Ilmuwan Temukan Ulat yang Bisa Mengurai Plastik
Ulat ini dikenal sebagai ulat bambu kecil, yang merupakan larva dari kumbang jenis Alphitobius darkling.
Tim ilmuwan dari Pusat Internasional Fisiologi dan Ekologi Serangga telah menemukan larva ulat besar Kenya, yang ternyata mampu mengunyah polistirena atau styrofoam, dan memiliki bakteri di usus mereka yang bisa membantu memecah bahan tersebut. Ulat ini dikenal sebagai ulat bambu kecil, yang merupakan larva dari kumbang jenis Alphitobius darkling.
Selama fase larva yang berlangsung sekitar 8-10 minggu, ulat ini sering ditemukan di kandang unggas yang hangat, di mana tersedia makanan dalam jumlah banyak, ini adalah kondisi ideal bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang biak.
-
Bagaimana ulat Afrika mencerna plastik? Bakteri yang hidup di dalam usus ulat kecil berperan penting dalam proses pemecahan polimer kompleks yang terkandung dalam plastik.
-
Kenapa ulat Afrika penting untuk mengatasi limbah plastik? Menurut para peneliti, penemuan ini bisa menjadi sangat penting dalam memerangi polusi plastik di Afrika, seperti dikutip dari Live Science, Rabu (13/11).
-
Siapa yang menemukan ulat Afrika? 'Namun, ini adalah kali pertama ulat kecil yang merupakan hewan asli Afrika didokumentasikan memiliki kemampuan ini,' ungkap penulis studi, Fathiya Khamis, seorang ilmuwan di International Centre of Insect Physiology and Ecology/ICIPE (Pusat Internasional Fisiologi dan Ekologi Serangga) di Kenya, dalam sebuah pernyataan.
-
Apa yang ulat Afrika makan? Dalam penelitian yang diterbitkan pada 12 September di jurnal Scientific Reports, para peneliti menemukan ulat Afrika ini dapat mencerna polistirena, yaitu jenis plastik yang sering digunakan dalam kemasan makanan dan wadah styrofoam.
-
Apa itu urap-urap lumut? Urap-urap lumut sendiri merupakan kuliner lawasan khas Kota Surabaya, Jawa Timur. Terdapat sejumlah isian berupa sayuran kangkung, kubis, kacang panjang, cambah, lumut dan alur.
-
Bagaimana ulat gigi bisa bertahan lama? Ide mengenai cacing gigi tersebut bertahan selama ribuan tahun. Namun, kemajuan dalam kedokteran gigi telah membuktikan bahwa keberadaan cacing gigi tersebut tidaklah nyata.
Polistirena sendiri adalah jenis plastik yang sering kita temui dalam bentuk styrofoam. Bahan ini banyak digunakan untuk kemasan makanan, elektronik, dan industri lainnya.
Masalahnya, styrofoam sangat sulit terurai secara alami dan biasanya hanya bisa didaur ulang lewat proses kimia atau pemanasan yang mahal dan berpotensi mencemari lingkungan. Karena itu, para ilmuwan tertarik untuk mencari cara biologis untuk mengatasi limbah plastik ini.
Dalam percobaan yang berlangsung lebih dari sebulan, melansir dari The Conversation, Rabu (13/11), tim peneliti memberikan berbagai pola makan pada ulat bambu kecil. Ada yang diberi makan polistirena saja, ada yang diberi dedak (makanan kaya nutrisi), dan ada pula yang diberi kombinasi polistirena dan dedak.
Hasilnya menunjukkan bahwa ulat yang diberi makan kombinasi polistirena dan dedak bertahan hidup lebih baik dibandingkan dengan yang hanya makan polistirena saja. Mereka juga lebih efisien dalam mengonsumsi polistirena ketika masih mendapatkan asupan nutrisi lain.
Ini menunjukkan bahwa meski ulat bisa bertahan dengan diet polistirena, mereka tetap butuh nutrisi tambahan untuk menguraikan plastik tersebut secara optimal.
Menariknya, pada usus ulat yang diberi makan polistirena, para ilmuwan menemukan bakteri seperti Proteobacteria dan Firmicutes dalam jumlah tinggi. Jenis bakteri ini dikenal mampu hidup di berbagai lingkungan dan memecah zat kompleks.
Beberapa di antaranya, seperti Kluyvera, Lactococcus, Citrobacter, dan Klebsiella, memiliki enzim yang bisa mencerna plastik sintetis. Kemampuan ulat besar Kenya untuk mengonsumsi polistirena ini membuka peluang baru dalam upaya mengurangi limbah plastik.
Dengan pemanfaatan serangga ini dan bakteri di dalamnya, ada potensi besar untuk menciptakan solusi alami yang lebih ramah lingkungan bagi limbah plastik yang sulit didaur ulang dengan cara konvensional.
Reporter magang: Nadya Nur Aulia