Hamas Umumkan Yahya Sinwar sebagai Pengganti Ismail Haniyeh, Sosoknya Diburu Israel
Ismail Haniyeh dibunuh Israel di Teheran, Iran, pada Rabu (31/7).
Hamas mengumumkan pengganti Ismail Haniyeh sebagai kepala biro politik, sepekan setelah Haniyeh dibunuh di Iran.
Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai pengganti Haniyeh pada Selasa, sosok yang selama ini menjadi buruan Israel karena dituduh sebagai otak penyerangan ke Israel pada 7 Oktober 2023, seperti dikutip dari Al Arabiya.
"Gerakan Perlawanan Islam Hamas mengumumkan pemilihan pemimpin Yahya Sinwar sebagai kepala biro politik gerakan ini," jelas Hamas dalam pernyatannya, dikutip dari Al Arabiya, Rabu (7/8).
Beberapa menit setelah pengumuman tersebut, sayap bersenjata Hamas, Brigade Al-Qassam menembakkan sejumlah roket dari Gaza menuju ke Israel.
Sinwar saat ini menjabat sebagai pemimpin Hamas di Gaza, seperti dikutip dari TRT World, Rabu (7/8).
Pernah Dipenjara Israel
Seorang pejabat Hamas senior mengatakan kepada AFP, penunjukan Sinwar ini "mengirim pesan kuat ke penjajah (Israel) bahwa Hamas melanjutkan jalan perlawanannya."
"Pembunuhan Haniyeh, yang meyakini tercapainya perjanjian gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan, membuat Hamas memilih pemimpin yang mengatur pertempuran dan perlawanan melawan musuh," kata pejabat ini.
Menurut Al Arabiya, Sinwar adalah pemimpin Hamas terkuat yang masih hidup setelah pembunuhan Haniyeh. Sinwar menghabiskan sebagian besar hidupnya di penjara Israel.
Anggota Hamas, Abu Abdallah menyenut Sinwar (61) sebagai operator keamanan "yang sangat hebat". Abdallah pernah menghabiskan waktu bertahun-tahun di penjara Israel bersama Sinwar.
“Dia mengambil keputusan dengan sangat tenang, namun keras kepala ketika harus membela kepentingan Hamas,” kata Abu Abdallah kepada AFP pada tahun 2017 setelah Sinwar terpilih sebagai pemimpin Hamas di Gaza.
Negara Palestina Tunggal
Dilansir TRT World, Sinwar lahir di kamp pengungsi Khan Younis, Gaza selatan pada tahun 1962. Dia bergabung dengan Hamas ketika Sheikh Ahmed Yassin mendirikan kelompok ini pada saat Intifada Pertama pada 1987.
Sinwar memimpikan negara Palestina yang tunggal, menyatukan Gaza, Tepi Barat yang diduduki, dan Yerusalem Timur yang diduduki. Sinwar kerap menegaskan bahwa dia tidak akan menoleransi siapa pun yang menghalangi rekonsiliasi dengan Fatah. Dia dilaporkan telah mengirim utusan ke Mahmoud Abbas untuk rekonsiliasi.
Dia termasuk satu di antara 1.027 warga Palestina dan Arab Israel yang dibebaskan Israel sebagai imbalan atas pembebasan tentara Israel, Gilad Shalid oleh Hamas pada 2011.
Ketika ditanya terkait pengepungan Israel terhadap Jalur Gaza, Sinwar menjawab: "Saya tidak mengatakan saya tidak akan berperang lagi. Saya mengatakan saya tidak ingin ada perang lagi. Yang saya inginkan adalah diakhirinya pengepungan. Komitmen pertama saya adalah bertindak demi kepentingan rakyat saya; untuk melindungi mereka dan membela hak mereka atas kebebasan dan kemerdekaan.”