teknologi ini akan menjadi teknologi penindasan, yang dikooptasi oleh rezim penguasa yang ingin memanfaatkan satu versi atau “visi” masa lalu untuk merampas dan menggusur versi atau “visi” lain."
Antropolog Palestina-Amerika Nadia Abu El-Haj juga menulis Israel terkenal karena menggunakan arkeologi secara strategis untuk melegitimasi statusnya sebagai bangsa yang berhak tinggal di tanah Palestina dan melakukan pendudukan.
"Arkeologi bisa menjadi mekanisme untuk mempertahankan kekuasaan dan kasus ini tidak hanya terjadi di Israel-Palestina," tulis Leathem.
"Para arkeolog adalah cendekiawan dan pakar masa lalu yang sadar akan cara bukti arkeologis digunakan tidak hanya untuk membentuk sejarah, namun juga mengendalikan dan mempersenjatainya. Itu sebabnya para arkeolog harus angkat bicara tentang Gaza."
Ketika warisan kebudayaan Gaza, perpustakaan, dan universitas lenyap, keberadaan mereka juga dianggap lenyap dan terhapuskan dari memori manusia dan catatan arkeologi.