Ilmuwan Temukan Ulat Pemakan Plastik, Bisa Jadi Sekutu Manusia dalam Perang Melawan Limbah
Ulat kecil ini muncul sebagai sekutu melawan pencemaran limbah plastik.
Para ilmuwan telah menemukan sekutu yang tidak terduga dalam upaya mengatasi limbah plastik: ulat kecil. Peneliti menemukan ulat kecil yang berasal dari Afrika ini, yang kini telah menyebar ke seluruh dunia, adalah larva dari kumbang genus Alphitobius yang mampu memakan dan merusak plastik.
Menurut para peneliti, penemuan ini bisa menjadi sangat penting dalam memerangi polusi plastik di Afrika, seperti dikutip dari Live Science, Rabu (13/11). Menurut informasi dari World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia), Afrika adalah benua kedua dengan tingkat pencemaran plastik tertinggi di dunia, meskipun hanya menyumbang 5 persen dari total polusi plastik global.
-
Bagaimana ulat bambu kecil menguraikan plastik? Menariknya, pada usus ulat yang diberi makan polistirena, para ilmuwan menemukan bakteri seperti Proteobacteria dan Firmicutes dalam jumlah tinggi. Jenis bakteri ini dikenal mampu hidup di berbagai lingkungan dan memecah zat kompleks. Beberapa di antaranya, seperti Kluyvera, Lactococcus, Citrobacter, dan Klebsiella, memiliki enzim yang bisa mencerna plastik sintetis.
-
Siapa yang menemukan mikroplastik di napas lumba-lumba? 'Kami menemukan bahwa lumba-lumba mungkin menghirup mikroplastik, meskipun mereka berada di daerah yang jauh dari aktivitas manusia yang padat,' ungkap Miranda Dziobak, salah satu penulis utama sekaligus ilmuwan lingkungan dan instruktur kesehatan masyarakat di College of Charleston, South Carolina, AS.
-
Kenapa para ilmuwan tertarik dengan ulat ini? Karena itu, para ilmuwan tertarik untuk mencari cara biologis untuk mengatasi limbah plastik ini.
-
Dimana limbah plastik merusak lingkungan? Dampaknya meliputi kerusakan ekosistem dan ancaman bagi kehidupan laut.
-
Bagaimana sampah plastik mengancam kesehatan manusia? Sampah plastik dapat membahayakan satwa laut yang memakan atau terperangkap dalam limbah plastik, serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia melalui rantai makanan.
-
Mengapa sampah plastik berbahaya bagi ekosistem? Plastik di laut menyebabkan kerusakan ekosistem laut. Penyu sering memakan kantong plastik yang mengapung, mengiranya sebagai ubur-ubur, sementara burung laut dan ikan juga menelan serpihan plastik yang berakhir di perut mereka, yang dapat menyebabkan kematian karena kelaparan.
Dalam penelitian yang diterbitkan pada 12 September di jurnal Scientific Reports, para peneliti menemukan ulat Afrika ini dapat mencerna polistirena, yaitu jenis plastik yang sering digunakan dalam kemasan makanan dan wadah styrofoam. Meskipun demikian, tim peneliti masih belum dapat memastikan spesiesnya dan berpendapat bahwa ini mungkin merupakan subspesies baru yang membutuhkan identifikasi lebih lanjut. Penemuan ini mengikuti hasil serupa dari spesies ulat kecil lainnya di berbagai belahan dunia.
"Namun, ini adalah kali pertama ulat kecil yang merupakan hewan asli Afrika didokumentasikan memiliki kemampuan ini," ungkap penulis studi, Fathiya Khamis, seorang ilmuwan di International Centre of Insect Physiology and Ecology/ICIPE (Pusat Internasional Fisiologi dan Ekologi Serangga) di Kenya, dalam sebuah pernyataan.
Para peneliti juga menemukan larva tersebut mengonsumsi hampir 50 persen polistirena yang mereka makan, dan efisiensinya meningkat ketika pakan plastik dicampur dengan dedak atau sekam padi.
Cara Ulat Mencerna Plastik
Bakteri yang hidup di dalam usus ulat kecil berperan penting dalam proses pemecahan polimer kompleks yang terkandung dalam plastik. Komunitas mikroba, termasuk bakteri dari genus Kluyvera, Lactococcus, dan Klebsiella, memiliki fungsi krusial dalam mencerna polistirena, yang kemudian diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana dan aman untuk dicerna oleh ulat.
Proses ini terjadi tanpa membahayakan kesehatan ulat itu sendiri. Bakteri tersebut menghasilkan enzim yang efektif dalam mencerna plastik, sehingga meningkatkan jumlah bakteri atau enzim ini dalam ulat dapat memperbaiki efisiensi pemrosesan plastik yang mereka lakukan.
"Di masa mendatang, para ilmuwan dapat mengidentifikasi jenis bakteri dan enzim tertentu yang terlibat dalam penguraian polistirena dan menggunakannya dalam daur ulang limbah plastik," ungkap para peneliti.
Penelitian ini berpotensi menjadi landasan untuk mengubah plastik menjadi protein serangga yang bernilai tinggi untuk pakan ternak.
"Kami juga akan meneliti mekanisme bakteri dalam ulat kecil dalam degradasi plastik. Kami ingin memahami apakah bakteri tersebut merupakan bagian dari ulat, atau apakah bakteri tersebut merupakan strategi pertahanan yang diperoleh setelah memakan plastik," jelas Evalyne Ndotono, rekan penulis studi dan ilmuwan yang melakukan penelitian ini sebagai bagian dari program magisternya di ICIPE.