Arkeolog Temukan Bangunan Romawi Berusia 2.000 Tahun Tak Hancur Dihantam Letusan Gunung, Ternyata Ini Rahasianya
Arkeolog mengungkap teknik konstruksi orang Romawi kuno.
Arkeolog mengungkap teknik konstruksi orang Romawi kuno.
-
Apa teknik yang digunakan membangun bangunan Romawi? Erdal mengatakan struktur tersebut dibangun dengan menggunakan teknik dinding Isodom ciri khas zaman Romawi, dengan jarak sambungan yang sangat sempit.
-
Mengapa ditemukannya rumah Romawi kuno penting? “Kami tidak hanya punya kesempatan menemukan bangunan Romawi yang menakjubkan, tapi Malta sangat kurang dipelajari walaupun kaya akan peninggalan arkeologi yang fantastis dan sejarah dari zaman purbakala.“
-
Bagaimana arkeolog menemukan struktur ini? Begitulah cara para peneliti dari Universitas Internasional Higashi Nippon, Universitas Tohoku, dan Institut Penelitian Nasional Astronomi dan Geofisika di Mesir menemukan bagian sejarah yang tersembunyi ini. Antara tahun 2021 dan 2023, tim mempelajari lokasi tersebut dengan menggunakan tidak hanya satu, tetapi dua metode berteknologi tinggi: ground-penetrating radar (GPR) dan electrical resistivity tomography (ERT).
-
Dimana rumah Romawi kuno itu ditemukan? Rumah Romawi kuno ini ditemukan saat penggalian di Malta, negara yang berada di Laut Mediterania.
-
Dimana bangunan Romawi kuno ini berada? Para arkeolog dan mahasiswa di Aquileia, Italia, menemukan bangunan Romawi kuno yang sangat besar saat menggali situs pemandian kuno.
-
Bagaimana arkeolog menemukan villa Romawi? Situs yang tersembunyi sekian lama ini terletak di lanskap yang dihuni sejak Zaman Perunggu dan digambarkan sebagai tempat yang 'kaya akan artefak'.
Arkeolog Temukan Bangunan Romawi Berusia 2.000 Tahun Tak Hancur Dihantam Letusan Gunung, Ternyata Ini Rahasianya
Para arkeolog menemukan situs bangunan Romawi Kuno berusia 2.000 tahun. Melalui temuan ini, arkeolog mengungkap teknik konstruksi orang Romawi pada masa itu.
Bangunan ini ditemukan di Taman Arkeologi Pompeii, Italia, dengan kondisi sempurna atau tak hancur dihantam letusan dahsyat Gunung Vesuvius. Gunung ini meletus pada tahun 79 membuat seluruh kota terbakar, menewaskan 2.000 orang di kota Pompeii dan 16.000 orang lainnya di daerah sekitarnya. Ketika bencana dahsyat ini terjadi, abu dan reruntuhan menyelimuti kota dan sekitarnya.
Dikutip dari laman Indy100, bangunan yang ditemukan tersebut tampak dalam kondisi sempurna dengan peralatan kerja, tumpukan ubin, batu bata tufa (sejenis batu yang terbuat dari abu vulkanik), dan tumpukan kapur.
Ini memberikan para peneliti gagasan tentang teknik konstruksi yang digunakan orang Romawi Kuno dalam membangun rumah atau gedung yang masih berdiri hingga hari ini.
"Penggalian di Wilayah IX, insula 10, yang direncanakan selama tahun-tahun Proyek Besar Pompeii, seperti diharapkan, membuahkan hasil penting untuk memperluas pengetahuan kita tentang kota kuno tersebut," jelas Direktur Jenderal Museum, Massimo Osanna.
“Sebuah situs penelitian interdisipliner, lahir dari penggalian sebelumnya di Wilayah V, dari kebutuhan untuk mengkonsolidasikan batas-batas penggalian, yaitu dinding material letusan yang ditinggalkan oleh penggalian abad ke-19 dan ke-20 yang membayangi area yang digali."
Bangunan ini ditemukan di dalam sebuah rumah yang dijadikan toko kue dengan tungku besar, dilengkapi karya seni bergambar roti dan segelas anggur.
Arkeolog menduga bangunan ini aktif digunakan sampai erupsi Gunung Vesuvius terjadi karena ditemukan tiga jasad korban; dua perempuan dan seorang anak laki-laki di dekat tungku.
Para arkeolog juga menemukan tumpukan material bangunan, menandakan ketika bencana terjadi sedang berlangsung pembangunan di situs tersebut. Ditemukan wadah tanah liat (amphorae), diduga digunakan untuk mencampur plester pada dinding.
Pemberat timah – plumb bobs – untuk memastikan dinding vertikal sempurna ('plumb') pada cangkul besi yang digunakan untuk menyiapkan adukan semen dan kapur adalah beberapa alat konstruksi yang ditemukan oleh para arkeolog.
Bahan-bahan yang ditemukan dalam penggalian ini juga menegaskan kembali metode pencampuran beton Romawi yang baru ditemukan oleh para ahli tahun lalu.
Menurut para arkeolog, orang Romawi mencampur pasir kering (pozzolana) dan kapur kering dengan air panas dengan suhu tinggi untuk menghasilkan beton yang tahan lama dan mengeras dengan cepat.
“Ini adalah contoh lain bagaimana kota kecil Pompeii membuat kita memahami banyak hal tentang Kekaisaran Romawi yang agung, tidak terkecuali penggunaan semen,” kata Direktur Taman Arkeologi Pompeii Gabriel Zuchtriegel.
“Data yang muncul sepertinya menunjuk pada penggunaan kapur tohor pada tahap konstruksi dinding, sebuah praktik yang telah dihipotesiskan di masa lalu dan mampu mempercepat waktu konstruksi baru, serta renovasi bangunan yang rusak, misalnya. misalnya karena gempa bumi."